Skip to main content

Adakah Larangan Maulidan?

Adakah Larangan Maulidan?

Bila mereka bertanya: Adakah larangannya dalam agama yang melarang perayaan maulidan?

Maka Ahlus Sunnah menjawab dengan dua jawaban:

Jawaban pertama:

Ahlus Sunnah menjawab: Ya, jelas ada larangannya dalam agama, bahkan mereka yang merayakannya terancam adzab di dunia dan akhirah, dan mereka telah berbuat dosa besar dalam agama -dengan rincian dalam masalah ini. Akan tetapi sebelum dijelaskan tentang dalil-dalilnya satu persatu, Ahlus Sunnah juga berhak untuk balik bertanya kepada mereka: Bolehkah seseorang shalat Shubuh 4 raka'at?

Jawabnya pasti tidak boleh.

Ahlus Sunnah bertanya lagi: Mengapa tidak boleh?

Jawabnya pasti karena amalan seperti itu (yakni shalat Shubuh 4 raka'at) tidak pernah dicontohkan dan ditetapkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Dan yang ditetapkan oleh beliau hanyalah shalat Shubuh 2 raka'at saja. (136)

Kalau Ahlus Sunnah bertanya: Adakah larangannya dalam agama yang melarang pelaksanaan shalat Shubuh 4 raka'at?

Jawabnya pasti ada, yakni secara umum larangan dari berbuat bid'ah dan larangan menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.

Maka begitu juga Ahlus Sunnah menetapkan larangan agama dalam hal perayaan maulidan. Kalau kita terapkan dialog di atas terhadap perkara maulidan. Maka akan jadi seperti di bawah ini:

Kalau ditanyakan kepada Ahlus Sunnah: Bolehkah seseorang muslim merayakan maulidan?

Jawabnya pasti tidak boleh.

Bila mereka bertanya: Mengapa tidak boleh?

Jawabnya pasti karena amalan tersebut tidak pernah dicontohkan dan ditetapkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.

Yakni sebagaimana Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak pernah menetapkan dan mencontohkan shalat Shubuh 4 raka'at, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam juga tidak pernah menetapkan dan mencontohkan untuk merayakan perayaan maulidan (hari ulang tahun beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam).

Kalau ditanya: Adakah larangannya dalam agama tentang pelaksanaan maulidan?

Jawabnya pasti ada, yakni secara umum larangan dari berbuat bid'ah dan larangan menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Karena perayaan maulidan termasuk dari perkara bid'ah dan termasuk dalam perkara yang menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.

Ahlus Sunnah melanjutkan: Adapun dalil dan bukti bahwasanya ada larangan agama dari berbuat bid'ah dan menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka rinciannya adalah sebagai berikut:

Dalil pertama:

Firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala:

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu."
(Qur-an Surah al-Maa-idah (5): ayat 3)

Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda:

"Tidak ada sesuatupun yang mendekatkan (kamu) ke Surga dan menjauhkan (kamu) dari Neraka melainkan sesungguhnya telah dijelaskan." (137)

Untuk itu, Imam Malik bin Anas rahimahullaah berkata:

"Barangsiapa yang berbuat bid'ah di dalam Islam, kemudian dia menganggap bahwa perbuatannya itu baik, maka berarti dia telah menuduh bahwa Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah berbuat khianat di dalam mengemban Risalah Allah, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah berfirman, 'Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu', maka apa yang tidak menjadi ajaran agama pada hari ayat ini diturunkan, maka hal itu juga tidak akan menjadi ajaran agama pada hari ini."

Maka kita katakan, "Kejahatan apakah yang lebih besar daripada menuduh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkhianat kepada Allah dalam menyampaikan Risalah (ajaran)-Nya?!"

Untuk itu pula, tidak berlebihan kiranya bila Ahlus Sunnah mengatakan bahwa perbuatan bid'ah itu adalah sebuah kemaksiatan dan dosa. Yang pelakunya diancam dengan adzab dan ancaman lainnya. Jadi, kalau kita mencela orang-orang yang mencuri, berzina, minum khamar dan yang semisalnya, maka selayaknyalah kita juga mencela mereka yang melakukan perbuatan bid'ah dalam agama, dan dalam hal ini adalah perbuatan merayakan maulidan.

Bila kita telah mengetahui bahwa merayakan maulid itu adalah perbuatan yang tidak pernah dicontohkan dan ditetapkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka tahulah kita bahwa perayaan maulidan itu termasuk perbuatan bid'ah, yang berarti pelakunya secara tidak langsung telah menuduh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berlaku khianat kepada Allah dalam menyampaikan Risalah (ajaran)-Nya. Dan itu juga berarti bahwa merayakan maulidan terlarang dalam Islam.

Bersambung...

===

(136) Perlu untuk diketahui bahwa penetapan jumlah raka'at di dalam shalat yang lima waktu itu hanya terdapat di dalam Sunnah, dan tidak terdapat di dalam al-Qur-anul Karim. Dan kita melaksanakan shalat Shubuh 2 raka'at, shalat Zhuhur 4 raka'at dan seterusnya berdasarkan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, baru kemudian menjadi ijma' (kesepakatan) kaum muslimin.

(137) Shahih: Hadits shahih riwayat Imam ath-Thabrani dan yang lainnya, lihat takhrijnya di dalam kitab al-Masaa-il jilid 1 halaman 77 dan kitab Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah halaman 41 (cetakan kedua). Lihat pula kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah nomor 1803.

===

Maraji'/ Sumber:
Judul buku: Benarkah Shalahuddin al-Ayubi merayakan Maulid Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam?, Penulis: Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa rahimahullaah, Muraja'ah: Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullaah, Penerbit: Maktabah Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Jakarta - Indonesia, Cetakan ketiga, Syawwal 1435 H/ Agustus 2014 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT