Skip to main content

Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat: Aurat Wanita dan Laki-laki yang Harus Ditutupi (2)

Hijabul Mar'ah wa libasuha fish shalah

Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat

Aurat Wanita dan Laki-laki yang Harus Ditutupi (2)

Adapun dalam shalat adalah soal lain, yaitu apabila seorang wanita melaksanakan shalat seorang diri, maka ia diperintahkan untuk menutup kepalanya dengan khimar (kerudung) (23), sedangkan di luar shalat, ia diperbolehkan membuka kepalanya di rumahnya. Mengenakan perhiasan di dalam shalat adalah berkaitan hak Allah. Maka, tidak seorangpun diperbolehkan berthawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang, sekalipun seorang diri di waktu malam. Ia juga tidak boleh melaksanakan shalat dalam keadaan telanjang, sekalipun sendirian. Maka, diketahuilah bahwa mengenakan "pakaian yang indah" dalam shalat tidak sama dengan mengenakan hijab dari pandangan orang. Keduanya merupakan hal yang memiliki hukum yang berbeda satu sama lain.

Karena itu, terkadang orang yang melaksanakan shalat harus menutupi apa yang boleh diperlihatkan di luar shalat dan terkadang ada bagian tubuh yang diperlihatkan seorang wanita dalam shalat, yang biasanya mesti ditutupinya dari pandangan kaum pria.

Contohnya untuk yang pertama adalah dua pundak. Karena Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki melaksanakan shalat dengan hanya mengenakan satu kain sedangkan di atas pundaknya tidak terdapat kain sedikitpun. (24) Ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dalam shalat. Sedangkan di luar shalat, ia diperbolehkan memperlihatkan kedua pundaknya di hadapan kaum pria.

Demikian halnya wanita merdeka. (25) Ia harus mengenakan khimar di dalam shalat. Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam: "Allah tidak akan menerima shalat seorang wanita yang telah baligh, tanpa mengenakan khimar. (26) Padahal ia tidak berkewajiban mengenakan khimar di hadapan suami dan orang-orang yang mempunyai hubungan mahram dengannya. Ia diperbolehkan untuk memperlihatkan perhiasan bathin (yang tersembunyi) untuk mereka, sedangkan di dalam shalat ia tidak diperbolehkan membuka kepalanya, baik di hadapan mereka maupun di hadapan selain mereka.

===

(23) Aku katakan: Hal itu berdasarkan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, "Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah baligh, kecuali dengan mengenakan khimar."

Hadits ini shahih, sebagaimana akan dijelaskan kemudian. Secara umum, hadits ini juga menyangkut wanita-wanita budak. Pengkhususan hadits ini hanya untuk wanita merdeka, sebagaimana akan dijelaskan oleh penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah), termasuk hal yang tidak aku ketahui alasannya. Sebaliknya, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang wanita budak, "Kenakanlah khimar." Aku mentakhrijnya dalam al-Hijab hal. 45. Ini menunjukkan bahwa wanita, baik budak maupun merdeka sama-sama wajib mengenakan khimar. Jadi, hadits ini memperkuat keumuman riwayat yang telah disebutkan.

(24) Muttafaq 'alaihi. Hadits ini juga ditakhrij dalam Shahih Abi Dawud 637 dan Irwa' al-Ghalil 275.

(25) Aku katakan: Pengkhususan kewajiban mengenakan khimar bagi wanita merdeka, tidak terdapat dalil yang menguatkannya, bahkan keumuman hadits tersebut menafikan pendapat itu. Lihat komentar terdahulu.

(26) Shahih, dikeluarkan oleh Abu Dawud dan lainnya. Takhrijnya juga terdapat dalam Irwa' al-Ghalil 196.

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Hijabul Mar'ah wa Libasuha fish Shalah, Penulis: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah, Pentahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat, Penerjemah: Hawin Murtadho, Editor: Muslim al-Atsari, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan kedua, Mei 2000.

===

Abu Sahla Ary Ambary Ibnu Ahmad al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog