Skip to main content

Surat Al-Baqarah Ayat 196 (2) | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

AL-MISHBAAHUL MUNIIRU FII TAHDZIIBI TAFSIIRI IBNU KATSIIR

SHAHIH TAFSIR IBNU KATSIR

JUZ 2

SURAT AL-BAQARAH

AL-BAQARAH, AYAT 196 (2)

APABILA SEORANG YANG BERIHRAM TERKEPUNG (TERHALANG) DI TENGAH PERJALANAN, HENDAKLAH IA MENYEMBELIH HEWAN KURBANNYA, MENCUKUR RAMBUTNYA DAN BERTAHALLUL

Firman Allah, "Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat." Para ulama menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan pada tahun ke-6 Hijriyah, yakni tahun perjanjian Hudaibiyah. Yaitu ketika kaum musyrikin menghalangi Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) agar tidak sampai ke Baitullah. Ketika itu, Allah Ta'ala menurunkan surat al-Fat-h secara keseluruhan dan memberikan keringanan kepada mereka dengan menyembelih binatang kurban yang mereka bawa, yaitu sebanyak 70 ekor unta, mencukur rambut mereka dan bertahallul. Pada saat itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam langsung memerintahkan mereka untuk mencukur rambut dan bertahallul, namun mereka tidak mengerjakannya karena menunggu datangnya naskh (penghapusan hukum), sehingga beliau keluar dan mencukur rambutnya, dan setelah itu orang-orang pun melakukannya. Di antara mereka ada yang hanya memendekkannya dan tidak mencukur bersih. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

رحم الله المحلقين. قالوا: والمقصرين يا رسول الله؟ فقال: في الثالثة: والمقصرين.

"Semoga Allah menurunkan rahmat kepada orang-orang yang mencukur bersih rambutnya." Para Sahabat bertanya: "Juga kepada orang-orang yang memendekkannya, ya Rasulullah?" Maka pada ucapan ketiga kalinya beliau bersabda: "Dan juga kepada orang-orang yang memendekkannya." (794)

Mereka menyembelih kurban bersama, setiap satu unta untuk tujuh orang, sedang jumlah mereka adalah 1400 orang. Ketika itu mereka berada di Hudaibiyah, di luar Tanah Haram. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka berada di pinggiran Tanah Haram. Wallaahu a'lam.

Halangan ini lebih umum dari sekedar pengepungan yang dilakukan oleh musuh, termasuk halangan sakit, tersesat, atau halangan semisalnya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Hajjaj bin 'Amr al-Anshari, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

من كسر أو وجع أو عرج فقد حل وعليه حجة أخرى.

'Barangsiapa terluka atau pincang, maka ia boleh bertahallul, dan wajib baginya mengerjakan haji pada waktu yang lain.'"

Al-Hajjaj mengatakan, "Lalu aku sampaikan hal itu kepada Ibnu 'Abbas dan Abu Hurairah, maka keduanya berkata: "Beliau benar."

Hadits ini diriwayatkan juga oleh para penyusun empat kitab. (795)

Dalam riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah disebutkan:

من عرج أو كسر أو مرض...

"Barangsiapa yang pincang, terluka atau sakit..." Lalu ia menyebutkan riwayat yang semakna. (796)

Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Hatim, (797) kemudian ia berkata: "Dan diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Ibnuz Zubair, 'Alqamah, Sa'id bin al-Musayyab, 'Urwah bin az-Zubair, Mujahid, an-Nakha'i, 'Atha' dan Muqatil bin Hayyan, mereka mengatakan: 'Terhalang oleh musuh, sakit atau terluka.'" (798)

Ats-Tsauri mengatakan: "Yaitu terhalang oleh segala sesuatu yang menganggunya." (799)

Diriwayatkan dalam Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim dari 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menemui Dhaba'ah binti az-Zubair bin 'Abdil Muththalib, lalu ia berkata, "Ya Rasulullah, aku ingin menunaikan ibadah haji, sedang aku dalam keadaan sakit." Maka beliau pun bersabda:

حجي واشترطي أن محلي حيث حبستني.

"Tunaikanlah haji dan syaratkanlah bahwa tempat tahallulku berada di tempat aku tertahan." (800)

Hadits senada juga diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma. (801)

Dengan demikian, penetapan syarat dalam haji dibenarkan berdasarkan hadits ini.

Dan firman Allah Ta'ala, "Maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat," Imam Malik meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib (radhiyallahu 'anhu) tentang firman-Nya ini, ia mengatakan: "Yaitu kambing." (802)

Ibnu 'Abbas mengatakan, "Al-hadyu termasuk delapan pasangan, yaitu unta, sapi, biri-biri, dan kambing." (803)

'Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas tentang firman Allah, "Maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat," ia mengatakan, "Sesuai dengan apa yang mudah baginya." (804)

Al-'Aufi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, ia mengatakan: "Jika mampu, maka hendaklah menyembelih unta, jika tidak mampu maka hendaklah menyembelih sapi, dan jika tidak mampu, maka hendaklah menyembelih kambing." (805)

Hisyam bin 'Urwah meriwayatkan dari ayahnya tentang firman Allah, "Maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat," ia mengatakan, "Yaitu, antara harga yang murah dan mahal (berharga sedang)." (806)

Yang menjadi dalil atas keshahihan pendapat jumhur ulama tentang dibolehkannya menyembelih kambing ketika berada dalam keadaan terkepung (terhalang), bahwa Allah telah mewajibkan penyembelihan binatang yang mudah didapat. Artinya, binatang kurban yang mudah didapat, apa pun jenisnya. Dan yang dimaksud dengan al-hadyu adalah unta, sapi dan kambing. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, seorang ulama yang berpengetahuan luas, penafsir al-Qur-an dan anak paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dan dalam ash-Shahiihain tercantum sebuah hadits dari 'Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Suatu kali Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkurban dengan seekor kambing." (807)

Firman Allah Ta'ala, "Dan jangan kamu mencukur bersih rambutmu sebelum kurban sampai ke tempat penyembelihannya," di'athafkan kepada firman-Nya, "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah," bukan di'athafkan kepada firman-Nya, "Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat." Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Jarir rahimahullah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabatnya pada tahun Hudaibiyah -ketika mereka terkepung (terhalang) oleh orang-orang kafir Quraisy sehingga tidak dapat memasuki Tanah Haram- mereka mencukur rambut dan menyembelih hewan kurban mereka di luar Tanah Haram. Adapun di saat yang aman dan bisa sampai ke Tanah Haram maka mereka tidak dibolehkan mencukur rambut, "Sehingga kurban sampai ke tempat penyembelihannya." Maka selesailah pelaksanaan manasik dari semua amalan haji dan umrah jika ia mengerjakan haji Qiran. Atau mengerjakan salah satu dari keduanya jika ia mengerjakan haji Ifrad, atau Tamattu'. Sebagaimana ditegaskan dalam Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim dari Hafshah radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Wahai Rasulullah, mengapa orang-orang bertahallul dari umrah, sementara engkau sendiri tidak bertahallul dari umrahmu?" Maka beliau menjawab,

إني لبدت رأسي وقلدت هديي، فلا أحل حتى أنحر.

"Sesungguhnya aku telah membiarkan rambutku kusut dan telah mengikat binatang kurbanku sehingga aku tidak akan bertahallul sebelum menyembelihnya." (808)

===

Catatan Kaki:

794. Muslim (II/946). [Al-Bukhari (no. 1727), Muslim (no. 1301). Lafazh di atas berdasarkan riwayat Muslim].

795. Tuhfatul Ahwadzi (IV/8), an-Nasa-i (V/198). [Shahih: At-Tirmidzi (no. 940), an-Nasa-i (no. 2860). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Shahiihul Jaami' (no. 6521)].

796. Abu Dawud (II/434) dan Ibnu Majah (II/1028). [Shahih: Abu Dawud (no. 1863), Ibnu Majah (no. 3078). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 1640)].

797. Ibnu Abi Hatim (I/444), tahqiq DR. Al-Ghamidi.

798. Ibnu Abi Hatim (I/445), tahqiq DR. Al-Ghamidi.

799. Ibnu Abi Hatim (I/445), tahqiq DR. Al-Ghamidi.

800. Fat-hul Baari (IX/34). [Al-Bukhari (no. 5089), Muslim (no. 1207)].

801. Muslim (II/868). [(no. 1208)].

802. Al-Muwaththa'  (I/385). [Muwaththa' Malik Riwayah Muhammad bin al-Hasan (no. 457), cet. Darul Qalam, Damaskus, th. 1413 H. Tahqiq: DR. Taqiyyudin an-Nadwi].

803. Ibnu Abi Hatim (I/450), tahqiq DR. Al-Ghamidi.

804. Ibnu Abi Hatim (I/451), tahqiq DR. Al-Ghamidi.

805. Ath-Thabari (IV/30).

806. Ibnu Abi Hatim (I/452), tahqiq DR. Al-Ghamidi.

807. Fat-hul Baari (III/639) dan Muslim (II/958). [Al-Bukhari (no. 1701), Muslim (no. 1321)].

808. Fat-hul Baari (III/493) dan Muslim (II/902). [Al-Bukhari (no. 1566), Muslim (no. 1229)].

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh – Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta – Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.