Skip to main content

Adakah Larangan Maulidan? (3)

Adakah Larangan Maulidan? (3)

Dalil keempat:

Firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala:

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
(Qur-an Surah an-Nisa' (4): ayat 115)

Berdasarkan ayat di atas, maka para pelaku bid'ah -di antaranya mereka yang merayakan maulidan, setelah jelas baginya petunjuk Nabi saw- diancam dengan adzab Neraka.

Ancaman yang ada dalam ayat di atas juga sesuai dengan apa yang terkandung dalam hadits iftiraqul ummah, yakni mengancam mereka yang berbuat bid'ah dan tidak mengikuti jalan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para Shahabatnya radhiyallaahu 'anhum dengan Neraka, dimana Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

Sungguh akan terjadi pada ummatku, apa yang telah terjadi pada ummat bani Israil sedikit demi sedikit... dan sesungguhnya bani Israil pun terpecah menjadi tujuh puluh dua millah. Dan ummatku juga akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang semuanya di Neraka kecuali satu millah," (para Shahabat) bertanya, "Siapa mereka wahai Rasulullah?" Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "(Mereka yang selamat dari Neraka itu adalah mereka yang) mengikuti jalan yang aku dan para Shahabatku berada di atasnya." (140)

Dan juga hadits yang diriwayatkan oleh 'Auf bin Malik radhiyallaahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam,

Yahudi berpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, satu masuk Surga dan yang tujuh puluh di Neraka. Dan nashrani berpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, yang tujuh puluh satu golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang satu di Surga, dan yang tujuh puluh dua golongan di Neraka," ditanyakan kepada beliau, "Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjawab, "Al-Jama'ah." (141)

Dan juga hadits Mu'awiyyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu 'anhu:

Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab berpecah menjadi tujuh puluh dua millah (golongan) dan sesungguhnya millah (agama) ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang tujuh puluh dua (golongan) di Neraka dan yang satu di Surga, yaitu: al-Jama'ah. (142)

Adapun hadits yang menyelisihinya, maka hadits tersebut tidak sah, yaitu hadits yang berbunyi:

Ummatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya di Surga, kecuali kaum zindiq. (143)

Apabila kita telah mengetahui bahwa pelaku bid'ah itu diancam dengan ancaman Neraka, maka tahulah kita bahwa perbuatan bid'ah itu dapat masuk dalam kategori dosa besar. (144)

Karena pengertian dosa besar menurut para 'ulama antara lain adalah:

Setiap perbuatan dosa yang diancam pelakunya dengan laknat, atau kemurkaan Allah, atau diancam dengan adzab Neraka, maka itulah yang dimaksud dengan al-Kabaa-ir (dosa besar). (145)

Bahkan sebagian 'ulama mengatakan:

Sesungguhnya ahli bid'ah itu keadaan mereka lebih buruk daripada keadaan para pelaku dosa yang terlahir dari dorongan syahwat dengan dasar Sunnah dan ijma' (kesepakatan 'ulama), karena Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah memerintahkan kita untuk membunuh kaum khawarij, akan tetapi beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang kita untuk membunuh para penguasa yang berbuat zhalim, dan beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam juga telah bersabda kepada seorang shahabat yang meminum khamr: "Jangan kamu laknat orang ini, karena sesungguhnya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya" (146)...dan kaidah ini telah ditetapkan berdasarkan kepada dalil-dalil yang banyak, sebagaimana telah kami terangkan di dalam kaidah-kaidah yang sebelum ini. Kemudian, perlu untuk diketahui bahwa para pelaku maksiat, kesalahan mereka adalah lantaran mereka mengerjakan apa yang dilarang (dalam agama), seperti: mencuri atau berzina atau minum khamr (minuman yang memabukkan) atau memakan harta dengan cara yang batil. Sedangkan para pelaku bid'ah (ahli bid'ah), kesalahan mereka adalah lantaran mereka telah meninggalkan perintah agama untuk mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan mengikuti jama'ahnya para shahabat...dan ini adalah perbuatan meninggalkan kewajiban. (147)

Padahal telah sama-sama diketahui bahwa dosa meninggalkan perintah (kewajiban) agama itu dosanya lebih besar daripada mengerjakan larangan. Karena dosa iblis adalah lantaran ia meninggalkan perintah Allah untuk sujud kepada Adam 'alaihis salaam. Sedangkan dosa Adam adalah mengerjakan larangan, dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengampuni dosa Adam. Secara umum dosa meninggalkan perintah itu didasari dengan kesombongan untuk mentaati Allah, sedangkan dosa melakukan larangan itu didasari oleh nafsu syahwat. Wallaahu a'lam.

Bila kita telah mengetahui bahwa merayakan maulidan itu termasuk perbuatan yang tidak pernah dicontohkan dan ditetapkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka tahulah kita bahwa perayaan maulidan itu termasuk ke dalam perbuatan bid'ah, yang pelakunya berarti telah melakukan perbuatan dosa besar. Itu juga berarti bahwa merayakan maulidan itu sangat terlarang dalam Islam.

Bersambung...

===

(140) Hasan: Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi nomor 2641 dan ini lafazhnya, Imam al-Hakim 1/128-129 dan yang lainnya dari 'Abdullah bin 'Amr bin Ash. Lihat kitab Shahih Jami' ash-Shaghir nomor 5343, kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah 1/358.

(141) Hasan: Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah nomor 3992, dan Imam Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab as-Sunnah nomor 63 dengan sanad yang hasan sebagaimana yang dikatakan Syaikh Salim al-Hilali dalam kitab Bashaa-ir Dzawusy Syaraf halaman 67.

(142) Hasan: Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud nomor 4597 dan ini lafazhnya, Imam Ahmad 4/102, Imam ad-Darimi 2/158, Imam al-Hakim 1/128, dan yang lainnya, dengan sanad yang hasan. Lihat kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah nomor 204.

(143) Maudhu' (Palsu). Hadits ini adalah hadits yang maudhu' (palsu), sebagaimana yang dikatakan oleh para 'ulama ahli hadits, seperti Imam Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhu'at 1/267, Imam Ibnu 'Araq dalam kitab Tanzihusy Syari'ah 'anil Ahaditsil Maudhu'ah, Imam asy-Syaukani dalam kitab al-Fawaa-id, Imam as-Suyuthi dalam al-La-aali al-Mashnuu'ah dan Imam al-Albani dalam kitab Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah wal maudhu'ah 3/124-126 nomor 1035 dan yang lainnya.

(144) Imam Syathibi mengatakan di dalam kitabnya al-I'tisham 2/319-325:

Bahwasanya perbuatan bid'ah itu tidak dapat dimasukkan ke dalam perbuatan dosa kecil, melainkan bila terpenuhi beberapa persyaratannya:

1. Hendaknya perbuatan bid'ah itu tidalkukan terus menerus, karena perbuatan dosa kecil saja bila dilakukan dengan terus menerus, maka perbuatan dosa kecil itu dapat berubah menjadi dosa besar bagi orang yang melakukannya dengan terus menerus itu. Karena perbuatan tersebut terlahir dari diri seorang yang bersikeras untuk membenarkannya. Dan telah kita ketahui bersama bahwa perbuatan dosa kecil itu dapat menjadi perbuatan dosa besar bila dilakukan secara terus menerus...

2. Hendaknya seorang yang berbuat bid'ah tadi itu tidak menyerukan manusia kepada bid'ahnya itu, karena bisa saja perbuatan bid'ah itu awalnya memang dosa kecil, akan tetapi karena usaha seseorang untuk menyerukan manusia dan mengajak mereka untuk sama-sama melakukan perbuatan dosa kecil itu sehingga dia harus menanggung juga dosa orang-orang yang dia seru untuk berbuat bid'ah itu (sehingga menjadi perbuatan dosa besar)...

3. Hendaknya perbuatan bid'ah itu tidak dia lakukan di tempat keramaian atau tempat berkumpulnya manusia, atau di tempat yang seharusnya di situ dihidupkan Sunnah-sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan di tempat itu ditampakkan syi'ar-syi'ar agama Islam. Sedangkan sebuah perbuatan dosa kecil bila dilakukan di tempat keramaian, sehingga banyak orang yang akan mengikutinya, terlebih lagi kalau orang yang melakukannya adalah seorang yang menjadi panutan orang banyak, sehingga besar kemungkinannya orang-orang awam akan mengikutinya untuk berbuat bid'ah itu. Sehingga dengan begitu perbuatan dosa kecil dapat menjadi dosa besar bagi orang seperti itu. Atau perbuatannya membuat kesamaran bagi orang-orang awam, dan mereka mengira bahwa orang yang menjadi panutan itu hendak menampakkan syi'ar-syi'ar Islam, sehingga dengan dia berbuat seperti itu, seakan-akan dia mengatakan kepada manusia: Ini adalah perbuatan yang Sunnah, maka ikutilah seperti ini...

4. Hendaknya seorang yang berbuat bid'ah itu tidak menganggap remeh perbuatan bid'ahnya itu, karena dengan seorang meremehkan perbuatan dosa kecil dan menganggap remeh hal itu, maka perbuatan dosa kecil dapat berubah menjadi sebuah perbuatan dosa besar baginya.

Apabila syarat-syarat ini telah terpenuhi, maka besar harapan bahwa perbuatan bid'ah itu hanyalah sebuah perbuatan dosa kecil. Namun bila salah satu dari keempat syarat ini tidak dapat dipenuhi (alias dilanggar), maka perbuatan bid'ah yang mungkin asalnya adalah perbuatan dosa kecil dapat berubah menjadi sebuah perbuatan dosa besar, atau minimal dikhawatirkan menjadi sebuah perbuatan dosa besar, sebagaimana halnya dengan perbuatan maksiat dan dosa lainnya.

Keterangan Imam Syathibi ini telah saya ringkas dan intisarikan saja, karena asal keterangannya sangat panjang. Silahkan merujuk sendiri ke kitab al-I'tisham karena keterangannya sangat penting sekali.

(145) Lihat kitab Majmu' Fatawa 11/650, kitab az-Zawazir 'aniq Tirafil Kabaa-ir 1/16.

(146) Shahih: Imam al-Bukhari nomor 6780 (disebutkan hadits ini secara makna).

(147) Kitab Majmu' Fatawa 20/103.

===

Maraji'/ Sumber:
Judul buku: Benarkah Shalahuddin al-Ayubi merayakan Maulid Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam?, Penulis: Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa rahimahullaah, Muraja'ah: Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullaah, Penerbit: Maktabah Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Jakarta - Indonesia, Cetakan ketiga, Syawwal 1435 H/ Agustus 2014 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog