Benarkah Cara Anda Bermadzhab: Kewajiban menjadikan al-Qur-an dan as-Sunnah sebagai sumber hukum (6)
Cukuplah wahai kaum Muslimin, kalian mengetahui bahwa ALLOH mengetahui bencana dahsyat yang akan menimpa satu generasi dari kaum Muslimin menjelang datangnya hari Kiamat, yaitu dajjal. Oleh sebab itu, ALLOH memberi mereka peringatan dengan perantaraan penutup para Nabi dan Rosul. Demikianlah setiap Nabi telah memberikan peringatan terhadap bencana dajjal tersebut.
Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda,
"Semua Nabi pasti telah memberikan peringatan kepada ummatnya tentang dajjal. Ketahuilah bahwa dajjal itu memiliki satu mata (buta sebelah), dan sesungguhnya ROBB kamu tidaklah demikian. Dan di antara kedua mata dajjal tersebut terdapat tulisan kaf, fa', rohimahuLLOOH' (kafir)." (25)
Nabi Muhammad shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam juga pasti telah mengabarkan ummatnya dengan rinci tentang hal yang belum pernah diketahui oleh ummat terdahulu. Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda,
"Ketahuilah bahwa aku telah mengabarkan kepada kalian tentang dajjal seperti yang telah diceritakan oleh setiap Nabi kepada kaumnya. Sesungguhnya dajjal itu buta sebelah matanya, dan dia akan muncul dengan membawa surga (kesenangan) dan neraka (kesengsaraan), maka yang dia katakan surga sebenarnya adalah Neraka." (26)
Hal itu adalah bencana yang akan dijumpai oleh satu generasi kaum Muslimin. Banyak sabda Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam yang menceritakan hal itu hingga derajatnya Mutawatir (27). Tapi mengapa kita tidak mendapatkan keterangan di dalam Sunnah Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam tentang 'bencana besar yang maha luas' yang seperti diklaim di atas yang menyeret kaum Muslimin keluar dari ajaran agama yang suci ini?! Bukankah itu menunjukkan kepada kita bahwa klaim di atas adalah kedustaan dalam agama ALLOH, kebohongan terhadap ALLOH dan Rosul-NYA?
Cukup sebagai contoh, klaim bahwa terbukanya peluang untuk ijtihad seiring berlalunya abad-abad kemuliaan Islam adalah bencana yang lebih besar daripada bencana dajjal. Klaim tersebut tidak bisa diterima, dengan adanya sabda Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam,
"Tidak ada ciptaan (di dalam riwayat lain: urusan) di antara penciptaan Adam hingga hari Kiamat yang lebih besar dari dajjal." (28)
Mereka menyatakan, "Setelah kami meneliti buku-buku Sunnah secara mendetail, dengan kebetulan kami menjumpai hadits shohih yang menceritakan tentang bencana besar tersebut, yaitu bencana yang telah dikarang orang-orang pada hari ini untuk menutup-nutupi bencana fanatik madzhab yang mereka taqlid padanya yang telah mereka lakukan..."
Tanggapan dari kami, "Kami telah meneliti hal itu. Namun, kami tidak menjumpainya. Akan tetapi, yang kami temukan justru peringatan terhadap bencana fanatik madzhab 'Ulama karena ditutupnya pintu ijtihad."
Diriwayatkan dari Amru bin Qois as-Sukuni berkata, "Aku dan ayahku diutus untuk menjumpai Mu'awiyah. Lalu aku mendengar seorang lelaki berbicara kepada orang-orang seraya berkata, 'Sesungguhnya di antara tanda-tanda Kiamat ini adalah merajalelanya para pelaku keburukan, direndahkannya para pelaku kebajikan, tertutupnya kesempatan ber'amal, sementara pendapat justru dikedepankan, ajaran mutsannat diajarkan di tengah ummat, namun tak seorang pun dari mereka yang dapat merubah atau mengingkari hal itu.'
Ada seorang Shohabat bertanya, 'Apa yang dimaksud dengan al-Mutsannat?' Orang itu menjawab, 'Semua ajaran yang tertulis selain ayat al-Qur-an'."
Perowi hadits melanjutkan, "Aku menceritakan hadits itu di hadapan orang-orang, dan di antara mereka ada Isma'il bin 'Abdillah, dia bertanya, 'Aku dan engkau berada di majelis tersebut, tahukah engkau siapa orang itu?' Aku menjawab, 'Tidak.' Dia berkata, 'Dia adalah 'Abdulloh bin Amru'." (29)
Ya, kalangan para penganut madzhab tersebut telah mengajarkan al-Mutsannat kepada para pentaqlid dan tak seorangpun yang berani merubah satu huruf saja dari al-Mutsannat tersebut. Sepertinya hal itu sama dengan yang diturunkan ALLOH dari langit. Karena itulah agama telah terpecah sehingga pemeluknya menjadi berkelompok-kelompok. Setiap kelompok membela agama yang diikutinya dan menyeru kepada madzhab tersebut, serta membenci orang yang tidak sesuai dengannya, yaitu tidak mau menerima pendapat mereka. Dengan begitu, yang tidak sependapat dengan mereka seolah-olah berbeda agama dengan mereka. Mereka berusaha dan bekerja keras untuk membantah setiap pendapat yang bertentangan dengan pendapat kelompok mereka, menakwilkan pendapatnya agar bersesuaian dengan madzhab dan keyakinan, sampai-sampai kefanatikan tersebut menggiring salah seorang di antara mereka, yaitu seorang dosen di salah satu perguruan tinggi Islam, untuk berani berkata, "Aku berhasil merubah kitab Zadul Ma'ad menjadi kitab bermadzhab Hanafiyyah." Yakni membungkusnya dengan ajaran Hanafiyyah. "Kalau saja Ibnu Qoyyim membacanya, pasti beliau memeluk madzhab Hanafi."
Kalangan pentaqlid itu berkata, "Kitab mereka adalah kitab kami, imam mereka juga imam kami dan madzhab mereka adalah madzhab kami."
Bersambung...
===
(25) Dikeluarkan oleh Imam al-Bukhori 13/91, dalam kitab al-Fath. Dan Imam Muslim 18/59, dalam kitab Syarh an-Nawawi.
(26) Dikeluarkan oleh Imam al-Bukhori 13/90, dalam kitab al-Fath. Dan Imam Muslim 18/62, dalam kitab Syarh an-Nawawi.
(27) Seperti halnya yang diceritakan oleh para 'Ulama, seperti Imam as-Sakhowi dalam kitab Fathul Mughits 3/44. Dan al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir al-Qur-an al-Azhim 1/591-595. Dan Imam al-Kattani dalam kitab Nazhmul Mutanatsir halaman 147. Imam al-Albani dalam kitab al-Hadits Hujjatun binafsihi halaman 64, dan dalam kitab Wujub al-Akhdz bil Haditsil Ahad halaman 34, dan dalam kitab at-Ta'liq 'ala Syarhil 'Aqidah ath-Thohawiyyah halaman 501.
(28) Dikeluarkan oleh Imam Muslim 18/86, dalam kitab Syarh an-Nawawi, Imam an-Nawawi rohimahuLLOOH berkomentar, "Yang dimaksud akan hal itu adalah fitnah yang besar dan bencana yang besar."
(29) Shohih. Dikeluarkan oleh Imam al-Hakim 4/554-555. Dan Imam Ibnu Asyakir dalam kitab Tarikh Dimasyq 13/593 al-Madinah. Imam Ibnu Abi Syaibah dalam kitab al-Mushonnaf 15/165. Imam al-Baihaqi dalam kitab Syu'abil Iman 5199, meriwayatkannya dari jalan tersebut. Kami berpendapat, hadits tersebut dishohihkan oleh Imam al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dan Imam al-Albani.
Imam al-Albani rohimahuLLOOH berkata dalam kitab al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi halaman 80, "Walaupun hadits tersebut mauquf namun dia memiliki hukum marfu', karena hadits tersebut berbicara tentang perkara ghoib yang tidak mungkin hal itu dikarang dengan logika, apalagi sebagian rowi telah menyatakannya marfu'." Beliau rohimahuLLOOH melanjutkan perkatannya dalam kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shohiihah 6/774-776 nomor 2721, "Hadits tersebut berasal dari 'Abdulloh bin 'Amru bin al-'Ash rohimahuLLOOH. Amru bin al-Qois al-Kandi meriwayatkan darinya, dan rowi yang lain meriwayatkan darinya (al-Qois). Sebagian rowi memarfu'kannya, sebagiannya lagi menjadikannya mauquf. Dan hadits tersebut jatuh kepada hukum marfu' karena hal tersebut tidak mungkin dikarang dengan menggunakan logika."
Kemudian beliau rohimahuLLOOH melanjutkan, "Kesimpulan, hadits itu berasal dari sabda Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Para Nabi sebelumnya juga telah menyatakan hal yang sama. Dan yang paling khusus mengenai perkara al-Mutsannat, yaitu seluruh yang ditulis selain firman ALLOH, seperti yang ditafsirkan oleh rowi. Dan yang berkaitan dengan hal itu berdasarkan hadits Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dan atsar para Salaf sepertinya yang dimaksud dengan al-Mutsannat, buku-buku panduan madzhab yang diwajibkan untuk diikuti oleh para muqollid yang memalingkan mereka dari Kitab ALLOH dan Sunnah Rosul-NYA, karena sudah ditelan zaman sebagaimana hari ini. Yang paling tragis lagi para pemuka madzhab tersebut banyak dari kalangan Doktor Alumnus fakultas Syari'ah, mereka semua itu menjadikan madzhab sebagai agama dan mewajibkan hal itu kepada manusia hingga 'Ulama mereka sekalipun. 'Ulama terdepan mereka Abu al-Hasan al-Karkhi al-Hanafi, berkata dengan kalimat yang populer, "Semua ayat dan hadits yang menyelisihi pendapat 'Ulama kami, maka ayat dan hadits tersebut perlu ditakwilkan atau dihapus." Dengan hal itu mereka menjadikan madzhab tersebut sebagai sumber hukum dan al-Qur-an sebagai penyempurna, lalu tanpa diragukan lagi hal itulah yang dimaksud dengan al-Mutsannat."
===
Sumber:
Kitab: Halil Muslim Mulzam bittiba' Madzhab Mu'ayyan Minal Madzahib al-Arba'ah, Penulis: Syaikh Muhammad Sulthon al-Ma'shumi al-Khujandi, Penerbit: Dar Ibnul Qoyyim Dammam - Kerajaan Saudi Arobia, Cetakan I, Tahun 1422 H/ 2001 M. Judul terjemahan: Benarkah cara anda bermadzhab, Penerjemah: Abu Humaira Lc, Penerbit: Darul Haq Jakarta, Cetakan I, Tahun Robiul Awwal 1426 H/ April 2005 M.
===
Layanan gratis estimasi biaya rangka atap baja ringan, genteng metal, dan plafon gypsum:
http://www.bajaringantangerang.com
===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT