Skip to main content

Orang yang Dinilai Sah dalam 'Udhhiyah-nya | Berkurban Cara Nabi

Talkhishu Kitabi Ahkamil 'Udhhiyah wadz Dzakat.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Berkurban Cara Nabi (shallallaahu 'alaihi wa sallam).

Pasal Keempat.

Orang yang Dinilai Sah dalam 'Udhhiyah (Kurban)-nya.

'Udhhiyah satu ekor kambing cukup (sah) untuk satu orang berikut keluarganya dan kaum Muslimin yang ia kehendaki. Dalilnya adalah hadits 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menyuruh menyembelih seekor kambing kibasy (domba) yang bertanduk yang hitam warnanya sebagai hewan kurban. Kepada 'Aisyah beliau bertutur: "Hai 'Aisyah, ambilkan aku pisau." Setelah beliau menerima pisau dari 'Aisyah, beliau mengambil seekor kambing kibasy untuk kemudian disembelihnya seraya melafalkan:

بِسْمِ اللَّهِ, اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَ اَلِ مُحَمَّدٍ وَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ.

Bismillaah, Allaahumma taqabbal min Muhammadin wa Aali Muhammadin wa min ummati Muhammad.

"Dengan Nama Allah, ya Allah terimalah ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad juga dari umat Muhammad."

Lantas beliau menyembelihnya. (Diriwayatkan oleh Muslim)

Dari Abu Rafi' radhiyallaahu 'anhu disebutkan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam telah berkurban dengan dua ekor kambing kibasy yang salah satunya untuk beliau dan untuk keluarganya, dan seekor lagi buat umatnya seluruhnya." (Diriwayatkan oleh Ahmad)

Abu Ayyub al-Anshari radhiyallaahu 'anhu berkata: "Seorang laki-laki pada zaman Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam berkurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya. Lalu mereka memakannya dan menyedekahkannya." (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi men-shahih-kannya)

Karena itu, jika ada seseorang berkurban dengan seekor kambing domba atau kambing kacang untuk dirinya dan keluarganya, maka hal itu mencakup orang yang ia niatkan dari keluarganya itu, baik yang mati maupun yang masih hidup. Jika ia tidak menyebutkan secara umum atau khusus dari keluarganya dalam niatnya, maka apa yang diniatkannya dengan kata-kata, "Untuk aku dan untuk keluargaku", meliputi setiap apa yang dicakup oleh kata-kata "keluarga" menurut adat dan bahasa.

Menurut adat, yang disebut dengan keluarga ialah yang menjadi tanggungan, seperti istri, anak-anak dan kerabat. Sedang menurut bahasa, ialah setiap kerabat yang terdiri dari anak keturunannya, keturunan bapaknya, keturunan kakeknya, dan kakek ayahnya.

Sepertujuh ekor unta atau sepertujuh ekor sapi dianggap cukup (sama dengan) untuk orang yang cukup dengan seekor kambing. Untuk itu, seseorang yang berkurban dengan sepertujuh ekor unta atau sepertujuh ekor sapi untuk dirinya dan keluarganya cukup (sah) baginya, karena Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam telah menjadikan sepertujuh dari unta badanah dan sapi sebagai pengganti seekor kambing untuk binatang hadyu. Maka hal yang sama juga dalam 'udhhiyah, karena keduanya tidak ada perbedaan.

Seekor kambing tidak cukup (tidak sah) untuk dua orang atau lebih, yang dibeli oleh keduanya untuk dijadikan hewan kurban. Alasannya karena tidak ada dasarnya dari al-Qur'an dan hadits. Juga tidak sah delapan orang atau lebih berkurban dengan seekor unta atau sapi. Karena ibadah itu bersifat tauqifi (berdasarkan dalil dan contoh) yang tidak boleh dilanggar, baik dalam hal banyaknya maupun caranya. Karena hal ini bukan menyangkut persekutuan dalam pahala, sementara tentang kebersamaan (berserikat) dalam pahala, tentu banyak keterangan syara' yang mengupasnya.

Dengan demikian, jika ada sejumlah orang, masing-masing berwasiat dengan satu 'udhhiyah dari hasil buminya misalnya, ternyata tidak cukup untuk 'udhhiyah mereka masing-masing, maka tidak boleh hasil bumi mereka disatukan untuk satu 'udhhiyah, karena satu ekor kambing hanya sah untuk satu orang saja dalam hal selain pahala. Dengan demikian, maka dikumpulkanlah hasil bumi sampai mencapai harga 'udhhiyah. Jika kurus atau kecil yang tidak akan cukup kecuali setelah beberapa tahun, maka disedekahkan saja pada tanggal 10 Dzulhijjah (hari raya).

Jika ada yang berwasiat hanya satu orang, namun ia berwasiat untuk banyak 'udhhiyah, sementara penghasilannya tidak mencukupi untuk seluruh 'udhhiyah yang diwasiatkannya itu, maka boleh bagi yang diwasiati (yang diberi amanat) mengumpulkan 'udhhiyah yang banyak itu dalam satu 'udhhiyah saja. Karena yang berwasiat hanya satu orang. Atau ia menyembelih satu 'udhhiyah pada tahun tersebut misalnya, lalu menyembelihnya pada tahun berikutnya. Pilihan pertama adalah lebih afdhal.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Talkhishu Kitabi Ahkamil 'Udhhiyah wadz Dzakat, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Darul Muslim, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Berqurban Cara Nabi (shallallaahu 'alaihi wa sallam), Penerjemah: Nabhani Idris Lc, penyunting: Makmun Nawawi, Penerbit: Robbani Press, Jakarta - Indonesia, Cetakan Pertama, Syawwal 1425 H/ Desember 2004 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT