Benarkah Cara Anda Bermadzhab: Kewajiban menjadikan al-Qur-an dan as-Sunnah sebagai sumber hukum (3)
Penegak hukum yang absolut adalah yang tidak pernah mendahulukan undang-undang positif buatan manusia, adat kebiasaan, pendapat dan logika seorang pemuka golongan, atau pendapat manusia biasa yang tidak berdalil, atau sesuatu yang dianggap baik oleh logika, atau pengalaman-pengalaman pribadi dari perkataan ALLOH dan Rosul-NYA. Bahkan dia berserah diri lahir batin untuk menjalankan perintah ALLOH dan Rosul-NYA apabila diseru untuk menghidupkannya tidak akan berpaling, berat hati atau menganggap remeh. Adapun selain hukum ALLOH, tidak lain adalah sistem hukum yang pincang yang bergantung kepada tongkat taqlid dan logika manusia belaka.
Para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum menyerahkan ketundukan dan pola pikir mereka kepada Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam yang jujur lagi terpercaya, yang mendapatkan berita dari al-Qur-an secara bertahap, meskipun mereka adalah Ulul Albab (para cendekiawan). Dan beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam yang lebih mengetahui penafsiran al-Qur-an tersebut dengan bimbingan ALLOH.
Apa saja yang di'amalkan oleh Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam maka para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum langsung mengikutinya. Dengan hal itu, ALLOH ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada ALLOH.
Setelah masa para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum berlalu, bergantilah dengan masa Tabi'in yang meniti langkah mereka dengan penuh rasa cinta. Yaitu menempuh manhaj yang lurus.
Metologi yang benar dan kokoh tersebut berjalan mulus pada tiga generasi ini. Pada masa mereka itulah muncul para 'Ulama yang bersikap puas dengan bagian dunia yang sedikit. Mereka hanya menuntut 'ilmu yang wajib mereka ketahui, hati merekapun tidak bersifat tamak untuk mencari kedudukan di pemerintahan, jiwa mereka terbebas dari kecintaan terhadap diri mereka sendiri. Kebahagiaan mereka hanya dalam ber'ibadah kepada ROBB mereka. Di sisi mereka pula para pelajar menimba 'ilmu dan pelajaran. Mereka tenggelam dalam buaian jiwa yang lembut yang menyucikan hati dan pemikiran mereka dari noda hawa nafsu dan sikap membandel untuk mengikuti hadits Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam yang tidak dikecualikan bagi siapapun dan tidak memberi jalan lain selain mengikuti ajaran Sunnah tersebut.
Apabila mereka mendapatkan sebuah ketetapan (hukum) di dalam al-Qur-an dan as-Sunnah Rosul-NYA atau salah satu dari kitab tersebut, mereka pegang dengan erat. Namun, apabila mereka tidak mendapatkannya di dalam al-Qur-an dan hadits, maka mereka mengambil dari ijma' al-Ummah (konsensus para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum) karena mereka tidak akan pernah bersepakat dalam kesesatan. Apabila mereka tidak menjumpai di dalam ijma' tersebut, mereka mengembalikannya kepada hukum qiyas berdasarkan al-Qur-an dan as-Sunnah. Di samping itu, mereka mengerahkan segala kemampuan dan potensi mereka untuk mendapatkan hukum yang syar'i berdasarkan istinbath (kesimpulan hukum).
Ijtihad 'Ulama itu ada yang benar dan ada yang salah. Sedangkan mereka dalam hal itu mendapatkan pahala dan mendapat ampunan disebabkan berbagai faktor.
Imam Syafi'i rohimahuLLOOH meringkas ungkapan mengenai hal tersebut secara gamblang, "Dan segala tindakan kami yang menyelisihi sabda Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam yang shohih, maka kami berharap agar hal itu bukanlah kesengajaan kami insya ALLOH dan tidak boleh ada yang mengambilnya sebagai hujjah. Akan tetapi, terkadang seseorang di antara kami tidak mengetahui suatu Sunnah, sehingga tanpa sengaja ucapannya berlawanan dengan ajaran Sunnah tersebut, bukan dengan sengaja menentangnya. Dan terkadang seseorang itu lalai sehingga salah dalam menafsirkannya."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahuLLOOH menjelaskan secara panjang lebar dan menjelaskan berbagai alasan kekeliruan bagi mereka pakar 'ilmiah yang berijtihad, seraya berkata, "Harap diketahui bahwa tidak ada seorangpun dari 'Ulama ummat ini -bahkan yang diterima secara umum kredibilitasnya- yang menentang salah satu Sunnah Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam secara sengaja, dalam persoalan kecil ataupun besar.
Karena mereka yakin dan sepakat tentang wajibnya mengikuti Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Bahwasanya setiap seorang manusia terkadang pendapatnya diambil dan terkadang tidak, kecuali ucapan Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Akan tetapi, apabila didapati pendapat salah satu dari mereka yang berlawanan dengan hadits shohih yang diriwayatkan dalam suatu persoalan, maka pendapat tersebut wajib ditinggalkan.
Pada umumnya, alasan yang mendasari mengapa para 'Ulama meninggalkan peng'amalan suatu hadits adalah berkisar pada tiga bentuk:
Pertama, tidak ada keyakinan bahwa itu adalah ucapan Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam.
Kedua, tidak meyakini bahwa yang dimaksud (dalam ucapan Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam) adalah demikian.
Ketiga, meyakini bahwa hukum itu telah mansukh (terhapus).
Ketiga dasar alasan tersebut, masih berkembang menjadi beberapa cabang lainnya." Selanjutnya beliau (Ibnu Taimiyyah) rohimahuLLOOH menyebutkan cabang-cabang tersebut dengan beberapa contohnya. (14)
Bersambung...
===
(14) Kitab Rof'ul Malam 'an Aimmatil A'lam, Imam ad-Dahlawi halaman 9-10.
===
Sumber:
Kitab: Halil Muslim Mulzam bittiba' Madzhab Mu'ayyan Minal Madzahib al-Arba'ah, Penulis: Syaikh Muhammad Sulthon al-Ma'shumi al-Khujandi, Penerbit: Dar Ibnul Qoyyim Dammam - Kerajaan Saudi Arobia, Cetakan I, Tahun 1422 H/ 2001 M. Judul terjemahan: Benarkah cara anda bermadzhab, Penerjemah: Abu Humaira Lc, Penerbit: Darul Haq Jakarta, Cetakan I, Tahun Robiul Awwal 1426 H/ April 2005 M.
===
Layanan gratis estimasi biaya rangka atap baja ringan, genteng metal, dan plafon gypsum:
http://www.bajaringantangerang.com
===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT