Surat al-Baqarah
Hukum Ilaa' (3)
Mungkin salah satu hikmah dari sikap syari'at yang demikian terhadap masalah ilaa' adalah bahwa membiarkan seorang isteri adalah dianggap sebagai salah satu cara untuk memberi didikan (pelajaran) terhadapnya. Seperti saat dia tidak peduli dengan urusan rumah tangganya atau berlaku tidak baik terhadap suaminya atau masalah-masalah lain yang mengharuskan bagi seorang suami untuk memberikan pelajaran kepadanya. Sehingga dengan adanya tindakan ini, dia bisa kembali pada sikap dewasanya dan kembali melakukan tindakan-tindakan yang benar dan lurus. Dalam kondisi demikian, seorang suami bisa menempuh tindakan ilaa' ini dengan bertekad untuk tidak mendekati isterinya sebagai sarana untuk pendidikan dan sebagai usaha untuk memperbaiki isterinya itu, atau untuk tujuan-tujuan lain yang disyari'atkan agama. Dengan demikian, syari'at Islam tidak sepenuhnya menghapus total praktek ilaa' itu, dengan harapan ia bisa dijadikan sebagai jalan keluar jika memang dia membutuhkan.
Lalu pertanyaan yang kemudian muncul adalah jika waktu ilaa' itu telah berakhir -yakni empat bulan- namun ternyata sang suami yang melakukan ilaa' itu tidak juga mau kembali (ruju'), maka apa yang terjadi?
Mayoritas ulama berpendapat, bahwa jika waktu ilaa' itu telah berakhir, maka hendaknya seorang suami yang melakukan ilaa' itu dihentikan dan diberi tawaran untuk memilih apakah dia akan ruju' kembali atau dia akan mentalak isterinya. Jika demikian adanya, maka jatuhlah talak ba'in atasnya. Artinya tidak boleh bagi seorang suami untuk ruju' kembali kepada isterinya. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, mereka mengatakan: Talak jatuh sejak selesainya masa yang telah ditentukan.
Dengan apa ruju' itu bisa terjadi?
Dengan jima' jika suami sanggup melakukannya, atau cukup dengan ungkapan kata-kata jika dia tidak sanggup melakukannya. Sebagian ulama mengatakan, bahwa ruju' itu bisa dinyatakan (ditentukan) dengan cara bicara suami yang baik dan bergaul dengannya dengan cara yang baik pula.
Lalu apa yang wajib dia lakukan setelah itu?
Wajib bagi seorang suami yang telah ruju' itu, yang telah bersumpah dengan sumpahnya, untuk menebusnya dengan tebusan (kaffarat) yang telah sama-sama kita ketahui. Yakni memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi mereka pakaian, atau membebaskan budak atau jika tidak, maka hendaknya dia puasa selama tiga hari.
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun. Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Editor: Farida Muslich Taman, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.
===
Abu Sahla Ary Ambary Ibnu Ahmad al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT