Skip to main content

Jenis dan Sifat 'Udhhiyah yang Paling Afdhal dan yang Dimakruhkan | Berkurban Cara Nabi

Talkhishu Kitabi Ahkamil 'Udhhiyah wadz Dzakat.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Berkurban Cara Nabi (shallallaahu 'alaihi wa sallam).

Pasal ketiga.

Jenis dan Sifat 'Udhhiyah yang Paling Afdhal dan yang Dimakruhkan.

(Dua halaman dari buku yang kami salin kosong / tidak terdapat tulisan, sehingga kami tidak dapat menyalinnya di sini, kami akan berusaha mendapatkannya di kemudian hari, insya Allah, -BK)

hitam." Abu Sa'id al-Khudri radhiyallaahu 'anhu bercerita: "Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam telah berkurban dengan seekor kambing kibasy bertanduk yang pejantan (besar tubuhnya) yang bulu mulutnya, bulu kedua matanya dan bulu anggota badannya hitam." (Diriwayatkan oleh imam hadits yang empat. Tirmidzi berkomentar: Hadits ini hasan shahih)

Dituturkan dari Abu Rafi' radhiyallaahu 'anhu pelayan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, ia berujar: "Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam ketika akan berkurban membeli dua ekor kambing kibasy yang gemuk." Dalam teks lain: "Yang dikebiri." (Diriwayatkan oleh Ahmad)

Maksud samin (gemuk) dalam hadits itu adalah banyak dagingnya, sedang mauju (yang dikebiri) pada hadits tersebut adalah pejantan yang paling sempurna dagingnya dibandingkan hewan umumnya, dan kambing pejantan lebih sempurna dari segi penampilan dan anggota tubuhnya.

Itulah jenis dan sifat hewan kurban yang paling afdhal atau terbaik. Adapun yang dimakruhkan ialah:

1. Al-Adhba, yaitu hewan yang telinganya putus atau separuh tanduknya potong (patah).

2. Al-Muqabalah, ialah yang lebar telinganya pecah dari depan.

3. Al-Mudabarah, yaitu hewan yang lebar telinganya pecah dari belakang.

4. Asy-Syarqa, yaitu yang panjang telinganya pecah.

5. Al-Kharqa, ialah yang telinganya bolong.

6. Al-Mushfarah, adalah yang putus telinganya sampai lobang telinganya kelihatan. Ada yang mengatakan al-Mahzulah (yang kurus) selama tidak sampai menjadikan sumsumnya hilang.

7. Al-Musta'shalah, yaitu yang semua tanduknya hilang.

8. Al-Bakhqa', ialah yang pecah matanya sehingga tidak dapat melihat tapi matanya tetap ada.

9. Al-Musyayya'ah, yaitu yang lemah dan tidak dapat jalan mengikuti kawannya kecuali dengan cara dituntun. Atau yang jalannya lamban sehingga selalu ketinggalan dengan temannya. Hewan ternak seperti ini sama dengan yang dituntun.

Inilah hewan-hewan yang makruh dijadikan kurban, sebagaimana yang disebutkan dalam sejumlah hadits yang berisi larangan berkurban dengan binatang yang bercacat, atau hadits yang menyuruh menghindarinya. (6) Larangan pada hadits tersebut dipahami makruh bukan haram sebagai hasil penggabungan dengan hadits Bara' bin 'Azib radhiyallaahu 'anhu yang lalu, yang kami kutip saat menyebut syarat ketiga.

Kemakruhan ini juga berlaku untuk hewan yang memiliki cacat semisal ini:

1. Al-Batra, yaitu unta, sapi atau kambing kacang yang separuh telinganya putus.

2. Yang bokongnya putus kurang dari separuh. Jika bagian yang putusnya sampai separuh atau lebih, maka jumhur ulama mengatakan tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. Sedang yang kehilangan bokong sejak lahir, maka tidaklah mengapa (sah).

3. Yang kemaluannya putus.

4. Yang sebagian giginya gugur sekalipun gigi seri atau gigi yang terletak di antara gigi seri dan gigi taring. Jika ketidakberadaan gigi tersebut sejak lahir, maka tidaklah mengapa.

5. Yang sebagian mata susunya terpotong. Kalau sejak lahir keadaannya seperti itu, maka tidaklah mengapa. Apabila air susunya berhenti tetapi teteknya normal, maka tidaklah mengapa. Jika lima jenis yang dimakruhkan ini digabungkan dengan 9 jenis di atas, maka jumlahnya menjadi 14.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

(6) Lihat kitab aslinya hlm. 37-40.

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Talkhishu Kitabi Ahkamil 'Udhhiyah wadz Dzakat, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Darul Muslim, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Berqurban Cara Nabi (shallallaahu 'alaihi wa sallam), Penerjemah: Nabhani Idris Lc, penyunting: Makmun Nawawi, Penerbit: Robbani Press, Jakarta - Indonesia, Cetakan Pertama, Syawwal 1425 H/ Desember 2004 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog