Skip to main content

Tafsir wanita: Hukum Ilaa'

Tafsir wanita

Surat al-Baqarah

Hukum Ilaa'

Allah berfirman,

"Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazzam (bertetap hati untuk) talak (bercerai), maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 226-227)

Al-Baghawi dalam tafsirnya 1/264 berkata, "Bahwa firman-Nya, 'Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya).' Yang dimaksud dengan yu'luuna dalam ayat itu adalah yahlifuuna (bersumpah) sedang al-alyah berarti sumpah. Dan kemudian yang dimaksud dengan hal itu dalam ayat ini adalah bersumpah untuk tidak mencampuri isteri dalam hubungan seks."

Qatadah berkata, "Ilaa' adalah merupakan bentuk talak pada masa jahiliyah." Sa'id bin al-Musayyab berkata, "Ini adalah kebiasaan orang-orang jahiliyah, jika seseorang di antara mereka tidak menyukai isterinya dan dia juga tidak ingin orang lain menikah dengannya, maka dia bersumpah bahwa dia tidak akan mendekatinya untuk selamanya. Lalu dia meninggalkannya, tidak sebagai janda dan tidak pula sebagai seorang isteri yang punya suami (tidak mencerainya, sehingga orang lain bisa menikahinya dan tidak pula menggaulinya sebagaimana layaknya suami isteri, -edit). Kaum muslimin juga pernah melakukan hal seperti itu pada masa awal-awal perkembangan Islam, lalu kemudian Allah akhirnya menetapkan sebuah ketentuan jangka waktu tertentu (maksimal empat bulan, kemudian setelah itu harus mengambil keputusan, apakah mencerainya atau menggaulinya layaknya suami isteri).

Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Kebanyakan mereka berpendapat bahwa jika seorang suami telah bersumpah untuk tidak mendekati isterinya selamanya atau dalam jangka waktu melampaui batas waktu empat bulan, maka berarti dia telah melakukan ilaa', dan dalam jangka waktu selama empat bulan itu tidak apa-apa dia lakukan. Tapi manakala sudah lewat empat bulan, maka hendaklah hal itu dihentikan, dan sang suami harus diperintahkan mengambil pilihan, untuk ruju' dengan isterinya (fay') atau mentalaknya, setelah ada tuntutan dari sang isteri.

Sedangkan makna fay' di sini adalah ruju' kembali dari apa yang telah dikatakan, dengan cara menggauli isterinya (hubungan seks) jika dia mampu. Jika tidak, maka hal itu hendaklah dia nyatakan dengan ucapan.

Jika dia tidak mau melakukan ruju, maka sang penguasa (pengadilan) berhak untuk menyatakan bahwa dia telah melakukan talak satu terhadap isterinya. Pendapat ini adalah pendapat 'Umar, 'Ustman, 'Ali, Abu Darda', dan Ibnu 'Umar ra-dhiyallaahu 'anhum.

Sulaiman bin Yasar berkata, "Aku sempat bertemu dengan lebih dari sepuluh Shahabat Rasulullah (shallallaahu 'alaihi wa sallam), dan semuanya mengatakan bahwa ilaa' yang melampaui batas waktu yang telah ditentukan hendaknya dihentikan." Pendapat ini pula yang menjadi pendapat Sa'id bin Jubair, Sulaiman bin Yasar dan Mujahid. Imam Malik, Imam asy-Syafi'i, Imam Ahmad dan Ishaq juga berpendapat seperti itu.

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun. Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Editor: Farida Muslich Taman, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary Ibnu Ahmad al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT