Adaabuz Zifaafi fis Sunnatil Muthahharati.
Adab Az Zifaf.
Panduan Pernikahan Cara Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Imam Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullaah.
Adab Menikah.
36. Pengantin Perempuan Boleh Ikut Menyuguhkan Jamuan untuk Para Tamu Laki-laki.
Dari Sahl bin Sa'ad, ia berkata,
"Ketika Abu Usaid As Sa'idi menikah, dia mengundang Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Istrinya, yaitu Ummu Usaid, yang membuat makanan dan menyuguhkannya kepada mereka. Ummu Usaid merendam kurma di dalam bejana kecil pada malam itu. Setelah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam selesai makan, Ummu Usaid mengaduk rendaman kurma itu lalu menyuguhkannya kepada beliau. (Jadi, istrinya sendiri yang menyuguhkan jamuan pada tamu itu, padahal dia sendiri sedang menjadi pengantin.)" (150)
Baca selanjutnya:
Kembali ke Daftar Isi Buku ini.
Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.
===
Catatan Kaki:
150. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari (IX/ 200, 205, dan 206) dan dalam kitab Al Adab Al Mufrad (hadits no. 746), Muslim (VI/ 103), Abu Awanah dalam kitab Shahihnya (VIII/ 131/ 1-2), Ibnu Majah (590-591), Al Baghawi dalam kitab Hadits 'Ali Ibni Al Ja'd (XII/ 134/ 2 - 135/ 2), Ar Rauyani dalam kitab Musnadnya (XXVIII/ 189/ 1 - 190/ 1), Ath Thabarani dalam kitab Al Ausath (I/ 132/ 1), dan Al Baghawi dalam kitab Syarah As Sunnah (III/ 197/ 1).
Al Hafizh berkata, "Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya seorang wanita menyuguhkan jamuan kepada suami dan para tamu suaminya. Hal itu boleh dilakukan ketika si istri aman dari godaan para tamunya dan menutup aurat sesuai dengan ketentuan syariat. Suami juga boleh meminta istrinya melayani para tamu pada acara-acara lain serupa itu dan menyuguhkan minuman asal yang tidak memabukkan. Dalam hadits tersebut juga terdapat dalil bahwa dalam acara walimah pemuka masyarakat boleh kita utamakan pelayanannya."
Saya berkata: Anggapan yang menyebutkan bahwa peristiwa di atas terjadi sebelum turunnya ayat hijab adalah anggapan yang tidak berdasar. Hadits di atas sedikit pun tidak mengisyaratkan bahwa wanita tersebut (yakni, istri Usaid, Pent.) tidak mengenakan jilbab. Tidak bisa kita mengatakan bahwa hadits tersebut terhapus hukumnya (setelah turunnya ayat hijab). Alhamdu lillah hingga hari ini kita melihat para wanita yang berjilbab menerima para tamunya dan melayani mereka dengan baik. Jadi hadits di atas muhkan (menjadi ketetapan hukun, Pent.) tidak ada satu pun hadits yang menghapus ketetapan tersebut. Hal ini diisyaratkan oleh Al Bukhari. Beliau memasukkan pembahasan hadits ini ke dalam beberapa judul pembahasan, di antaranya dengan judul: Bab Wanita Melayani Para Tamu Laki-laki dalam Acara Pernikahan. Akan tetapi, kita harus memperhatikan syarat-syaratnya sebagaimana telah saya sebutkan di muka. Bila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hal itu tidak diperbolehkan. Kita merasa prihatin karena di kota-kota besar banyak kita lihat wanita-wanita keluar dari ketentuan syariat, baik dalam berpakaian maupun dalam adab kesopanan.
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: (أَدَابُ الزِّفَافِ فِى السُّنَّةِ الْمُطَهَّرَةِ) Adaabuz Zifaafi fis Sunnatil Muthahharati, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullaah, Penerbit: Dar As Salam, Tanpa Keterangan Cetakan, Tahun: 1423 H/ 2002 M, Judul Terjemahan: Adab Az Zifaf, Panduan Pernikahan Cara Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: Abu Shafiya, Editor: Abu Hanief, Penerbit: Media Hidayah, Jogjakarta - Indonesia, Cetakan Pertama, Muharram 1425 H/ Maret 2004 M, Cetakan Ketiga.
===
Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!