Skip to main content

Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat: Aurat Wanita dan Laki-laki yang Harus Ditutupi (3)

Hijabul Mar'ah wa libasuha fish shalah

Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat

Aurat Wanita dan Laki-laki yang Harus Ditutupi (3)

Kebalikannya adalah mengenai wajah, dua tangan, dan dua telapak kaki. Seorang wanita, berdasarkan pendapat yang paling shahih di antara dua pendapat yang ada, tidak diperbolehkan untuk memperlihatkan bagian-bagian tubuh tersebut kepada kaum pria ajnabi, bahkan ia tidak diperbolehkan memperlihatkan apapun selain pakaian, tidak sebagaimana hukum sebelum adanya naskh.

Tetapi, bagian-bagian tersebut tidak wajib ditutupnya berdasarkan pendapat yang disepakati oleh kaum muslimin. Bahkan, berdasarkan ijma', ia diperbolehkan memperlihatkan wajahnya, sekalipun ini termasuk perhiasan bathin. Demikian halnya kedua tangan, boleh diperbolehkan menurut pendapat jumhur 'ulama, seperti (Imam) Abu Hanifah, (Imam) asy-Syafi'i, dan 'ulama lainnya. Ia juga merupakan salah satu dari dua riwayat yang berasal dari Imam Ahmad. Demikian pula dua telapak kaki, boleh diperlihatkan menurut Imam Abu Hanifah, dan merupakan pendapat yang paling kuat. Karena 'Aisyah ra-dhiyallaahu 'anhuma menganggapnya perhiasan lahir. Ia berkata mengenai firman Allah: "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak darinya," (27) katanya: "Yang dimaksudkan adalah fatakh"; yaitu cincin perak yang dikenakan di jari-jari kaki. (28) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. Ini merupakan dalil bahwa dahulu kaum wanita menampakkan telapak kaki mereka, sebagaimana pula menampakkan wajah dan dua telapak tangan. Dulu mereka memanjangkan bagian bawah pakaian mereka. Ketika berjalan, kadang-kadang telapak kakinya tampak. Saat itu, mereka belum mengenakan sepatu bila berjalan. Menutup bagian kaki ini di dalam shalat merupakan kesulitan besar. Sedangkan Ummu Salamah (ra-dhiyallaahu 'anha) saja berkata: "Seorang wanita melakukan shalat dengan kain yang menutup hingga punggung telapak kakinya. (29) Tetapi apabila ia bersujud, kadang-kadang bagian bawah telapak kakinya terlihat."

Ringkasnya, berdasarkan nash dan ijma', di dalam shalat ia tidak berkewajiban mengenakan jilbab yang biasa menutupi seluruh tubuhnya, bila shalat tersebut dilakukannya di dalam rumah. Itu hanya wajib dikenakannya apabila ia keluar dari rumahnya. Jadi shalatnya di rumahnya sah sekalipun wajah, kedua tangan, dan telapak kakinya terlihat. Ini sebagaimana keadaan mereka ketika berjalan pada masa sebelum diperintahkan menurunkan jilbab mereka. Jadi, aurat di dalam shalat tidaklah berkaitan dengan aurat yang tidak boleh dilihat. Ketika Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu menyatakan bahwa perhiasan lahir adalah pakaian, ia tidka mengatakan bahwa seluruh tubuh wanita, hingga kukunya sekalipun, merupakan aurat. Ini adalah perkataan Imam Ahmad, maksudnya bahwa seorang wanita harus menutupinya di dalam shalat. Memang para fuqaha menamakan bab yang membahas pakaian shalat dengan, "Bab Menutup Aurat", tetapi lafazh yang demikian ini bukan dari Rasulullah (shallallaahu 'alaihi wa sallam), tidak berasal dari al-Qur-an maupun as-Sunnah. Apa yang harus ditutup orang yang melaksanakan shalat tidak identik dengan aurat. Bahkan, Allah Ta'ala berfirman:

"Kenakanlah pakaianmu yang indah pada setiap kali memasuki masjid." (30)

===

(27) QS. An-Nur: 31.

(28) Dalam an-Nihayah disebutkan: Fatakh adalah jama' dari Fatakhah, artinya cincin besar yang dikenakan di tangan, kadang-kadang juga dikenakan pada jari-jari kaki. Dalam al-Qamus juga disebutkan semacam itu.

(29) Aku katakan: Mengenai hal ini ada riwayat yang marfu' hingga Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi tidak shahih. Baik yang marfu' maupun yang mauquf tidak shahih, sebagaimana aku jelaskan dalam Dha'if Abi Dawud.

(30) QS. Al-A'raf: 31.

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Hijabul Mar'ah wa Libasuha fish Shalah, Penulis: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah, Pentahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat, Penerjemah: Hawin Murtadho, Editor: Muslim al-Atsari, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan kedua, Mei 2000.

===

Abu Sahla Ary Ambary Ibnu Ahmad al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog