Surat al-Baqarah
Qishash untuk perempuan
Allah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapatkan suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat (denda) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabb kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih."
(Qur-an Surah al-Baqarah: ayat 178)
Imam as-Suyuthi rahimahullaah berkata dalam kitab Tafsirnya, (1)
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan (difardhukan). Atas kamu qishash (balasan serupa), berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh (baik dalam sifat dan perbuatan). Orang merdeka (dibunuh) dengan orang merdeka (tidak dibunuh dengan hamba), hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita."
Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menerangkan bahwa laki-laki dibunuh karena membunuh seorang wanita.
Aku katakan, "Ini mengisyaratkan pada sebuh hadits shahih yang diriwayatkan oleh Anas, 'Sesungguhnya ada seorang yahudi memukul seorang perempuan dengan dua batu. Kemudian dikatakan padanya, 'Siapa yang melakukan itu padamu? Apakah fulan atau fulan?' Hingga akhirnya disebutkan nama yahudi, dan dia menganggukkan kepalanya. Maka orang yahudi itu diambil dan dia dipukul kepalanya dengan dua batu." (2)
Oleh karena itulah Imam an-Nawawi rahimahullaah berkata dalam kitab Syarh Shahih Muslim, (3) bahwa dalam hadits ini ada beberapa hal penting, yaitu:
Pertama, seorang lelaki bisa dibunuh karena membunuh seorang wanita. Ini adalah ijma' 'ulama.
Kedua, seorang yang melakukan tindakan kriminal pembunuhan secara sengaja, maka dia harus dibunuh dengan cara qishash sesuai sifat bagaimana dia membunuh. Jika dia membunuh dengan pedang, maka dia hendaknya dibunuh dengan menggunakan pedang, jika dia membunuh dengan menggunakan batu atau kayu, maka dia hendaknya dibunuh dengan cara serupa. Sebagaimana seorang yahudi yang memukul kepala seorang perempuan, maka kemudian yahudi itu pun dipukul kepalanya sebagai balasan.
Ketiga, dalam penetapan qishash antara lelaki dan wanita, ada tiga madzhab:
1. Madzhab Atha' dan Hasan; Sesungguhnya tidak ada qishash antara keduanya dalam jiwa dan anggota tubuh, namun hendaknya diberikan tebusan, sebagai penafsiran dari firman Allah, "Perempuan dengan perempuan."
2. Madzhab jumhur 'ulama dari kalangan shahabat dan tabi'in, dan orang-orang yang datang setelah mereka, tentang keharusan qishash antara keduanya, baik pada jiwa maupun lainnya. Hal ini berdasarkan pada firman Allah, "Jiwa (dibalas) dengan jiwa..." hingga akhir ayat. (Qur-an Surat al-Maa-idah: ayat 45)
Walaupun ayat ini merupakan syari'at bagi kaum sebelum kita, dan hal itu masih diperselisihkan kehujjahannya secara masyhur di antara para 'ulama ushul, namun perbedaan pendapat itu hanyalah muncul jika syari'at kita tidak mengokohkannya (menegaskan kembali dalam syari'at Islam). Jika syari'at kita ternyata mengokohkannya kembali dan sepakat dengannya, maka hal itu juga berarti menjadi syari'at kita, tanpa ada perbedaan pendapat apa pun di antara mereka. Sedangkan dalam masalah ini, telah ada hadits yang mengokohkannya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas. Demikianlah, wallaahu a'lam.
3. Madzhab Imam Abu Hanifah dan shahabat-shahabatnya mewajibkan qishash antara wanita dan pria, khusus dalam masalah jiwa dan tidak mewajibkan dalam masalah selainnya.
Di antaranya adalah wajibnya qishash dalam hal gigi dengan gigi. Jika tanggal semuanya, maka disepakati harus ada qishash. Jika sebagiannya yang tanggal, maka di sana ada perbedaan pendapat.
Sedangkan jika tulang patah, maka yang demikian itu ada perbedaan pendapat di dalamnya. Pendapat kebanyakan 'ulama adalah tidak berlaku qishash. Wallaahu a'lam.
Aku katakan; Dengan demikian, jumhur 'ulama berpendapat bahwa seorang lelaki yang membunuh seorang perempuan, maka dia harus dibunuh.
Hal ini menggambarkan bahwa jiwa seorang wanita memiliki derajat yang sama dengan jiwa seorang lelaki. Tidak ada bedanya. Itu jika dilihat dari sisi jiwa.
Namun jika dilihat dari sisi nilai diyat (tebusan darah), maka bagi perempuan diberlakukan separuh diyat dari laki-laki. Ini tentu saja tidak berarti mengurangi hak perempuan. Tidak, sekali lagi, sungguh tidak!!
Namun, maksud dijadikannya diyat wanita separuh dari laki-laki yaitu, karena laki-laki adalah pihak yang bertanggung jawab dan yang membiayai atas wanita. Hal ini tentu berbeda dengan wanita, merupakan yang mendapat biaya belanja. Dari sinilah maka syari'ah memperhatikan tebusan (diyat) perempuan separuh dari diyat laki-laki.
Namun jika masalahnya berhubungan dengan jiwa sebagai jiwa, maka di sinilah wajib diberlakukan secara sama, yaitu qishash bagi setiap orang yang membunuh, baik yang membunuh itu laki-laki atau pun perempuan. Ini memberikan penjelasan kepada kita tentang masalah yang pada umumnya tidak dipahami dengan jelas oleh orang-orang yang sengaja membangkang perintah Allah; dengan mengatakan bahwa Islam telah menzhalimi wanita, atau ungkapan-ungkapan lain serupa yang sering mereka pakai.
Mereka juga berdalih, karena dijadikannya tebusan wanita dan warisannya, separuh dari yang berlaku untuk laki-laki.
Namun mereka lupa, bahwa yang menjadi fokus utama dalam persoalan ini sesungguhnya adalah masalah nafkah. Sebab laki-lakilah yang secara umum menanggung biaya hidup wanita. Dengan demikian, maka wajar jika tebusan nyawa wanita dan warisannya separuh dari apa yang berlaku untuk laki-laki. Sebab kehilangan seorang laki-laki sebagai penanggung jawab dan tulang punggung keluarga akan demikian berat bagi sebuah keluarga, dan tentu saja sangat berbeda dengan hilangnya orang lain yang bukan menjadi penanggung jawab dan tulang punggung keluarga. Sebagaimana juga hendaknya wanita tahu, bahwa syari'at itu datang dari Allah, yang tidak akan mungkin berlaku zhalim walaupun seberat buah dzarrah pun baik di langit maupun di bumi. Maka hendaknya engkau rela dan janganlah engkau membecinya!
Bersambung...
===
(1) Maksudnya adalah kitab Tafsir Jalalain, tulisan Imam as-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli: 1/34. Kami menisbatkan perkataan ini pada Imam as-Suyuthi, karena dia adalah penulis tafsir itu dari surat al-Baqarah hingga akhir surat al-Isra'. Sedangkan sisa surat selanjutnya ditulis oleh Jalaluddin al-Mahalli.
(2) Hadits Riwayat Imam al-Bukhari 2413, Imam Muslim 1672.
(3) Kitab Syarh Muslim 11/158-164.
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.
===
Layanan gratis estimasi biaya rangka atap baja ringan, genteng metal, dan plafon gypsum:
http://www.bajaringantangerang.com
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT