Shahih Tafsir Ibnu Katsir
Al-Baqarah, Ayat 45-46
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (QS. 2: 45) (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. 2: 46)
Memohon Pertolongan Kepada Allah dengan Sabar dan Shalat
Dengan firman-Nya ini, Allah Sub-haanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk meraih kebaikan di dunia dan akhirat yang mereka dambakan, dengan cara menjadikan kesabaran dan shalat sebagai penolong.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Muqatil bin Hayyan dalam tafsirnya tentang ayat ini: "Hendaklah kalian mengejar kehidupan akhirat dengan cara menjadikan kesabaran dalam mengerjakan berbagai kewajiban dan menjadikan shalat sebagai penolong."
Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan kesabaran adalah shiyam (puasa). (189)
Al-Qurthubi dan selainnya mengatakan: "Oleh karena itulah bulan Ramadhan disebut bulan kesabaran." (190) Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.
Dikatakan pula bahwa yang dimaksud dengan sabar dalam ayat tersebut adalah menahan diri dari perbuatan maksiat, karena disebutkan bersama dengan pelaksanaan berbagai macam ibadah, dan yang paling utama adalah ibadah shalat.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari 'Umar bin al-Khaththab ra-dhiyallaahu 'anhu, ia berkata: "Sabar itu ada dua, sabar ketika mendapatkan musibah, itu adalah baik, dan lebih baik lagi adalah sabar dalam menahan diri dari perkara yang diharamkan oleh Allah."
Ibnu Abi Hatim berkata: "Hal yang senada dengan ucapan 'Umar ini diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri." (191)
Adapun firman Allah: "Wash shalaati (dan shalat)," sesungguhnya shalat termasuk perkara besar yang menolong seseorang untuk mendapatkan ketetapan dalam suatu perkara, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur-an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) itu adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lainnya)," dan seterusnya. (QS. Al-'Ankabuut: 45)
Dhamir (kata ganti) dalam firman-Nya, "Wa innahaa lakabiiratun (dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat)" kembali kepada kata shalat. Demikian yang dikatakan oleh Mujahid dan dipilih Ibnu Jarir. Bisa juga dhamir itu kembali kepada kandungan ayat itu sendiri, yaitu wasiat (pesan) untuk melakukan hal tersebut, sebagaimana firman Allah Ta'ala tentang kisah Qarun:
"Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah itu lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan pahala itu tidak akan didapat, kecuali oleh orang-orang yang sabar." (QS. Al-Qashash: 80)
Dan juga firman-Nya:
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara dirimu dan dirinya ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. Fushshilat: 34-35) Artinya, tidak akan ada orang yang mampu melaksanakan wasiat itu kecuali orang-orang yang sabar. Dan tidak akan ada yang mampu melaksanakannya kecuali orang-orang yang mendapat keuntungan besar.
Maka bagaimana pun, firman Allah 'Azza wa Jalla ini "Wa innaaha lakabiiratun (dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat)" berarti beban yang sangat berat, "Kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." Ibnu Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas (ra-dhiyallaahu 'anhuma), ia mengatakan: "Yaitu orang-orang yang membenarkan apa yang diturunkan oleh Allah." (192)
Firman Allah Ta'ala: "(Yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." Ayat ini menyempurnakan kandungan ayat sebelumnya, bahwasanya shalat atau wasiat itu merupakan beban yang berat: "Kecuali bagi orang-orang yang khusyu', yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabb mereka," yakni mengetahui bahwa mereka akan dikumpulkan kepada-Nya pada hari Kiamat dan dikembalikan kepada-Nya.
"Dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya," yakni semua urusan mereka kembali kepada masyi-ah (kehendak) Allah, Dia memutuskan segala persoalan sesuai dengan kehendak dan keadilan-Nya. Karena mereka meyakini adanya hari pengembalian dan pemberian pahala, maka terasa ringan bagi mereka dalam melaksanakan berbagai ketaatan dan meninggalkan berbagai kemunkaran.
Adapun firman-Nya: "Mereka meyakini bahwa mereka akan menemui Rabb-nya," Ibnu Jarir rahimahullaah mengatakan: "Masyarakat Arab terkadang menyebut yakin itu dengan sebutan zhann (persangkaan). Keraguan (syakk) adalah zhann. Seperti halnya perkataan mereka, "zhulmah (kegelapan)" dan "dhiyaa' (cahaya)", diganti dengan kata yang sama, yaitu "shudfah". Juga kata "al-mughiits" dan al-mustaghiits" dengan sebutan "shaarikh". Dan kata-kata lainnya yang penyebutannya sama dengan lawan katanya. Hal seperti ini juga bisa kita lihat dalam firman Allah Ta'ala: "Dan orang-orang berdosa melihat mereka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya." (QS. Al-Kahfi: 53)
Aku (Ibnu Katsir) katakan, disebutkan dalam kitab Shahih:
"Bahwa Allah Ta'ala berfirman kepada seorang hamba pada hari Kiamat: 'Bukankah Aku telah menganugerahkan kepadamu seorang isteri? Bukankah Aku telah memuliakanmu? Bukankah Aku telah menundukkan bagimu kuda dan unta, serta membiarkanmu memimpin dan memiliki harta lalu ditaati?' Maka hamba itu menjawab: 'Benar.' Allah Ta'ala bertanya: 'Apakah kamu menyangka bahwa kamu akan bertemu dengan-Ku?' Dia menjawab: 'Tidak.' Maka Allah berfirman: 'Pada hari ini Aku lupakan kamu sebagaimana kamu telah melupakan Aku.'" (193)
===
(189) Ibnu Abi Hatim (1/154).
(190) Al-Qurthubi (1/372).
(191) Ibnu Abi Hatim (1/155).
(192) Tafsiir ath-Thabari (2/16).
(193) Muslim (4/2279). [Muslim (no. 2968), dengan lafazh yang sedikit berbeda].
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Edit Isi: Abu Ahsan Sirojuddin Hasan Bashri Lc, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Cetakan Keempat Belas, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.
===
BAJA RINGAN TERBAIK
Anda membutuhkan baja ringan terbaik? Kami siap membantu Anda. Layanan GRATIS konsultasi, estimasi biaya, dan survei lokasi.
http://www.bajaringantangerang.com
===
Abu Sahla Ary Ambary Ibnu Ahmad al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT