Wajib merealisasikan tauhid dengan hati, lidah, dan semua anggota tubuh
Kita akan menutup pembahasan ini, insya ALLOH, dengan satu masalah besar dan penting sekali yang merupakan inti dari pembahasan yang lalu. Kita sendirikan pembicaraan ini, mengingat betapa pentingnya masalah ini dan betapa banyak orang salah memahami masalah ini. Kita katakan, "Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan 'ulama bahwa tauhid wajib diwujudkan dalam hati, dengan lisan dan perbuatan. Apabila salah satu saja dari ketiganya tidak ada pada seseorang, maka orang tersebut belum dikatakan sebagai muslim. Apabila dia telah mengetahui tauhid, tetapi tidak mau meng'amalkannya, maka dia dihukumi kafir mu'annid (orang kafir yang membangkang), seperti kekafiran fir'aun, iblis dan yang semisalnya.
Banyak manusia yang dalam masalah ini mengatakan, "Sesungguhnya hal ini haq (benar), dan kami telah memahaminya dan mempersaksikan kebenaran ini, tetapi kami tidak mampu melaksanakannya. Dan tidak boleh seorang pun dari penduduk negeri kami berbuat sesuatu melainkan harus sefaham dengan mereka (berbuat syirik)," dan alasan-alasan lainnya.
Orang bodoh yang miskin pengetahuan ini tidak tahu bahwa kebanyakan para pemimpin kafir mengetahui yang haq dan mereka tiada meninggalkannya kecuali dengan alasan-alasan sebagaimana disebutkan dalam firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala,
"Mereka menjual ayat-ayat ALLOH dengan harga yang sedikit."
(Qur-an Suroh at-Taubah: ayat 9)
dan ayat-ayat yang lain seperti,
"Mereka mengenal Muhammad sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka."
(Qur-an Suroh al-Baqoroh: ayat 146)
Apabila seseorang melaksanakan tauhid secara zhohir (yang nampak), tetapi dia tidak memahaminya atau tidak meyakininya dalam hati, maka orang tersebut adalah munafiq. Keadaannya lebih buruk daripada orang yang kafir murni, karena firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala,
"Sesungguhnya orang-orang munafiq itu berada dalam keraknya api Neraka."
(Qur-an Suroh an-Nisa': ayat 145)
Masalah ini besar dan panjang (pembahasannya).
Apabila engkau mau memperhatikan perkataan-perkataan manusia, engkau akan melihat ada orang yang mengetahui kebenaran, lalu tidak mau berbuat berdasar kebenaran itu karena takut kehilangan dunianya atau kedudukannya atau karena basa-basi menyesuaikan diri dengan orang.
Engkau juga akan melihat ada orang yang secara zhohir ber'amal dengan kebenaran itu tetapi tidak diyakininya dalam hati. Oleh karena itu, apabila engkau bertanya kepadanya tentang apa yang menjadi keyakinannya dan ternyata dia tidak mengetahuinya, maka wajib bagi engkau memahami dua ayat dalam al-Qur-an berikut ini,
Ayat pertama, firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala,
"Janganlah kalian mengemukakan alasan. Sungguh, kalian telah kafir setelah kalian beriman."
(Qur-an Suroh at-Taubah: ayat 66)
Apabila telah jelas bagimu bahwa sebagian shohabat yang memerangi bangsa Romawi bersama Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam itu bisa menjadi kafir disebabkan kalimat kekufuran yang mereka ucapkan dengan bercanda dan main-main, maka orang yang mengucapkan kalimat kekufuran, lalu meng'amalkannya karena takut kekurangan harta atau kedudukannya atau karena basa basi kepada seseorang, lebih besar kekafirannya daripada orang yang mengatakannya dengan canda dan main-main.
Ayat kedua, firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala,
"Barangsiapa yang kafir kepada ALLOH setelah dia beriman (maka dia mendapat kemurkaan ALLOH), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (maka dia tidak berdosa). Akan tetapi, orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran kepada ALLOH, maka kemurkaan ALLOH menimpanya, baginya adzab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhiroh."
(Qur-an Suroh an-Nahl: ayat 106)
ALLOH tidak akan memaafkan mereka, kecuali orang yang dipaksa kafir sementara hatinya tetap mantap dalam keimanan.
Adapun selain orang yang dipaksa, maka ia tetap disebut kafir, baik dia melakukannya karena takut, karena berbasa-basi, karena bakhil dengan negerinya, keluarganya, karib kerabatnya atau hartanya, maupun dia melakukannya dengan main-main atau karena tujuan lain.
Dari ayat ini dapat kita pahami dua hal:
Pertama. Firman-NYA "Kecuali orang yang dipaksa" menunjukkan bahwa ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala hanya mengecualikan orang yang dipaksa. Dan kita telah maklum bahwa manusia hanya dapat dipaksa pada ucapan atau perbuatannya. Adapun keyakinan hati, maka tidak ada seorang pun yang bisa memaksanya.
Kedua. Firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala, "Yang demikian itu karena mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhiroh" menjelaskan bahwa kekafiran dan ditimpakannya adzab kepada seseorang bukan karena keyakinan, kebodohan, kebenciannya kepada agama atau kecintaannya kepada kekafiran, tetapi karena adanya kepentingan-kepentingan duniawi yang kemudian berpengaruh terhadap agamanya.
ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala lah yang lebih mengetahui. Sholawat dan salam semoga diberikan kepada Nabi kita, Muhammad shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, keluarganya, dan para shohabatnya.
===
Maroji:
Kitab: Kasyfu asy-Syubuhaati, Penulis: Imam Muhammad bin 'Abdul Wahhab, Judul terjemahan: Kasyfu Syubuhat, Membongkar akar kesyirikan, dilengkapi Ushulus Sittah, Penerjemah: Bayu Abdurrahman, Penerbit: Media Hidayah - Jogjakarta, Cetakan I, Jumadil Awal 1425 H/ Juni 2004 M.
===
Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com
===
Kita akan menutup pembahasan ini, insya ALLOH, dengan satu masalah besar dan penting sekali yang merupakan inti dari pembahasan yang lalu. Kita sendirikan pembicaraan ini, mengingat betapa pentingnya masalah ini dan betapa banyak orang salah memahami masalah ini. Kita katakan, "Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan 'ulama bahwa tauhid wajib diwujudkan dalam hati, dengan lisan dan perbuatan. Apabila salah satu saja dari ketiganya tidak ada pada seseorang, maka orang tersebut belum dikatakan sebagai muslim. Apabila dia telah mengetahui tauhid, tetapi tidak mau meng'amalkannya, maka dia dihukumi kafir mu'annid (orang kafir yang membangkang), seperti kekafiran fir'aun, iblis dan yang semisalnya.
Banyak manusia yang dalam masalah ini mengatakan, "Sesungguhnya hal ini haq (benar), dan kami telah memahaminya dan mempersaksikan kebenaran ini, tetapi kami tidak mampu melaksanakannya. Dan tidak boleh seorang pun dari penduduk negeri kami berbuat sesuatu melainkan harus sefaham dengan mereka (berbuat syirik)," dan alasan-alasan lainnya.
Orang bodoh yang miskin pengetahuan ini tidak tahu bahwa kebanyakan para pemimpin kafir mengetahui yang haq dan mereka tiada meninggalkannya kecuali dengan alasan-alasan sebagaimana disebutkan dalam firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala,
"Mereka menjual ayat-ayat ALLOH dengan harga yang sedikit."
(Qur-an Suroh at-Taubah: ayat 9)
dan ayat-ayat yang lain seperti,
"Mereka mengenal Muhammad sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka."
(Qur-an Suroh al-Baqoroh: ayat 146)
Apabila seseorang melaksanakan tauhid secara zhohir (yang nampak), tetapi dia tidak memahaminya atau tidak meyakininya dalam hati, maka orang tersebut adalah munafiq. Keadaannya lebih buruk daripada orang yang kafir murni, karena firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala,
"Sesungguhnya orang-orang munafiq itu berada dalam keraknya api Neraka."
(Qur-an Suroh an-Nisa': ayat 145)
Masalah ini besar dan panjang (pembahasannya).
Apabila engkau mau memperhatikan perkataan-perkataan manusia, engkau akan melihat ada orang yang mengetahui kebenaran, lalu tidak mau berbuat berdasar kebenaran itu karena takut kehilangan dunianya atau kedudukannya atau karena basa-basi menyesuaikan diri dengan orang.
Engkau juga akan melihat ada orang yang secara zhohir ber'amal dengan kebenaran itu tetapi tidak diyakininya dalam hati. Oleh karena itu, apabila engkau bertanya kepadanya tentang apa yang menjadi keyakinannya dan ternyata dia tidak mengetahuinya, maka wajib bagi engkau memahami dua ayat dalam al-Qur-an berikut ini,
Ayat pertama, firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala,
"Janganlah kalian mengemukakan alasan. Sungguh, kalian telah kafir setelah kalian beriman."
(Qur-an Suroh at-Taubah: ayat 66)
Apabila telah jelas bagimu bahwa sebagian shohabat yang memerangi bangsa Romawi bersama Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam itu bisa menjadi kafir disebabkan kalimat kekufuran yang mereka ucapkan dengan bercanda dan main-main, maka orang yang mengucapkan kalimat kekufuran, lalu meng'amalkannya karena takut kekurangan harta atau kedudukannya atau karena basa basi kepada seseorang, lebih besar kekafirannya daripada orang yang mengatakannya dengan canda dan main-main.
Ayat kedua, firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala,
"Barangsiapa yang kafir kepada ALLOH setelah dia beriman (maka dia mendapat kemurkaan ALLOH), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (maka dia tidak berdosa). Akan tetapi, orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran kepada ALLOH, maka kemurkaan ALLOH menimpanya, baginya adzab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhiroh."
(Qur-an Suroh an-Nahl: ayat 106)
ALLOH tidak akan memaafkan mereka, kecuali orang yang dipaksa kafir sementara hatinya tetap mantap dalam keimanan.
Adapun selain orang yang dipaksa, maka ia tetap disebut kafir, baik dia melakukannya karena takut, karena berbasa-basi, karena bakhil dengan negerinya, keluarganya, karib kerabatnya atau hartanya, maupun dia melakukannya dengan main-main atau karena tujuan lain.
Dari ayat ini dapat kita pahami dua hal:
Pertama. Firman-NYA "Kecuali orang yang dipaksa" menunjukkan bahwa ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala hanya mengecualikan orang yang dipaksa. Dan kita telah maklum bahwa manusia hanya dapat dipaksa pada ucapan atau perbuatannya. Adapun keyakinan hati, maka tidak ada seorang pun yang bisa memaksanya.
Kedua. Firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala, "Yang demikian itu karena mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhiroh" menjelaskan bahwa kekafiran dan ditimpakannya adzab kepada seseorang bukan karena keyakinan, kebodohan, kebenciannya kepada agama atau kecintaannya kepada kekafiran, tetapi karena adanya kepentingan-kepentingan duniawi yang kemudian berpengaruh terhadap agamanya.
ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala lah yang lebih mengetahui. Sholawat dan salam semoga diberikan kepada Nabi kita, Muhammad shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, keluarganya, dan para shohabatnya.
===
Maroji:
Kitab: Kasyfu asy-Syubuhaati, Penulis: Imam Muhammad bin 'Abdul Wahhab, Judul terjemahan: Kasyfu Syubuhat, Membongkar akar kesyirikan, dilengkapi Ushulus Sittah, Penerjemah: Bayu Abdurrahman, Penerbit: Media Hidayah - Jogjakarta, Cetakan I, Jumadil Awal 1425 H/ Juni 2004 M.
===
Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com
===