Skip to main content

Sudah saatnya meniti manhaj Salaf (2)

Manhaj

Syaikh Salim bin 'Id al-Hilali hafizhohuLLOOH:

Sudah saatnya meniti manhaj Salaf (2)

Aku ingin mengetengahkan satu masalah penting, yakni, bahwasanya Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam menyebutkan para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum di masa terjadinya perpecahan ummat dalam dua kesempatan (dua hadits), dan (beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam) memerintahkan untuk memegangi manhaj para Shohabat beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam.

Hadits pertama. Hadits al-‘Irbadh bin Sariyah ro-dhiyaLLOOHU 'anhu:

“Sesungguhnya orang yang hidup (panjang) di antara kalian akan menyaksikan perbedaan yang banyak. Maka, kewajiban kalian ialah memegangi Sunnahku dan sunnah para khulafa-ur rosyidin sepeninggalku. Pegangilah dengan geraham-geraham kalian…” (3)

Di sini, beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam memberitahukan adanya ikhtilaf (perbedaan pandangan), dan disertai penyebutan solusi (jalan keluar) dari perpecahan itu. Yaitu, (memegangi) Sunnah Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam sebagaimana telah di’amalkan oleh para Shohabat beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Yang dimaksud khulafa-ur rosyidin (para pengganti yang mendapatkan petunnjuk), yaitu para Shohabat Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Makna yang diinginkan di sini (dalam hadits di atas, Red.), adalah irodatu fahmin (pengalihan wewenang pemahaman), bukan irodatu hukmin (pengalihan wewenang kekuasaan). Setiap Shohabat Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam merupakan penerus Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dalam aspek pemahaman, manhaj dan agamanya.

Hadits kedua. Hadits ‘Amr bin al-‘Ash ro-dhiyaLLOOHU 'anhu yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi rohimahuLLOOH dengan isnad yang hasan:

“Ummatku akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk Neraka, kecuali satu. (yaitu golongan yang berpegang teguh dengan jalan yang) aku dan para Shohabatku berada di atasnya sekarang ini.”

Tatkala menyebutkan terjadinya perbedaan pendapat tersebut, Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam menjelaskan manhaj (metode) yang masih eksis berada di atas jalan dan Sunnah beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Yakni, jalan yang telah dipegangi Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dan para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum. Dengan ini, maka memahami Kitabulloh (al-Qur-an) dan Sunnah Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam yang berlandaskan pemahaman para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum, itulah agama Islam yang diridhoi.

ALLOH berfirman: “Dan KU-ridhoi Islam menjadi agama kalian.” Maksudnya, yaitu agama yang dijalankan oleh Nabi Muhammad shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dan para Shohabat Muhammad shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Dan lagi, tugas para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum di tengah ummat ini ibarat tugas Nabi Muhammad shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam di hadapan para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum. Tanggung jawab Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam di tengah ummat ini dan di hadapan para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum ialah menjadi saksi atas mereka. Dan keberadaan Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum di hadapan ummat menjadi saksi atas umat ini.

ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

“Dan demikian (pula) KAMI telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan agar Rosul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”
(Qur-an Suroh al-Baqoroh (2): ayat 143)

Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam adalah saksi atas ummat ini. Setelah beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam wafat, tinggallah Shohabat Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam menjadi saksi atas ummat. Karena itu, terdapat riwayat dalam kitab Shohiih Muslim, dari hadits Abu Musa al-Asy’ari ro-dhiyaLLOOHU 'anhu, Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda:

“Bintang-bintang merupakan amanah bagi langit. Apabila bintang-bintang lenyap, maka tibalah perkara yang sudah ditetapkan bagi langit. Dan aku penjaga amanah di tengah Shohabatku. Bila aku telah pergi, maka datanglah kepada para Shohabatku apa yang dijanjikan kepada mereka. Dan Shohabatku penjaga amanah di tengah ummatku. Apabila para Shohabatku telah pergi, maka datanglah kepada ummatku perkara yang dijanjikan kepada mereka.” (4)

Maknanya, bila bintang-bintang itu telah pergi, tidak kembali lagi. Dan bila Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam telah pergi, maka datanglah pada para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum masalah yang telah dikabarkan kepada mereka. Dan jika para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum telah pergi, maka muncullah kejadian yang sudah dijanjikan kepada ummatku.

Melalui pemaparan hadits-hadits ini, Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam menjelaskan bahwa Islam yang benar ialah yang berlandaskan pada jalan Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dan para Shohabat Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam.

Masalah yang sudah kami kemukakan dan manhaj yang telah kami menepatinya ini, didukung oleh al-Qur-an dan dikuatkan oleh as-Sunnah, para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum dan generasi Tabi’in, serta para ‘Ulama ummat Islam. Satu per satu hendak aku sampaikan bukti-buktinya:

Sebagian dalil dari al-Qur-an:

ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala mewajibkan seorang Muslim untuk mengikuti al-Kitab (al-Qur-an) dan as-Sunnah berdasarkan pemahaman para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum. ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

“Dan barangsiapa yang menetang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, KAMI biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan KAMI masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
(Qur-an Suroh an-Nisa’ (4): ayat 115)

Sabilul mu’minin adalah jalan para Shohabat Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Jamroh, “Para ‘Ulama berkata, ‘Bahwa Sabilul mu’minin adalah jalan para Shohabat Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam’.”

ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, ALLOH ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada ALLOH…”
(Qur-an Suroh at-taubah (9): ayat 100)

(Dalam ayat ini), ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala menyebutkan dua thobaqot (tingkatan) manusia. Tingkatan pertama, yaitu orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshor. Tingkatan kedua, yaitu tingkatan orang-orang yang mengikuti mereka, mengikuti Muhajirin dan Anshor.

Tingkatan Muhajirin dan Anshor adalah para Shohabat Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Karena yang dimaksud dengan “dahulu” di sini adalah generasinya. Sehingga setiap Shohabat, (mereka) mendahului para generasi Tabi’in.

ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala menyanjung para generasi Sabiqunal Awwalun dan orang-orang yang mengikuti mereka. Mengapa ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala memuji orang-orang yang mengikuti Sabiqunal awwalun? Karena mereka mengikuti jalan kaum Muhajirin dan Anshor.

Dalam ayat ini tersirat sebuah pelajaran manhaj, yaitu ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala tidak menyebutkan masalah ittiba-ur Rosul (mengikuti Rosul). Tujuannya, untuk menjelaskan kepada kita semua, bahwa ittiba-ur Rosul tidak akan terwujud, kecuali dengan perantara mengambil manhaj, istidlal dan talaqqi dari para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum. Maka, seorang Muslim belum menempuh jalan ittiba-ur RosuliLLAH sebelum memahami manhaj beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam berdasarkan pemahaman para Shohabat Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam.

Bersambung…

===

(3) Hadits ini, sebagaimana keterangan Syaikh Syu’ab al-Arnauth diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud 4607, Imam at-Tirmidzi 2676, Imam Ahmad 4/126-127, Imam ad-Darimi 1/144, Imam Ibnu Majah 43, Imam Ibnu Abi ‘Ashim di dalam kitab as-Sunnah 27, Imam ath-Thohawi dalam kitab Syarhu Musykili Atsar 2/69, Imam al-Baghowi 102, Imam al-Ajurri dalam kitab asy-Syari’ah 46, Imam al-Baihaqi 6/541, Imam al-Lalikai dalam kitab Syarhul Ushulil I’tiqod 81, Imam al-Marwazi dalam kitab as-Sunnah 69, 72, Imam Abu Nu’aim dalam kitab al-Hilyah 5/220, 10/115, Imam al-Hakim 1/95-97, dan dishohihkan oleh Imam Ibnu Hibban 5. Hadits ini, dikatakan oleh Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad, ‘Ulama hadits di kota Madinah sebagai hadits yang shohih dalam pandangan Ahli Sunnah. Imam at-Tirmidzi rohimahuLLOOH berkata, “Hadits hasan shohih.” Imam al-Hakim rohimahuLLOOH berkata, “Hadits shohih tidak ada cacatnya.” Dan Imam adz-Dzahabi rohimahuLLOOH menyepakatinya. Imam Abu Nu’aim rohimahuLLOOH berkata, “Ia adalah hadits jayyid, termasuk hadits shohih dari orang-orang Syam.” Lihat kitab Jami’ul Ulum wal Hikam 2/109. Dihasankan oleh Imam al-Baghowi dalam kitab Syarhus Sunnah 102, dan Imam al-Albani di dalam ta’liq kitab as-Sunnah karya Ibnu Abi Ashim 1/18-19. Keterangan ini dikutip dari al-Intishor li Ahlis Sunnah wal Hadits karya Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad. Sengaja penterjemah mengutip secara lengkap, disebabkan ada yang meragukan keabsahan hadits ini sebagai hujjah.

(4) Hadits Riwayat Imam Muslim 2531. Maksudnya, seperti diungkapkan oleh Imam an-Nawawi rohimahuLLOOH dalam kitab Syarhu Shohiih Muslim, (secara ringkas) selama bintang-bintang itu tetap ada, maka langit pun juga demikian. Jika bintang-bintang sudah berjatuhan pada hari Kiamat, maka langit pun terpecah dan lenyap. Hal-hal yang dijanjikan kepada para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum, yaitu peristiwa-peristiwa fitnah, peperangan, timbulnya gejala keluar dari agama (murtad) dari kalangan orang-orang badui, perpecahan hati dan peristiwa lainnya yang sudah diperingatkan Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dengan terang-terangan. Sedangkan kejadian yang dijanjikan kepada ummatnya, yaitu munculnya bid’ah (perkara-perkara baru dalam agama) dan fitnah. Lihat kitab Syarhu Shohiih Muslim.

===

Sumber:
Majalah as-Sunnah, Upaya menghidupkan Sunnah, Edisi 01/ Tahun XI/ 1428 H/ 2007 M

===

Popular posts from this blog