Skip to main content

Perbedaan antara istighotsah kepada orang yang bersama kita dan sanggup memenuhinya dengan yang tidak bersama kita

Perbedaan antara istighotsah kepada orang yang bersama kita dan sanggup memenuhinya dengan yang tidak bersama kita

Orang-orang musyrik itu masih memiliki syubhat yang lain. Mereka berkata, "Dalam hadits Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam disebutkan bahwa manusia pada hari Kiamat beristighotsah (minta pertolongan) kepada Adam 'alayhis salam, kemudian kepada Nuh 'alayhis salam, kemudian kepada Ibrohim 'alayhis salam, kemudian kepada Musa 'alayhis salam, kemudian kepada 'Isa 'alayhis salam, akan tetapi semuanya tak dapat melakukannya sehingga yang terakhir mereka meminta kepada Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam." Mereka mengatakan bahwa hadits ini merupakan dalil bahwa istighotsah kepada selain ALLOH bukan syirik.

Kita jawab, "Maha Suci Dzat yang mengunci mati hati musuh-musuh-NYA. Sesungguhnya istighotsah kepada makhluq dalam hal yang mereka mampu tidak kita ingkari. ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman tentang kisah Musa 'alayhis salam,

"Maka orang yang dari golongannya istighotsah (meminta pertolongan) kepadanya untuk mengalahkan orang yang dari pihak musuhnya."
(Qur-an Suroh al-Qoshosh: ayat 15)

Begitu juga seseorang yang meminta pertolongan kepada temannya dalam peperangan atau yang lainnya dalam perkara yang mampu memberikannya semua itu tidak kita ingkari. Yang kita ingkari adalah istighotsah dalam hal 'ibadah yang dilakukan di kuburan para wali atau di saat para wali itu di tempat yang jauh, bukan di hadapannya, dalam perkara-perkara yang tak seorang pun mampu memberikannya kecuali ALLOH semata.

Mudah-mudahan, mereka telah jelas. Jadi, istighotsah mereka kepada para Nabi pada hari Kiamat agar para Nabi itu berdo'a kepada ALLOH untuk segera menghisab manusia sehingga para calon penghuni Surga bisa segera beristirahat dari kesusahan di Padang Mahsyar adalah diperbolehkan, baik dilakukan di dunia dan di akhiroh.

Demikian pula jika engkau datang kepada seorang laki-laki sholih yang masih hidup dan dapat mendengarkan ucapanmu, lalu engkau katakan kepadanya, "Berdo'alah kepada ALLOH untukku", sebagaimana para shohabat Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam datang memohon kepada Beliau di masa Beliau masih hidup. Adapun setelah Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam wafat, sama sekali tidak pernah. Mereka tidak pernah meminta kepada Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam di kuburannya, bahkan para Salafush Sholih melarang orang yang meniatkan untuk berdo'a kepada ALLOH di sisi kubur Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Oleh karena itu, bagaimana dengan orang yang berdo'a kepada Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam setelah Beliau wafat?

Mereka memiliki syubhat yang lain yakni berkenaan dengan kisah Nabi Ibrohim 'alayhis salam tatkala dilemparkan ke dalam api. Ketika itu Jibril 'alayhis salam menawarkan kepadanya bantuan dengan mengatakan, "Apakah engkau perlu bantuan?" Maka Ibrohim 'alayhis salam berkata, "Adapun kepadamu, aku sama sekali tidak butuh."

Mereka mengatakan, "Seandainya istighotsah kepada Jibril 'alayhis salam itu syirik, niscaya Jibril tidak akan menawarkannya kepada Ibrohim 'alayhis salam?"

Kita jawab, "Ini termasuk jenis syubhat yang pertama. Jibril 'alayhis salam menawarkan bantuan kepada Ibrohim 'alayhis salam dalam perkara yang Jibril mampu melaksanakannya, karena sebagaimana ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala firmankan, "Dia sangat kuat." (Qur-an Suroh an-Najm: ayat 5)

Asal ALLOH mengizinkannya untuk mengambil api yang membakar Ibrohim 'alayhis salam, tanah atau gunung yang ada di sekitarnya lalu melemparkannya ke barat dan ke timur, niscaya dia mampu mengerjakan. Kalau ALLOH memerintahkannya untuk memindahkan Ibrohim 'alayhis salam ke tempat yang jauh dari mereka niscaya dia mampu mengerjakan. Kalau saja Jibril 'alayhis salam diperintahkan untuk mengangkatnya ke langit niscaya akan dilakukannya.

Hal ini sebagaimana seorang laki-laki kaya raya yang memiliki banyak harta melihat ada orang lain yang membutuhkan, lalu dia menawarkan kepada orang yang membutuhkan untuk menghutanginya atau dia memberikannya sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi, orang itu menolaknya dan ingin bersabar saja hingga ALLOH mendatangkan rizqi kepadanya, sehingga tidak berhutang budi pada orang lain.

Manakah kesamaan antara meminta pertolongan dalam kisah Ibrohim 'alayhis salam di atas dengan meminta pertolongan dalam 'ibadah dan kesyirikan yang mereka kerjakan, jika mereka benar-benar orang yang memahami?"

===

Maroji:
Kitab: Kasyfu asy-Syubuhaati, Penulis: Imam Muhammad bin 'Abdul Wahhab, Judul terjemahan: Kasyfu Syubuhat, Membongkar akar kesyirikan, dilengkapi Ushulus Sittah, Penerjemah: Bayu Abdurrahman, Penerbit: Media Hidayah - Jogjakarta, Cetakan I, Jumadil Awal 1425 H/ Juni 2004 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===