Apakah perayaan Isra' Mi'raj bid'ah? (3)
Adapun dalil dalam al-Qur-an, Allah berfirman:
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dna telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agamamu."
(Qur-an Surat al-Maa-idah: ayat 3)
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur-an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
(Qur-an Surat an-Nisa'(4): ayat 59)
Kembali kepada Allah berarti kembali kepada al-Qur-an, dan kembali kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berarti merujuk kepada sunnahnya setelah beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meninggal dunia.
Demikian juga firman-Nya:
"Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Qur-an Surat Ali 'Imran (3): ayat 31)
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih."
(Qur-an Surat an-Nur (24): ayat 63)
Adapun dalil dalam Sunnah:
Pertama, hadits shahih dalam kitab Shahihain dari 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
"Siapa yang membuat-buat dalam perkaraku (agamaku) ini, sesuatu yang bukan darinya maka dia tertolak."
(Riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim)
"Barangsiapa yang beramal satu 'amalan yang tidak ada perintahku padanya maka dia tertolak."
(Riwayat Imam Muslim)
Kedua, riwayat Imam at-Tirmidzi dan beliau shahihkan; Imam Ibnu Majah, Imam Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dari Irbaadh bin Saariyah radhiyallaahu 'anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
"Hati-hatilah dari hal yang baru, karena setiap hal yang baru itu bid'ah."
Ketiga, riwayat Imam Ahmad, Imam al-Bazzar dari Ghadhiif bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
"Tidaklah satu kaum berbuat bid'ah kecuali dihilangkan sepertinya dari Sunnah."
Dan diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dengan lafazh:
"Tidak ada ummat yang melakukan kebid'ahan setelah Nabinya, kecuali dihilangkan semisalnya dari Sunnah."
Keempat, riwayat Imam Ibnu Majah, Imam Ibnu Abi Ashim dari Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda,
"Allah enggan menerima 'amalan pelaku bid'ah sehingga (dia) meninggalkan kebid'ahannya."
Dan dalam riwayat Imam ath-Thabrani dengan lafazh:
"Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua pelaku bid'ah sehingga meninggalkan kebid'ahannya."
Adapun Istishhaab.
Hal ini tidak ada dasar perintahnya. Pada asalnya peribadahan bersifat tauqifiyah. Sehingga tidak dikatakan, 'ibadah ini disyari'atkan kecuali ada dalil al-Kitab (al-Qur-an), as-Sunnah dan ijma' (yang melarangnya). Dan tidak pula dikatakan, ini diperbolehkan karena termasuk maslahat mursalah, istihsan (anggapan baik), qiyas (analogi) atau ijtihad. Karena permasalahan 'aqidah, 'ibadah dan hal-hal yang telah ada ketentuannya (dalam syari'at), seperti pembagian warisan dan pidana termasuk perkara yang tidak ada tempat bagi hal-hal tersebut.
Adapun akal.
Dikatakan, seandainya hal ini disyari'atkan, tentunya beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam orang pertama yang melaksanakannya. Hal ini jika pengagungannya dikarenakan isra' dan mi'raj.
Jika untuk mengingat perjuangan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam (sebagaimana dilakukan dengan perayaan maulid Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam), maka (mestinya) Abu Bakar radhiyallaahu 'anhu lah orang yang pertama melakukannya, lalu 'Umar, 'Utsman, 'Ali, setelah mereka yaitu para shahabat radhiyallaahu 'anhum sesuai dengan kedudukan mereka di sisi Allah, kemudian para tabi'in dan orang yang setelah mereka dari para imam agama. Padahal tidak seorangpun dari mereka melakukan hal tersebut, walaupun sedikit. Maka cukuplah kita melakukan apa yang telah mencukupkan mereka." (13)
Beliau pun berfatwa dalam kitab Fatawa wa Rasail, "Peringatan isra' dan mi'raj merupakan perkara batil dan satu kebid'ahan. Semacam ini merupakan sikap meniru orang yahudi dan nashrani dalam memuliakan hari yang tidak diagungkan syari'at. Pemilik kedudukan tinggi Rasulullah Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lah yang menetapkan syari'at. Dialah yang menjelaskan halal dan haram. Kemudian juga para Khulafa' Rasyidin. Dan imam petunjuk dari para shahabat dan tabi'in tidak pernah diketahui melakukan peringatan tersebut." Kemudian berkata lagi, "Maksudnya perayaan peringatan isra' dan mi'raj merupakan bid'ah maka tidak boleh berserikat dalam hal tersebut." (14)
Bersambung...
===
(13) Lihat kitab al-Bida' al-Hauliyah halaman 276-279 menukil dari kitab Fatawa wa Rasail asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim 3/97-100.
(14) Lihat kitab al-Bida' al-Hauliyah halaman 276-279 menukil dari kitab Fatawa wa Rasail asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim 3/103.
===
Maraji'/ Sumber:
Majalah as-Sunnah, Upaya menghidupkan sunnah, Edisi 06/ Tahun VI/ 1423-2002 M.
===
Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT