Skip to main content

Surat Al-Baqarah Ayat 187 (10) | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

AL-MISHBAAHUL MUNIIRU FII TAHDZIIBI TAFSIIRI IBNU KATSIIR

SHAHIH TAFSIR IBNU KATSIR

JUZ 2

SURAT AL-BAQARAH

AL-BAQARAH, AYAT 187 (10)

Imam asy-Syafi'i rahimahullah mengatakan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin mengajarkan kepada umatnya bagaimana menghindarkan diri dari tuduhan yang tidak pada tempatnya sesegera mungkin (tepat dalam waktu serta tempatnya, tidak ditunda-tunda, -pent.) agar keduanya tidak terperangkap ke dalam bahaya, padahal keduanya termasuk orang yang amat takut kepada Allah Ta'ala dan juga takut dari berprasangka buruk terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Wallaahu a'lam."

Makna al-mubaasyarah dalam ayat ini adalah jima' (bersetubuh) dan berbagai faktor penyebabnya, seperti ciuman, pelukan dan lain sebagainya. Adapun sekedar memberi sesuatu dan semisalnya maka hal ini tidak mengapa.

Diriwayatkan dalam Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim, hadits dari 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendekatkan kepala beliau kepadaku lalu aku menyisir rambutnya, dan ketika itu aku dalam keadaan haidh. Dan beliau tidak masuk rumah kecuali untuk kepentingannya (yang mendesak)." 'Aisyah mengatakan, "Pernah ada orang yang sakit di dalam rumah dan aku tidak menanyakan tentangnya kecuali aku berlalu." (756)

Firman Allah, "Itulah ketentuan-ketentuan Allah." Yakni, apa yang telah Kami (Allah) jelaskan, wajibkan, dan tentukan kepada kalian, berupa puasa dan hukum-hukumnya, apa yang Kami bolehkan dan Kami haramkan, dan juga Kami sebutkan tujuan-tujuannya, rukhshah, dan kewajiban-kewajibannya, semua itu adalah ketentuan-ketentuan Allah Ta'ala, yakni syari'at-Nya dan dijelaskan sendiri oleh-Nya secara langsung.

"Maka janganlah kamu mendekatinya." Artinya, janganlah kalian melampaui batas dan melanggarnya. 'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan, "Yakni (melanggar) empat ketentuan ini," lalu ia membaca ayat:

'Dihalalkan bagimu pada malam hari (di bulan) puasa untuk bercampur dengan isteri-isterimu. Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampunimu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang, campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.' Ia mengatakan, "Ayahku dan beberapa guru kami lainnya mengemukakan hal ini dan membacakan firman Allah ini kepada kami."

"Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia," sebagaimana Dia telah menerangkan tentang puasa; hukum, syari'at, dan rinciannya. Demikian pula Dia menjelaskan hukum-hukum lainnya melalui hamba dan Rasul-Nya, Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Kepada manusia, supaya mereka bertakwa," artinya mereka mengetahui bagaimana mereka memperoleh petunjuk dan bagaimana pula mereka melakukan ketaatan, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman,

"Dia-lah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (al-Qur-an) supaya Dia mengeluarkanmu dari kegelapan menuju cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang kepadamu." (QS. Al-Hadiid: 9)

===

Catatan Kaki:

756. Fat-hul Baari (IV/320) dan Muslim (I/244). [Al-Bukhari (no. 2029), Muslim (no. 297)].

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh – Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta – Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.

Popular posts from this blog