Anda dan Harta di Dunia
Orang Muslim dan Harta (2)
Sesungguhnya orang muslim mengetahui cara memanfaatkan hartanya di dunia, maka dia berbuat berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam,
"Keturunan Adam berkata: Hartaku, hartaku. Tidak ada yang menjadi milikmu, wahai anak Adam, kecuali apa yang engkau makan kemudian hilang, apa yang engkau pakai kemudian usang dan apa yang engkau dermakan kemudian berlalu." (1)
Maka dia gunakan hartanya untuk membantu ibadahnya. Makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain, jika semuanya mudah maka hati akan tenang dalam beragama dan beribadah. Apa yang membantu untuk ibadah, maka ia juga ibadah. Begitu juga menggunakan harta untuk menyuguhkan tamu, membantu orang yang membutuhkan, memberi hadiah dan lain-lain. Ini semua karena seorang muslim mengerti akan maksud sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam,
"Siapakah dari kalian yang harta ahli warisnya lebih dicintai daripada hartanya sendiri?" Para Shahabat ra-dhiyallaahu 'anhum berkata, "Tidak seorang pun dari kami kecuali mencintai hartanya." Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya hartanya adalah apa yang telah ia gunakan dan harta yang ditinggal adalah harta ahli warisnya." (2)
Jadi, harta yang dibelanjakan di jalan yang baik dan bermanfaat itulah yang menjadi hartanya di dunia dan akhirat. Adapun yang ditinggalkan setelah mati maka menjadi milik ahli warisnya.
Mungkin juga harta itu menjadi teman yang buruk jika harta itu tidak didermakan sesuai anjurana agama. Atau hartanya itu membuat dia lupa dari mengingat Allah dan beribadah pada-Nya. Jika demikian maka hartanya tidak diberkahi Allah dan akan menjadi saksi atas pemiliknya di akhirat. Begitu juga, harta bisa saja menjadikan manusia sebagai teman setan karena dengan harta dia melanggar larangan-larangan Allah dalam firman-Nya:
"Janganlah kamu berbuat berlebih-lebihan. Sesungguhnya orang yang berlebih-lebihan adalah teman para setan. Sedangkan setan sangat kufur pada Rabbnya." (QS. Al-Isra': 26-27)
Sikap berlebih-lebihan (tabdzir) adalah membelanjakan harta dengan cara yang tidak dibenarkan. Orang yang berlebih-lebihan adalah teman setan, padahal setan kufur dan ingkar akan nikmat Allah. Dia tidak taat kepada Allah, bahkan durhaka kepada-Nya.
Islam memperbolehkan seseorang menerima apa yang halal, yang diberikan padanya oleh orang lain dengan syarat tidak meminta-minta. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
"Jika datang padamu sedikit harta seperti ini (harta yang diberi oleh orang lain), dan kamu tidak condong dan meminta, maka ambillah. Apa yang tidak demikian, maka janganlah dirimu berharap-harap." (3)
Apa yang tidak memenuhi syarat di atas, maka jangan diharap-harapkan. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
"Sesungguhnya harta itu indah dan manis. Barangsiapa mengambilnya dengan keringanan hati, maka harta itu akan diberkahi. Sedangkan barangsiapa mengambilnya dengan kecenderungan nafsu, maka tidak diberkahi. Seperti orang yang makan tapi tidak kenyang." (4)
Sesungguhnya orang muslim yang diberi kelebihan harta oleh Allah menghadapi cobaan dan rintangan dalam hartanya, dan mereka menjadikan hal itu sebagai hikmah.
Baca selanjutnya:
Kembali ke Daftar Isi buku ini.
Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.
===
(1) HR. Muslim dalam kitab az-Zuhdi.
(2) HR. Al-Bukhari, kitab ar-Riqaq, bab Ma Qaddama min Malihi Fahuwa Lahu.
(3) HR. Al-Bukhari, kitab az-Zakat.
(4) HR. Al-Bukhari, kitab az-Zakat, baba Ist'faf 'an al-Mas'alah.
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Anta wal maala, Penulis: Syaikh Adnan ath-Tharsyah, Penerbit: Maktabah Wahbah - Kairo, Judul terjemah: Anda dan harta, Penerjemah: Taufik Damas Lc, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan I, Juli 2004 M.
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT