Syaikh 'Abdulloh bin 'Abdurrohman Al-Jibrin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin.
Keutamaan 10 Dzulhijah.
Keutamaan Hari-hari yang Sepuluh pada Bulan Dzulhijah.
Pokok bahasan di dalam berkurban adalah bahwa berkurban itu disyariatkan untuk orang-orang yang masih hidup, seperti yang dilakukan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya (rodhiyallohu 'anhum). Mereka berkurban untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Adapun tentang persangkaan beberapa orang awam yakni mengkhususkan niat dalam berkurban untuk orang-orang mati, maka perbuatan itu tidak ada dasarnya. Berkurban untuk orang-orang mati dibagi menjadi tiga macam:
1. Seseorang berkurban untuk mereka dengan mengikutkan kepada orang yang masih hidup. Misalnya seseorang yang berkurban untuk dirinya sendiri dan keluarganya dengan niat untuk orang yang masih hidup dan orang yang mati. Dalil dari berkurban macam ini adalah berkurbannya Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam untuk diri beliau sendiri dan untuk keluarganya, padahal di antara mereka ada orang-orang yang sudah mati.
2. Seseorang berkurban untuk orang-orang yang sudah mati, dengan tuntutan wasiat mereka sekaligus sebagai bentuk pelaksanaannya. Dasar dari perbuatan seperti ini adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala:
"Maka barangsiapa yang mengubah wasiat ini setelah ia mendengarkannya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya."
(QS. Al-Baqoroh [2]: 181)
3. Seseorang berkurban untuk orang yang mati dengan tujuan bersedekah kepada orang yang menderita kesusahan dalam hidupnya. Berkurban jenis ini dibolehkan. Para ahli fikih madzhab Hanbali menetapkan bahwa pahalanya sampai kepada si mayit dan dapat memberikan manfaat baginya, dengan diqiyaskan kepada sedekah untuknya. Namun kami tidak berpendapat bahwa mengkhususkan berkurban hanya untuk mayit merupakan sunnah, karena Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) belum pernah berkurban untuk seorang dari orang-orang yang telah mati secara khusus. Beliau tidak pernah berkurban untuk pamannya, Hamzah (rodhiyallohu 'anhu), padahal ia merupakan kerabatnya yang paling mulia, dan tidak pula untuk anak-anaknya yang meninggal semasa ia masih hidup, yang tiga di antaranya adalah anak perempuan yang telah menikah, dan tiga anak laki-laki yang masih kecil, serta tidak pula untuk isterinya Khodijah padahal ia adalah isteri yang paling dicintainya. Tidak pernah pula diriwayatkan dari salah seorang sahabat bahwa beliau di masa hidupnya melakukan kurban untuk seseorang yang sudah mati.
Kami juga melihat adanya kesalahan yang dilakukan sebagian manusia. Mereka berkurban untuk mayit di tahun pertama yang mati dengan berurban yang dinamakan (أضحية الحفرة) dan mereka berkeyakinan bahwa tidak boleh ada seorangpun yang menyertainya di dalam pahalanya, atau mereka berkurban untuk orang-orang mati di antara mereka sebagai bentuk sedekah dan memenuhi tuntutan wasiat mereka. Mereka juga tidak berkurban untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka, walaupun mereka mengetahui bahwa bila seseorang berkurban dengan hartanya untuk dirinya sendiri dan keluarganya itu artinya sudah mencakup anggota keluarganya yang masih hidup dan yang telah mati tatkala mereka menyandarkan amalan mereka pada niatan itu.
Baca selanjutnya:
Kembali ke Daftar Isi Buku ini.
Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: فضل عشر ذي الحجة, Penulis: Syaikh 'Abdulloh bin 'Abdurrohman Al-Jibrin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Ibadah Kurban, Keutamaan dan Koreksi Atas Berbagai Kesalahannya, Keutamaan 10 Dzulhijah, Penerjemah: Muhammad Basyirun, Editor: Irwan Raihan, Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Solo - Indonesia, Cetakan I, Desember 2004 M.
===
Pertama kali disalin pada hari Minggu, 7 September 2014 M, dan direvisi pada hari ini.
===
Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT