Benarkah Cara Anda Bermadzhab: Kewajiban menjadikan al-Qur-an dan as-Sunnah sebagai sumber hukum (7)
Mereka menjadikan al-Qur-an dan as-Sunnah sebagai hukum yang ditinggalkan dan dilupakan. Walaupun ada sebagian ayat atau hadits yang mereka gunakan, hal itu hanyalah sekedar untuk tabarruk (mengambil berkah). Seperti firman ALLOH di bawah ini yang menceritakan perihal mereka,
"Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rosul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)."
(Qur-an Suroh al-Mukminun: ayat 53)
Kalimat az-Zubur di dalam ayat di atas, yaitu al-Kutub (30). Setiap golongan mengarang kitab-kitab dan menjadikannya sebagai pedoman hukum, kemudian mereka realisasikan kandungannya, mengajak orang lain untuk mengikuti ajaran kitab-kitab tersebut, sementara kitab-kitab golongan lain mereka tinggalkan. Demikian realitasnya.
Bisa jadi dalil terkuat yang dibantah oleh kalangan fanatik madzhab, untuk kemudian mereka patahkan alasannya hingga tak berbekas adalah atsar yang diriwayatkan oleh 'Abdulloh bin Mas'ud ro-dhiyaLLOOHU 'anhu secara mauquf tetapi memiliki status hukum marfu',
"Apa yang kalian lakukan jika kalian diselimuti suatu bencana yaitu di saat orang tua menjadi pikun, anak-anak tumbuh menjadi dewasa, ketika itu orang-orang mengikuti suatu kebiasaan, lalu apabila ada orang yang meninggalkan kebiasaan itu, mereka mengatakan, 'Ia meninggalkan Sunnah'."
Shohabat yang lainnya berkata, "Kapan hal itu terjadi?"
Beliau ro-dhiyaLLOOHU 'anhu menjawab, "Apabila 'Ulama kalian telah tiada, orang yang bodoh dan para qurro semakin banyak, para ahli fiqih semakin sedikit, bertambah banyaknya para 'Umaro (pemimpin) kalian, semakin sedikitnya orang yang bisa kalian percaya, dan mencari kehidupan dunia dengan 'amalan akhiroh serta mendalami yang bukan 'ilmu agama." (31)
Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah rohimahuLLOOH telah menafsirkan dengan baik kalimat Fitnah dengan Ta'ashshub Madzhab (fanatik madzhab) terhadap pendapat seseorang tanpa melihatnya hanya sebagai jalan untuk memahami hukum syari'at yang mereka butuhkan.
Setelah menjelaskan generasi terbaik dan bagaimana mereka dalam mengikuti petunjuk, beliau rohimahuLLOOH menegaskan, "Kemudian setelah generasi terbaik tersebut, datanglah serombongan generasi yang memecah belah agama mereka. Mereka pun menjadi berkelompk-kelompok. Setiap kelompok bangga terhadap kelompoknya dan menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa kelompok sempalan, dan semuanya akan kembali kepada ROBB mereka. Dan selain mereka ada lagi orang yang hanya pasrah dengan bersifat taqlid. Mengenai hal itu ALLOH berfirman,
"...sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka."
(Qur-an Suroh az-Zukhruf: ayat 23)
Dua golongan terpisah yang seharusnya di antara keduanya ada golongan yang benar. Mengenai hal itu ALLOH berfirman,
"(Pahala dari ALLOH) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab."
(Qur-an Suroh an-Nisa': ayat 123)
Imam asy-Syafi'i -semoga ALLOH menyucikan ruhnya- berkata, "Kaum Muslimin bersepakat bahwa apabila seseorang sudah mendapatkan Sunnah Rosul dengan jelas, maka ia tidak boleh meninggalkannya hanya karena pendapat seseorang."
Abu 'Umar dan 'Ulama yang lain menuturkan, "Semua orang sepakat bahwa orang yang taqlid tidaklah termasuk ahlul 'ilmu ('Ulama), karena 'ilmu adalah mengenal kebenaran beserta dalil-dalilnya."
Hal itu seperti yang dinyatakan oleh Abu 'Umar rohimahuLLOOH, "Sesungguhnya para 'Ulama bersepakat bahwa yang dikatakan 'ilmu itu adalah pengetahuan yang didasari oleh dalil. Adapun 'ilmu tanpa dalil, maka hal itu adalah taqlid."
Kedua ijma' di atas mengeluarkan kaum fanatik yang memperturutkan hawa nafsu dan pentaqlid buta dari golongan para 'Ulama. Dan kedua golongan itu yaitu golongan fanatik madzhab dan golongan ahli taqlid tidak termasuk 'ulama, karena hak dasar sebagai 'ulama telah diwarisi dari para Nabi oleh orang-orang yang memiliki derajat 'ilmiah lebih tinggi dari mereka. Karena 'ulama adalah pewaris para Nabi, sedangkan para Nabi hanya mewariskan 'ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, dia telah beruntung. Maka bagaimana pula bisa dikatakan bahwa yang mewarisi ajaran para Rosul adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh menolak wahyu yang datang kepada beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dengan pendapat orang yang mereka ikutiv orang yang seperti itu telah menghabiskan umurnya dalam kefanatikan dan dalam memperturutkan hawa nafsunya dan dia tidak sadar akan kepicikannya.
Demi ALLOH, hal itu adalah fitnah (bencana) yang telah merajalela dan membutakan pengikutnya serta dapat merusak hati sehingga menjadi tuli. Malapetaka yang membuat anak-anak menjadi dewasa, orang tua menjadi pikun, dan mereka menjadikan al-Qur-an sebagai sesuatu yang sudah tidak relevan. Semua hal itu pasti dengan ketentuan ALLOH dan dengan kekuasaan-NYA di dalam al-Qur-an. Tatkala bencana telah merata, bencana itu kian membesar sehingga banyak manusia tidak mengenal yang lainnya. Dan mereka sandarkan 'ilmu hanya kepadanya. Mereka mencari kebenaran melalui perasaan yang sudah terbalut bencana (taqlid) dan memberikan dampak terhadap orang lain sehingga orang lain itu teraniaya. Mereka juga memasang jerat dan menimpakan malapetaka untuk orang yang menyelisihi jalan mereka serta menuduh orang tersebut secara bodoh, zholim dan keras kepala. Mereka berkata kepada saudara mereka, seperti yang tertera dalam firman ALLOH,
"Sesungguhnya aku khawatir ia akan menukar agama-agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi."
(Qur-an Suroh al-Mukmin: ayat 26)
Bersambung...
===
(30) Hal itu dinyatakan oleh Imam Ibnul Jauzi seperti dinyatakan beliau dalam kitab Zadul Masir fi Ilmi Tafsir 5/478.
(31) Shohih, dikeluarkan oleh Imam ad-Darimi 1/64, dan Imam al-Hakim 4/514, dan Imam Ibnu 'Abdil Bar dalam kitab Jami' Bayan al-'Ilmi 1/188, dan Imam Ibnu Hazm dalam kitab al-Ihkam fi Ushulil Ahkam 6/175, dan yang lainnya. Aku berpendapat hadits itu shohih.
===
Sumber:
Kitab: Halil Muslim Mulzam bittiba' Madzhab Mu'ayyan Minal Madzahib al-Arba'ah, Penulis: Syaikh Muhammad Sulthon al-Ma'shumi al-Khujandi, Penerbit: Dar Ibnul Qoyyim Dammam - Kerajaan Saudi Arobia, Cetakan I, Tahun 1422 H/ 2001 M. Judul terjemahan: Benarkah cara anda bermadzhab, Penerjemah: Abu Humaira Lc, Penerbit: Darul Haq Jakarta, Cetakan I, Tahun Robiul Awwal 1426 H/ April 2005 M.
===
Layanan gratis estimasi biaya rangka atap baja ringan, genteng metal, dan plafon gypsum:
http://www.bajaringantangerang.com
===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT