Menghidupkan Sunnah di rumah
Syakhshiyah
Abu Qilabah rohimahuLLOOH, mengajarkan sabar dan syukur kepada ALLOH
Bagi yang sering mengamati isnad hadits, nama Abu Qilabah tidaklah asing, karena sering disebutkan dalam isnad-isnad hadits. Terutama, karena ia seorang perowi yang meriwayatkan hadits dari Shohabat Anas bin Malik ro-dhiyaLLOOHU 'anhu. Shohabat ini merupakan salah seorang dari tujuh Shohabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Oleh karena itu, nama Abu Qilabah sering disebut secara berulang-ulang, seiring diulangnya nama Anas bin Malik ro-dhiyaLLOOHU 'anhu. Imam Ibnu Hibban rohimahuLLOOH di dalam kitab ats-Tsiqot menyebutkan kisah menakjubkan tentangnya, yang menunjukkan kekuatan keimanan Abu Qilabah kepada ALLOH.
Beliau bernama 'Abdulloh bin Zaid al-Jarmi, salah seorang dari para ahli 'ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari Shohabat Anas bin Malik dan Malik bin al-Huwairits ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma. Beliau wafat di Negeri Syam pada tahun 104 Hijriah, yaitu pada masa kekuasaan Yazid bin 'Abdil Malik.
'Abdulloh bin Muhammad berkata:
Aku keluar menuju tepi pantai untuk memantau kawasan pantai (dari kedatangan musuh). Tatkala tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (tepi pantai). Di dataran tersebut ada sebuah kemah, yang di dalamnya terdapat seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya. Pendengarannya telah lemah dan matanya telah rabun. Tidak satupun anggota tubuhnya yang bermanfaat baginya, kecuali lisannya. Orang itu berkata, "Ya ALLOH, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-MU, sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah ENGKAU anugerahkan kepadaku, dan ENGKAU sungguh telah melebihkan aku di atas kebanyakan makhluq yang telah ENGKAU ciptakan."
'Abdulloh bin Muhammad berkata, "Demi ALLOH, aku akan mendatangi orang ini dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan inu. Apakah ua memahami dan mengetahui yang diucapkannya itu? Ataukah ucapannya itu ilham yang diberikan kepadanya?
Aku pun mendatangi, lalu mengucapkan salam kepadanya, kukatakan kepadanya, 'Aku mendengar engkau berkata, 'Ya ALLOH, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-MU, sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah ENGKAU anugerahkan kepadaku, dan ENGKAU sungguh telah melebihkan aku di atas kebanyakan makhluq yang telah ENGKAU ciptakan.' Nikmat manakah yang telah ALLOH anugerahkan kepadamu, sehingga engkau memuji ALLOH atas nikmat tersebut? Kelebihan apakah yang telah ALLOH anugerahkan kepadamu, sehingga engkau mensyukurinya?'
Orang itu menjawab, 'Tidakkah engkau melihat yang telah dilakukan ROBB-ku kepadaku? Demi ALLOH, seandainya DIA mengirim halilintar kepadaku sehingga membakar tubuhku, atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku sehingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah semua itu, kecuali semakin membuat aku bersyukur kepada-NYA, karena DIA telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidahku ini.
Namun, wahai hamba ALLOH. Engkau telah melihat keadaanku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang anak yang selalu melayaniku. Saat tiba waktu sholat, ia mewudhukan aku. Jika aku lapar, ia menyuapiku. Jika aku haus, ia memberi aku minum. Namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya, maka tolonglah engkau mencari kabar tentangnya. Semoga ALLOH merohmati engkau.'
Aku berkata, 'Demi ALLOH, tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya, dan ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi ALLOH, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau,' maka akupun berjalan mencari anak orang tersebut, hingga tidak jauh dari tempat itu, aku sampai di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba aku mendapati anak orang tersebut telah diterkam dan dimakan binatang buas. Akupun mengucapkan inna liLLAH wa inna ilay-hi roji'un. Aku berkata, 'Bagaimana aku mengabarkan kejadian ini kepada orang tersebut?'
Tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub 'alay-his salam. Begitu aku menemui orang tersebut, maka akupun mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salamku dan bertanya, 'Bukankah engkau orang yang tadi menemuiku?'
Aku menjawab, 'Benar.'
Ia bertanya, 'Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?'
Akupun berkata kepadanya, 'Engkau lebih mulia di sisi ALLOH ataukah Nabi Ayyub 'alay-his salam?'
Ia menjawab, 'Tentu Nabi Ayyub 'alay-his salam.'
Aku bertanya, 'Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan ALLOH kepada Nabi Ayyub 'alay-his salam? Bukankah ALLOH telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?'
Orang itu menjawab, 'Tentu aku tahu.'
Aku bertanya, 'Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub 'alay-his salam dengan cobaan tersebut?'
Ia menjawab, 'Nabi Ayyub 'alay-his salam bersabar, bersyukur, dan memuji ALLOH.'
Aku berkata, 'Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib berabatnya dan shohabat-shohabatnya.'
Ia menimpali, 'Benar.'
Aku bertanya, 'Bagaimanakah sikapnya?'
Ia menjawab, 'Ia bersabar, bersyukur, dan memuji ALLOH.'
Aku berkata, 'Tidak hanya itu, ALLOH menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau tentang hal itu?'
Ia menjawab, 'Iya.'
Aku bertanya, 'Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub 'alay-his salam?'
Ia menjawab, 'Ia bersabar, bersyukur, dan memuji ALLOH. Langsung saja jelaskan maksudmu. Semoga ALLOH merohmatimu.'
Aku pun berkata, 'Sesungguhnya puteramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan binatang buas. Semoga ALLOH melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau.'
Orang itu berkata, 'Segala puji bagi ALLOH yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepada-NYA, lalu IA menyiksanya dengan api Neraka,' kemudian ia berkata, 'Inna liLLAH wa inna ilay-hi roji'un,' lalu ia menarik nafas yang panjang, kemudian meninggal dunia.
Aku berkata, 'Inna liLLAH wa inna ilay-hi roji'un.'
Besar musibahku, orang seperti ini, jika aku biarkan begitu saja, maka akan dimakan binatang buas. Dan jika aku hanya duduk, maka aku tidak bisa melakukan apa-apa. (1) Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya, dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.
Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku, 'Wahai 'Abdulloh. Ada apa denganmu? Apa yang telah terjadi?'
Akupun menceritakan kepada mereka yang telah aku alami.
Lalu mereka berkata, 'Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!'
Akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, 'Demi ALLOH, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharomkan ALLOH. Demi ALLOH, tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur.'
Aku bertanya kepada mereka, 'Siapakah orang ini? Semoga ALLOH merohmati kalian.'
Mereka menjawab, 'Abu Qilabah al-Jarmi Shohabat Ibnu 'Abbas ro-dhiyaLLOOHU 'anhu. Dia sangat cinta kepada ALLOH dan Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam,' lalu kamipun memandikan dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolati dan menguburkannya. Setelah usai merekapun berpaling pulang, dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di daerah perbatasan.'
Tatkala malam hari tiba, akupun tidur. Aku melihat di dalam mimpi, ia berada di taman Surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain Surga sambil membaca firman ALLOH:
'Salaamun 'alaykum bimaa shobartum (keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam Surga) karena kesabaran kalian), maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.'
(Qur-an Suroh ar-Ro'd (13): ayat 24)
Aku bertanya kepadanya, 'Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?'
Ia menjawab, 'Benar.'
Aku berkata, 'Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua?'
Ia menjawab, 'Sesungguhnya ALLOH menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi, yang tidak bisa diperoleh, kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang, dan tenteram bersama dengan rasa takut kepada ALLOH, baik dalam keadaan sendirian maupun dalam keadaan di depan khalayak ramai."
Diterjemahkan oleh Abu 'Abdil Muhsin, dari kitab ats-Tsiqot karya Imam Ibnu Hibban. Tahqiq as-Sayyid Syarofuddin Ahmad, Penerbit Darul Fikr, Jilid 5 halaman 2-5.
===
(1) Hal ini, karena biasanya daerah perbatasan jauh dari keramaian manusia. Dan kemungkinan 'Abdulloh tidak membawa peralatan untuk menguburkan orang tersebut. Sehingga, jika ia hendak pergi mencari alat untuk menguburkan orang tersebut, maka bisa saja datang binatang buas memakannya. WALLOOHU a'lam.
===
Sumber:
Majalah as-Sunnah, Upaya menghidupkan Sunnah, Edisi 01/ Tahun XI/ 1428 H/ 2007 M.
===
Layanan gratis estimasi biaya rangka atap baja ringan, genteng metal, dan plafon gypsum:
http://www.bajaringantangerang.com
===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT