Skip to main content

Tafsir wanita: Hukum Ilaa' (2)

Tafsir wanita

Surat al-Baqarah

Hukum Ilaa' (2)

Sebagian ulama ada yang berkata, "Jika telah lewat dari empat bulan, maka jatuhlah talak ba'in (1) atasnya. Ini adalah pendapat Ibnu 'Abbas dan Ibnu Mas'ud (ra-dhiyallaahu 'anhum). Pendapat ini juga merupakan pendapat Sufyan ats-Tsauri dan para ahli fikih aliran rasional."

Sa'id bin Musayyab dan az-Zuhri berkata, "Jatuhlah atassnya talak raj'i (2) andaikata dia bersumpah untuk tidak menggauli isterinya kurang dari empat bulan, seperti ini dia bukan seorang suami yang melakukan ilaa', dia posisinya hanya sebagai seorang yang bersumpah. Maka jika dia menggaulinya sebelum masa yang telah disebutkan, wajib baginya untuk membayar kafarah (tebusan) sebagai orang yang bersumpah. Jika dia bersumpah untuk tidak menggauli isterinya selama empat bulan, maka dia juga tidak dianggap melakukan ilaa', dalam pandangan orang yang berpendapat bahwa hendaknya dihentikan setelah berlalu empat bulan. Sebab adanya waktu merupakan syarat untuk penghentian dan tuntutan untuk ruju' ataupun talak. Sementara, waktunya telah lewat. Sedangkan bagi mereka yang mengatakan bahwa harus dihentikan, maka bagi mereka dia termasuk orang yang melakukan ilaa', dan talak pun jatuh setelah berlalunya waktu.

Sedangkan yang dimaksud dengan firman-Nya, "Diberi tangguh empat bulan lamanya," yakni menunggu selama empat bulan. "Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya)," yakni dia ruju' dari sumpah itu dengan menggauli isterinya, "Maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," yakni dan jika dia menggauli isterinya maka dia telah keluar dari ilaa', dan wajib baginya untuk membayar kafarah sumpah sebagaimana dikatakan oleh sebagian besar ulama."

Hasan, Ibrahim, an-Nakhai dan Qatadah berkata, "Tidak ada kaffarah baginya, sebab Allah menjanjikan atasnya ampunan." Dia berfirman, "Maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Dalam pandangan kebanyaka ulama, ini adalah dalam hal penjatuhan hukuman dan bukan dalam hal yang berhubungan dengan kaffarah. Maka andaikata seorang suami berkata kepada isterinya; Jika aku mendekatimu, maka budakku merdeka atau kau menjadi wanita yang tertalak, atau dia mengatakan; Demi Allah, wajib bagiku untuk membebaskan budak atau puasa atau shalat. Maka orang yang seperti itu, dia berarti telah melakukan ilaa'. Sebab seorang yang melakukan ilaa' (muwali) itu adalah seseorang yang wajib baginya untuk berhubungan intim. Dan yang demikian, dihentikan setelah berlalunya waktu. Jika dia kembali (ruju') maka jatuh talak atau jatuh keharusan untuk membebaskan budak sebagaimana yang dia ucapkan. Jika dia komitmen dengan dzimmah (beban), maka wajib baginya untuk membayar sumpah, ini dalam satu pendapat. Sedangkan dalam pendapat yang lain disebutkan bahwa dia wajib untuk membebaskan budak, shalat ataupun puasa."

Aku katakan; Dengan demikian, ilaa' maknanya adalah bersumpah untuk tidak mendekati isteri. Kata ini diambil dari akar kata Aalaa 'alaa kadzaa yuwali dengan masdar ilaa' dan aliyah. Jika seseorang bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Di zaman jahiliyah jika seorang suami marah pada isterinya, maka dia akan bersumpah untuk tidak mencampurinya selama setahun atau dua tahun, atau dia tidak akan mencampurinya selama-lamanya. Dan dia melakukan sumpahnya itu tanpa ada celaan atau tanpa merasa dosa apapun sehingga perempuan itu menjalani hidupnya dalam keadaan terkatung-katung. Dia tidak berposisi sebagai seorang isteri yang menikmati hak-hak seorang isteri dan tidak pula dia sebagai seorang wanita yang ditalak sehingga dia bisa menikah lagi dengan orang lain, sehingga Allah memberikan kelapangan dari karunia-Nya. Maka tatkala Islam datang, dia datang dengan memperlakukan wanita dengan cara yang sangat adil dan dia menetapkan dalam ilaa' beberapa hukum yang dangat meringankan bahaya yang bisa menimpanya. Islam memberikan batasan bagi orang yang melakukan ilaa' hanya dalam jangka waktu empat bulan, dan setelah itu; dia diwajibkan untuk ruju' dan menggauli isterinya dengan baik atau dia harus mentalaknya. Sebagaimana yang Allah firmankan, "Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazzam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Sebagaimana juga ditegaskan, bahwaa sumpah itu hendaknya dengan nama Allah, atau dengan salah satu sifat dari sifat-sifat-Nya. Ini sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah (shallallaahu 'alaihi wa sallam), "Barangsiapa yang bersumpah, maka hendaknya diaa bersumpah karena Allah atau hendaknya dia diam." (3) Sebab bersumpah dengan selain Allah, bukanlah sumpah yang sesuaai dengan syari'at dan tidak dianggap sebagai sumpah.

===

(1) Adalah talak yang diharamkan bagi orang yang melakukannya untuk mencampuri isterinya, jika dia lakukan talak sekali atau dua kali, maka dia harus nikah lagi dan jika dilakukan talak tiga maka jika dia ingin menikah dengannya, sang isteri harus sudah menikah dengan orang lain, -penj.

(2) Yakni talak yang tidak diharamkan bagi suami untuk mencampuri isterinya yang telah digauli pada masa iddah tanpa menggunakan iwadh (tebusan). Isteri yang ditalak raj'i hukumnya adalah seperti hukum yang berlaku pada isteri yang belum ditalak dalam hal pemberian nafkah, tempat tinggal dan yang lainnya hingga berakhir masa 'iddahnya, -penj.

(3) HR. Al-Bukhari 2679 dan Muslim 1646 dari hadits Ibnu 'Umar (ra-dhiyallaahu 'anhuma).

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun. Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Editor: Farida Muslich Taman, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary Ibnu Ahmad al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog