Surat al-Baqarah
Hukum Bersenggama di Dubur Seorang Isteri (2)
Sedangkan yang dimaksud dengan firman-Nya, "Dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu." Maknanya, kerjakan amalan yang akan menyebabkan kalian mendapatkan Surga, kemuliaan. Hal ini serupa dengan seseorang ketika mengatakan kepada orang lain: Lakukan untuk dirimu amal shalih. Ini selaras dengan firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala yang berbunyi, "Dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS. Al-Baqarah: 197)
Yang serupa dengan lafazh taqdim (mendahulukan lafazh yang semestinya di akhir) di atas adalah, apa yang Allah kisahkan tentang kelompok ahli Neraka dalam firman-Nya, "Karena kamulah yang menjerumuskan kami ke dalam adzab, maka amat buruklah Jahannam itu sebagai tempat menetap." (QS. Shaad: 60)
Jika dikatakan: Bagaimana keterkaitan perkataan ini dengan apa yang ada sebelumnya?
Kami katakan: Dinukilkan dari 'Abdullah bin 'Abbas (ra-dhiyallaahu 'anhuma), dia berkata, "Maknanya yaitu, menyebut-nyebut sesuatu pada saat jima' adalah hal yang harus dihindari." Sedangkan dalam pandanganku, sesungguhnya yang dimaksud dengan firman-Nya, "Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam," adalah sebagai peringatan terhadap segala sebab dibolehkannya berhubungan intim.
Seakan-akan di sini disebutkan: Mereka -wanita-wanita itu-, sesungguhnya syari'at membolehkan bagimu untuk berhubungan dengan mereka, karena mereka adalah ladang bagi kalian, yakni penyebab lahirnya anak kalian.
Kemudian setelah itu, Allah berfirman, "Maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki," yakni karena alasan dibolehkannya kalian berhubungan dengan mereka adalah agar sampai pada ladang, maka datangilah ladangmu dan janganlah kalian mendatangi tempat yang bukan untuk meladang (menanam).
Dengan demikian firman Allah yang berbunyi, "Maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu," adalah menjadi dalil bahwa yang diizinkan hanyalah di tempat bercocok itu, dan selain di tempat itu adalah terlarang. Tatkala ayat itu mencakup izin pada salah satu dari dua tempat itu dan melarang tempat yang lain, maka bisa dipastikan maksud firman Allah, "Dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu," yakni janganlah kalian hanya terbelenggu oleh syahwat, hendaknya kalian melakukan apa-apa yang baik untuk diri kalian sendiri.
Kemudian Allah menegaskan kembali, "Dan bertakwalah kepada Allah," setelah itu untuk ketiga kalinya Allah menegaskan, "Dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya." Tiga peringatan keras yang datang berentetan ini tidak pantas disebutkan, kecuali jika sebelumnya telah didahului sebuah larangan terhadap sesuatu yang penuh gairah dan syahwat itu.
Dengan demikian, jelaslah bahwa apa yang ada sebelum ayat ini menunjukkan pada haramnya perbuatan, sedangkan setelah ayat ini menunjukkan pada haramnya perbuatan itu. Maka tampaklah bahwa madzhab yang shahih dalam tafsir ayat ini adalah apa yang menjadi pendapat jumhur ulama.
Sedangkan maksud firman Allah, "Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya."
Maka ketahuilah bahwa Allah telah menyebutkan tiga perkara ini:
Pertama: Dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu, maksudnya adalah melakukan ketaatan.
Kedua: Dan bertakwalah kepada Allah, maksudnya adalah hendaknya kamu meninggalkan larangan-Nya.
Ketiga: Dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Di dalamnya ada isyarat bahwa sesungguhnya Aku telah membebani kalian untuk membawa sesuatu yang berat dalam melakukan ketaatan dan meninggalkan larangan sebagai sesuatu yang sia-sia.
Sungguh betapa indahnya urut-urutan ini. Kemudian Allah berfirman, "Dan berilah kabar gembira terhadap orang-orang yang beriman," yang dimaksud dari ayat ini adalah, perhatian akan urutan yang menjadi kebiasaan dalam al-Qur-an. Yang menjadikan larangan selalu diikuti dengan janji. Artinya hendaknya orang-orang yang beriman diberi kabar gembira, khususnya yang berkenaan dengan pahala, sebuah kehormatan yang tidak perlu disebutkan, karena keutamaan hal itu sudah sama-saama dimaklumi.
Dengan demikian, maka firman Allah yang terakhir dalam ayat itu adalah serupa dengan firman-Nya yang lain, "Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin, bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah." (QS. Al-Ahzab: 47)
Berdasarkan itu semua, maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah, jangan sekali-kali memberikan kesempatan kepada suamimu berhubungan intim bukan di tempatnya. Yang dimaksud dengan tempatnya adalah tempat keluarnya bayi, yang tak lain adalah vagina. Baik dia mendatangimu dari depan ataupun dari belakang, namun yang terpenting janganlah dia sekali-kali berhubungan denganmu di dubur. Karena perbuatan itu menyerupai apa yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ('alayhis salaam), yang telah kita ketahui adzab apa yang Allah timpakan kepada mereka. Sebagaimana Rasulullah (shallallaahu 'alaihi wa sallam) juga mewanti-wanti kita tatkala bersabda, "Barangsiapa yang menggauli isterinya saat haidh, atau berhubungan intim di duburnya, atau dia mendatangi seorang tukang ramal, maka sesungguhnya dia telah ingkar dengan apa yang telah diturunkan kepada Muhammad." (1)
Dalam riwayat lain disebutkan, "Maka berarti dia telah berlepas diri dari apa yang Allah turunkan kepada Muhammad."
===
(1) HR. Abu Dawud 390n at-Tirmidzi 135, Ibnu Majah 639, dari hadits Abu Hurairah (ra-dhiyallaahu 'anhu). Hadits ini dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud.
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun. Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Editor: Farida Muslich Taman, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.
===
Abu Sahla Ary Ambary Ibnu Ahmad al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT