Skip to main content

Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat: Aurat Wanita dan Laki-laki yang Harus Ditutupi (8)

Hijabul Mar'ah wa libasuha fish shalah

Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat

Aurat Wanita dan Laki-laki yang Harus Ditutupi (8)

Dahulu, para wanita melaksanakan shalat di rumah mereka. Sedangkan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kalian melarang wanita-wanita hamba Allah untuk pergi ke masjid-masjid Allah, walaupun rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka." (44)

Mereka hanya diperintahkan, selain mengenakan baju, untuk mengenakan khimar. Mereka tidak diperintahkan untuk menutupi kedua kakinya, baik dengan sepatu atau dengan kaos kaki. Mereka tidak diperintahkan pula untuk menutupi kedua tangannya, baik dengan sarung tangan atau lainnya.

Ini menunjukkan bahwa di dalam shalat, seorang wanita tidak diwajibkan menutupi bagian-bagian tersebut kecuali bila di sekitarnya terdapat pria ajnabi. Telah diriwayatkan bahwa para Malaikat tidak melihat kepada perhiasan bathin. Jadi, bila ia melepaskan khimar atau bajunya, maka Malaikat tidak melihatnya. Mengenai hal itu, diriwayatkan sebuah hadits dari Khadijah. (45) Khimar dan baju ini merupakan batas-batas yang diperintahkan penggunaannya sebagai hak shalat. Sebagaimana halnya laki-laki diperintahkan apabila melaksanakan shalat dengan menggunakan satu kain, hendaklah ia menyelimutkannya pada tubuhnya, sehingga bisa menutupi aurat dan kedua pundaknya.

Bagi seorang pria, kedudukan kedua pundak sebagaimana kedudukan kepala bagi seorang wanita. Sebab, seorang pria harus mengenakan baju atau semisalnya di dalam shalat, sedangkan di dalam ihram ia tidak mengenakan yang semacam itu untuk menutupi badannya, seperti baju dan jubah, sebagaimana halnya seorang wanita yang tidak mengenakan niqab dan sarung tangan. Adapun kepala seorang pria, tidak wajib ditutup.

Mengenai wajah wanita, terdapat dua pendapat dalam madzhab Ahmad dan lainnya:

1. Ada yang mengatakan: Kedudukannya sebagaimana kepala seorang pria, maka tidak ditutup.

2. Ada pula yang mengatakan: Kedudukannya sebagaimana kedua tangan laki-laki, maka tidak ditutup dengan niqab, burqu', dan pakaian sejenis yang memang dibuat sebagai penutup wajah, dan inilah pendapat yang benar, karena yang dilarang oleh Nabi (shallallaahu 'alaihi wa sallam) hanyalah niqab dan sarung tangan.

Dahulu, kaum wanita mengulurkan ke bawah jilbab mereka sehingga menutupi wajah mereka dari pandangan laki-laki tanpa mengenakan pakaian khusus penutup wajah. (46) Jadi, diketahuilah bahwa kedudukan wajah wanita sama dengan kedua tangan laki-laki maupun kedua tangan wanita sendiri. Ini dikarenakan bahwa seluruh bagian tubuh wanita adalah aurat, sebagaimana telah dibahas di muka. Ia diperbolehkan untuk menutup wajah dan kedua tangannya, (47) akan tetapi tidak menggunakan pakaian yang dibuat khusus sebagai penutupnya. Sebagaimana halnya laki-laki yang tidak mengenakan celana, tetapi mengenakan sarung.

Wallaahu Sub-haanahu A'lam.

===

(44) Muttafaq 'alaihi, hadits yang diriwayatkan dari Ibnu 'Umar (ra-dhiyallaahu 'anhuma) tanpa lafazh, "Walaupun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka." Lafazh terakhir terdapat dari Abu Dawud dan lainnya. Takhrijnya terdapat dalam Shahih Abi Dawud 575-576.

(45) Hadits tersebut tidak shahih. Sebagaimana hal itu diisyaratkan oleh penuliss dengan ucapannya: "Diriwayatkan..."

(46) Maksudnya di dalam ihram. Penulis ra-dhiyallaahu 'anhu mengisyaratkan kepada hadits 'Aisyah. 'Aisyah (ra-dhiyallaahu 'anhuma) berkata: "Dahulu, para penunggang kendaraan berlalu lalang di sekitar kami ketika kami melakukan ihram bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Apabila mereka berada dalam posisi sejajar dengan kami, maka salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya dari kepalanya hingga menutupi wajahnya." Hadits ini shahih dan takhrijnya terdapat dalam al-Hijab hal. 50.

(47) Aku katakan: Apabila wanita yang sedang ihram diperbolehkan untuk menutup wajahnya dengan mengulurkan jilbabnya hingga menutupi wajahnya, maka hal ini merupakan bantahan bagi pendapat yang menta'wilkan hadits al-Khats'amiyah yang dipandang oleh al-Fadhah bin 'Abbas di Mina, dengan menyatakan bahwa Nabi (shallallaahu 'alaihi wa sallam) tidak menyuruh al-Khats'amiyah menutup wajahnya disebabkan sedang ihram! Apa yang disebutkan oleh penulis ini bisa menjadi bantahan terhadap mereka. Dengan demikian, hadits ini juga merupakan dalil bahwa wajah wanita bukanlah aurat. Jika memang aurat, niscaya beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menutupinya. Ini tanpa menafikan keutamaan menutup wajah, sebagaimana telah aku jelaskan dalam al-Hijab. Yang aku nafikan adalah kewajibannya, Camkanlah!

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Hijabul Mar'ah wa Libasuha fish Shalah, Penulis: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah, Pentahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat, Penerjemah: Hawin Murtadho, Editor: Muslim al-Atsari, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan kedua, Mei 2000.

===

Abu Sahla Ary Ambary Ibnu Ahmad al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog