Skip to main content

Hukum Cadar: Dalil-dalil dari as-Sunnah (3)

Risalatul Hijab

Hukum Cadar

Kedua

Dalil-dalil dari as-Sunnah (3)

Hadits yang dimuat dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari 'Aisyah ra-dhiyallaahu 'anhuma, ia berkata:

"Adalah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam shalat fajar bersama wanita-wanita yang beriman, mereka berselubung muruth (pakaian tanpa jahitan). Kemudian mereka pulang ke rumah. Tak seorang pun mengenal mereka karena gelap." Selanjutnya 'Aisyah ra-dhiyallaahu 'anhuma berkata:

"Andaikata Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melihat keadaan kaum wanita seperti yang kita lihat, niscaya beliau melarang mereka pergi ke masjid seperti halnya Bani Israil melarang wanita-wanitanya."

Hadits semisal ini juga diriwayatkan oleh 'Abdullah bin Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu. Pengambilan dalil dari hadits ini dapat dilihat dari dua segi:

Pertama: Berhijab dan menutup diri merupakan kebiasaan isteri-isteri Shahabat (ra-dhiyallaahu 'anhum) yang hidup pada sebaik-baik masa; yang paling mulia di sisi Allah 'Azza wa Jalla, yang paling tinggi akhlak dan adabnya, sempurna imannya dan paling baik amalnya. Mereka adalah suri tauladan yang diridhai Allah dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, seperti firman Allah Ta'ala:

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama [masuk Islam] di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan Surga-surga bagi mereka yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Taubah: 100)

Apabila hal tersebut menjadi jalan hidup isteri-isteri Shahabat, maka bagaimana kita menyimpang dari jalan yang Allah akan meridhai kepada yang menempuh dan mengikutinya dengan baik padahal Allah Ta'ala berfirman:

"Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisaa': 115)

Kedua, bahwa 'Aisyah (ra-dhiyallaahu 'anhuma), Ummul Mukminin, dan 'Abdullah bin Mas'ud (ra-dhiyallaahu 'anhu) -keduanya memiliki kedalaman ilmu, pemahaman dan pengetahuan tentang agama Allah serta merupakan penasehat hamba-hamba Allah- memberitahukan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam seandainya melihat kaum wanita seperti yang keduanya lihat, niscaya beliau akan melarang mereka pergi ke masjid. Ini terjadi pada zaman yang mulia, dan telah mengalami perubahan keadaan dibanding pada masa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam sampai pada batas yang menuntut pelarangan kaum wanita untuk pergi ke masjid. Lalu bagaimana dengan zaman kita ini setelah lewat empat belas abad dan segala urusan telah meluas, sementara rasa malu makin sedikit dan agama menjadi lemah di hati kebanyakan manusia?

'Aisyah dan Ibnu Mas'ud (ra-dhiyallaahu 'anhum) memahami apa yang dikehendaki oleh nash-nash syara' yang telah sempurna, yakni bahwa tiap-tiap perkara yang diperingatkan berarti perkara itu dilarang.

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Risalatul Hijab, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Maktabah Lienah ar-Riyaadh, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun. Judul Terjemahan: Hukum Cadar, Penerjemah: Abu Idris, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan Pertama, Oktober 2001.

===

Buku ini hadiah dari al-Akh Khaerun -semoga Allah menjaganya dan mempertemukan kembali kami di dunia ini dan mengumpulkan kami di akhirat kelak dalam Surga- untuk perpustakaan Baitul Kahfi.

===

Abu Sahla Ary Ambary Ibnu Ahmad al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog