Skip to main content

Muqaddimah (2) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Ustadz Yazid bin 'Abdul Qadir Jawas hafizhahullah.

Muqaddimah (2).

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, Rabb sekalian alam, yang telah memberi karunia hidayah taufiq kepada hamba-Nya, baik berupa ilmu yang bermanfaat, iman, amal shalih, pemahaman yang benar dan manhaj yang haq yaitu mengikuti jejak Salafush Shalih. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya, para Shahabatnya dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sampai hari Kiamat.

'Aqidah tauhid merupakan pegangan yang sangat prinsip yang menentukan bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Karena tauhid merupakan pondasi bangunan agama, menjadi dasar bagi setiap amalan yang dilakukan hamba-Nya. Tauhid merupakan inti dakwah para Nabi dan Rasul. Mereka pertama kali memulai dakwahnya dengan tauhid dan tauhid merupakan ilmu yang paling mulia.

'Aqidah yang benar adalah perkara yang amat penting dan kewajiban yang paling besar yang harus diketahui oleh setiap Muslim dan Muslimah. Karena sesungguhnya sempurna dan tidaknya satu amal, diterima dan tidaknya bergantung kepada 'aqidah yang benar. Kebahagiaan dunia dan akhirat dapat diperoleh oleh orang-orang yang berpegang pada 'aqidah yang benar ini dan menjauhkan diri dari hal-hal yang menafikan dan mengurangi kesempurnaan 'aqidah tersebut.

'Aqidah yang benar adalah 'aqidah al-Firqatun Najiyah (golongan yang selamat), 'aqidah ath-Thaifah al-Manshurah (golongan yang mendapat pertolongan Allah), 'Aqidah Salaf, 'Aqidah Ahlul Hadits, Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Islam yang Allah karuniakan kepada kita harus kita pelajari, fahami, amalkan yang bersumber dari al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para Shahabat (Salafush Shalih). Pemahaman para Shahabat adalah satu-satunya pemahaman yang benar. 'Aqidah dan manhaj mereka adalah satu-satunya yang benar. Sesungguhnya jalan kebenaran menuju kepada Allah hanya satu, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hadits Iftiraqul Ummah (tentang perpecahan ummat).

Dari Shahabat 'Auf bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Ummat yahudi berpecah belah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, maka hanya satu golongan yang masuk Surga dan 70 (tujuh puluh) golongan masuk Neraka, ummat nashrani berpecah belah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan 71 (tujuh puluh satu) golongan masuk Neraka dan hanya satu golongan yang masuk Surga. Dan demi jiwa Nabi Muhammad yang berada di tangan-Nya sungguh akan berpecah belah ummatku menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, hanya satu (golongan) masuk Surga, dan 72 (tujuh puluh dua golongan) masuk Neraka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya: 'Wahai Rasulullah, siapakah mereka (satu golongan yang selamat)?' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Al-Jama'ah.'" (5)

Allah memerintahkan kepada ummat Islam mengikuti satu jalan, dan tidak boleh mengikuti jalan yang menceraiberaikan manusia dari jalan-Nya sebagaimana firman-Nya:

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa." (QS. Al-An'aam: 153)

Imam Ibnul Qayyim (wafat tahun 751 H) rahimahullah berkata: "Hal ini disebabkan jalan menuju Allah hanyalah satu. Jalan itu adalah ajaran yang telah Allah wahyukan kepada Rasul-rasul-Nya dan Kitab-kitab yang telah diturunkan kepada mereka. Tidak ada satu pun yang dapat sampai kepada-Nya tanpa melalui jalan tersebut. Sekiranya ummat manusia mencoba seluruh jalan yang ada dan berusaha mengetuk seluruh pintu yang ada, maka seluruh jalan itu tertutup dan seluruh pintu itu terkunci kecuali dari jalan yang satu itu. Jalan itulah yang berhubungan langsung kepada Allah dan menyampaikan mereka kepada-Nya." (6)

Akan tetapi, faktor yang membuat kelompok-kelompok dalam Islam itu menyimpang dari jalan yang lurus adalah kelalaian mereka terhadap rukun ketiga yang sebenarnya telah diisyaratkan dalam al-Qur-an dan as-Sunnah, yakni memahami al-Qur-an dan as-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Surat al-Fatihah secara gamblang telah menjelaskan ketiga rujkun tersebut, firman Allah:

"Tunjukilah kami jalan yang lurus." (QS. Al-Fatihah: 6)

Ayat ini mencakup rukun pertama dan kedua, yakni merujuk kepada al-Qur-an dan as-Sunnah, sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka." (QS. Al-Fatihah: 7)

Ayat ini mencakup rukun ketiga, yakni merujuk kepada pemahaman Salafush Shalih dalam meniti jalan yang lurus tersebut. Padahal sudah tidak diragukan bahwa siapa saja yang berpegang teguh dengan al-Qur-an dan as-Sunnah pasti telah mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus. Oleh karena metode manusia dalam memahami al-Qur-an dan as-Sunnah berbeda-beda, ada yang benar dan ada yang salah, maka haruslah memenuhi rukun ketiga untuk menghilangkan perbedaan tersebut, yakni merujuk kepada pemahaman Salafush Shalih. (7)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Perhatikanlah hikmah berharga yang terkandung dalam penyebutan sebab dan akibat ketiga kelompok manusia (yang tersebut di akhir surat al-Fatihah) dengan ungkapan yang sangat ringkas. Nikmat yang dicurahkan kepada kelompok pertama adalah nikmat hidayah, yakni ilmu yang bermanfaat dan amal shalih." (8)

Uraian di atas merupakan penegasan dari beliau bahwa generasi yang paling utama yang dikarunia Allah ilmu dan amalan shalih adalah para Shahabat Rasul (shallallahu 'alaihi wa sallam). Hal itu karena mereka telah menyaksikan langsung turunnya al-Qur-an, menyaksikan sendiri penafsiran yang shahih yang mereka pahami dari petunjuk Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia.

===

(5) HR. Ibnu Majah dengan lafazh miliknya, dalam Kitabul Fitan, bab Iftiraqul Umam (no. 3992), Abu Dawud dalam Kitabus Sunnah, bab: Syarhus Sunnah (no. 4596), Ibnu Abi 'Ashim dalam Kitabus Sunnah (no. 63). Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 203-204).

Satu golongan dari ummat yahudi yang masuk Surga adalah mereka yang beriman kepada Allah dan kepada Nabi Musa 'alaihis salaam serta mati dalam keadaan beriman. Dan begitu juga satu golongan dari ummat nashrani yang masuk Surga adalah mereka yang beriman kepada Allah dan kepada Nabi 'Isa ('alaihis salaam) sebagai Nabi dan utusan dan hamba Allah serta mati dalam keadaan beriman. Adapun setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka semua ummat yahudi dan nashrani wajib masuk Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai penutup para Nabi.

(6) Tafsir al-Qayyim lil Ibnil Qayyim (hal. 14-15).

(7) Madaarikun Nazhar fis Siyaasah baina Tathbiiqaat asy-Syar'iyyah wal Infi'aalaat al-Hamasiyah (hal. 27-28) karya 'Abdul Malik bin Ahmad bin al-Mubarak Ramadhani al-Jazairy, cet. II - 1418 H.

(8) Lihat Madaarijus Salikin (I/20), cet. Daarul Hadits Kairo.

===

Maraji'/ sumber:
Buku: Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Penulis: Ustadz Yazid bin 'Abdul Qadir Jawas hafizhahullaah, Penerbit: Pustaka at-Taqwa, Bogor - Indonesia, Cetakan Pertama, Jumadil Akhir 1425 H/ Agustus 2004 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT