Skip to main content

Isra' dan Mi'raj: Apakah perayaan Isra' Mi'raj bid'ah? (4)

Mabhats

Apakah perayaan Isra' Mi'raj bid'ah? (4)

Fatwa Syaikh Ibnu Baaz rahimahullaah. (15)

Tidak disangsikan lagi, isra' mi'raj merupakan tanda kebesaran Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang menunjukkan kebenaran dan tingginya kedudukan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam di sisi Allah Ta'ala. Sebagaimana dia termasuk tanda-tanda keagungan Allah dan ketinggian-Nya atas seluruh makhluk. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

"Maha Suci Allah, Yang telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
(Qur-an Surat al-Isra': ayat 1)

Dan telah mutawatir dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, bahwa beliau diangkat ke langit. Dibukakan pintu-pintunya sampai melewati langit yang ketujuh. Lalu Rabb berbicara kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan sesuatu yang dikehendakinya dan diwajibkan kepada beliau shalat lima waktu. Pertama kali Allah Subhaanahu wa Ta'aala mewajibkan kepada beliau lima puluh shalat, lalu senantiasa Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meminta keringanan sehingga menjadi lima shalat, tetapi pahalanya lima puluh; karena satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Allah-lah Dzat yang harus dipuji dan disyukuri segala nikmat-Nya.

Dalam hadits yang shahih tidak ditemukan penentuan malam terjadinya isra' dan mi'raj. Semua hadits yang menjelaskan penentuan malamnya tidak shahih dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, menurut 'ulama hadits. Allah Subhaanahu wa Ta'aala memiliki hikmah dalam melupakan manusia tentangnya (waktunya). Seandainya ada penentuan yang absah pun, kaum Muslimin tidak boleh mengkhususkannya dengan satu 'ibadah tertentu. Tidak boleh merayakan peringatannya, karena Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para shahabatnya radhiyallaahu 'anhum tidak memperingatinya dan tidak pula mengkhususkan dengan 'ibadah tertentu. Seandainya perayaannya sebagai perkara yang disyari'atkan, maka tentu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah menjelaskan kepada ummatnya, baik dengan ucapan atau perbuatan beliau. Seandainya pernah dilakukan niscaya diketahui dan dikenal serta dinukil oleh para shahabatnya untuk kita. Karena mereka telah menyampaikan segala sesuatu yang dibutuhkan ummat dan tidak melalaikan sedikitpun urusan agama ini, bahkan mereka orang yang berlomba kepada kebaikan. Maka seandainya peringatan malam isra' dan mi'raj disyari'atkan, niscaya mereka orang pertama yang melakukannya. Apalagi Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ialah orang yang paling menasehati ummatnya dan telah menyampaikan risalah agama sebaik-baiknya serta telah menunaikan amanah yang diembannya. Maka seandainya mengagungkan dan merayakan malam tersebut termasuk ketentuan agama, tentu beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak melalaikan dan menyembunyikannya. Ketika hal tersebut tidak pernah dilakukan, maka jelaslah perayaan dan pengagungan malam tersebut tidak termasuk ajaran Islam. Begitulah Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menyempurnakan agama Islam dan menyempurnakan nikmat untuk hamba-hamba-Nya, serta mengingkari orang yang menambah syari'at Islam dengan sesuatu yang tidak diizinkan-Nya. Allah berfirman dalam al-Qur-an Surat al-Maa-idah ayat 3, "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agamamu."

Demikian juga dalam firman-Nya,

"Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang mensyari'atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih."
(Qur-an Surat asy-Syura: ayat 21)

Dalam hadits-hadits shahih, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah memperingatkan bahaya bid'ah dan menjelaskan, bahwa hal itu merupakan kesesatan; sebagai peringatan kepada ummat, betapa besarnya bahaya bid'ah dan untuk menakut-nakuti agar tidak membuat-buatnya. Di antaranya hadits shahih yang diriwayatkan dalam kitab Shahihahin dari 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

"Barangsiapa yang membuat-buat dalam perkaraku (agamaku) ini, sesuatu yang bukan darinya maka dia tertolak."
(Riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim)

Dan dalam riwayat Imam Muslim,

"Barangsiapa yang beramal satu 'amalan yang tidak ada perintahku padanya maka dia tertolak."
(Riwayat Imam Muslim)

Dan dalam kitab Shahih Muslim dari Jabir bin 'Abdillah radhiyallaahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkhutbah pada hari Jum'at dan bersabda,

"Amma ba'du, sesungguhnya sebaik-baik ucapan ialah Kitabullah, dan sebaik-baik tauladan ialah contoh petunjuk Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Sejelek-jeleknya perkara yaitu yang dibuat-buat (baru), dan setiap kebid'ahan adalah sesat."

Dan Sunan dari al-Irbaadh bin Saariyah radhiyallaahu 'anhu, dia berkata,

"Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah menasehati kami dengan nasehat yang mendalam, hati bergetar dan mata meneteskan airmata. Lalu kami berkata, 'Wahai Rasulullah, seakan-akan nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat!' Lalu beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, 'Aku wasiatkan kalian untuk bertaqwa kepada Allah, patuh dan ta'at, walaupun kalian dipimpin seorang budak, karena siapa yang hidup dari kalian, maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka kalian harus berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin yang memberi petunjuk setelahku. Berpeganglah kalian dan gigitlah (petunjuk itu) dengan gigi geraham kalian, serta berhati-hatilah dengan hal yang baru, karena setiap hal yang baru itu bid'ah dan setiap kebid'ahan itu sesat."
(Riwayat Imam at-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah)

Dan banyak hadits lainnya yang semakna dengan ini.

Demikian juga peringatan serta ancaman tentang kebid'ahan telah ada dari shahabat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para Salafush Shalih setelah mereka. Dikarenakan kebid'ahan telah menjadikan penambahan agama dan syari'at yang tidak diizinkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Serta meniru musuh Allah dari kalangan kaum yahudi dan nashrani dalam penambahan syari'at agama mereka dan perbuatan bid'ah mereka yang tidak ada hujjah dari Allah. Juga karena konsekuensi perayaan itu dapat menimbulkan pelecehan terhadap agama Islam, dengan tuduhan ketidaksempurnaannya. Dengan demikian jelas menimbulkan kerusakan dan kemungkaran yang besar. Padahal Allah berfirman dalam al-Qur-an Surat al-Maa-idah ayat 3, "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu."

Perayaan semacam ini juga menyelisihi secara terang-terangan hadits-hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam yang memperingatkan dan mengancam kebid'ahan.

Mudah-mudahan penjelasan melalui dalil-dalil tersebut cukup menjadi petunjuk para pencari kebenaran untuk mengingkari dan mengingatkan kebid'ahan ini. Sesungguhnya perayaan isra' mi'raj, sedikitpun bukan merupakan syari'at Islam. (16)

Demikianlah keterangan para 'ulama seputar hukum merayakan peringatan isra' dan mi'raj. Keterangan yang cukup jelas dan gamblang disertai dalil-dalil yang kuat. Kemudian masihkah kita melakukannya? Padahal perayaan tersebut merupakan kebid'ahan dan bukan termasuk ajaran Islam. Bahkan merupakan tambahan ke dalam syari'at Islam dan penyerupaan 'amalan ahli Kitab yang telah melakukan kebid'ahan dalam agama mereka, sehingga menjadi rusak dan hancur. Sudahkah kita merenungkan bahaya bid'ah terhadap Islam? Cukuplah peringatan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, para shahabat radhiyallaahu 'anhum dan 'ulama Islam agar kita menyadari dan bangkit memperbaiki kondisi kaum Muslimin untuk mencapai kejayaan. Mudah-mudahan kita dapat memahami dan mengamalkan, yaitu dengan meninggalkan perayaan tersebut. Perayaan yang telah banyak menghabiskan harta dan tenaga, akan tetapi justru merusak agama dan 'amal kita.

Bersambung...

===

(15) Beliau bernama 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin 'Abdirrahman bin Baaz, dilahirkan tahun 1330 H di Riyadh. Beliau seorang 'alim besar abad ini dan menjadi mufti agung kerajaan Saudi Arabia menggantikan Syaikh Muhammad bin Ibrahim 'Ali asy-Syaikh sampai meninggal tahun 1420 H.

(16) Lihat catatan kaki kitab Fatawa Lajnah Daimah 3/64-66.

===

Maraji'/ Sumber:
Majalah as-Sunnah, Upaya menghidupkan sunnah, Edisi 06/ Tahun VI/ 1423-2002 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog