AL-MISHBAAHUL MUNIIRU FII TAHDZIIBI TAFSIIRI IBNU KATSIIR
SHAHIH TAFSIR IBNU KATSIR
JUZ 2
SURAT AL-BAQARAH
AL-BAQARAH, AYAT 155-157 (3)
KEUTAMAAN ISTIRJA SAAT TERTIMPA MUSIBAH
Keterangan tentang pahala istirja', yaitu ucapan, innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun ketika tertimpa musibah telah disebutkan dalam banyak hadits. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ummu Salamah, ia bercerita: "Pada suatu hari, setelah menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Salamah mendatangiku, lalu ia menceritakan bahwa ia telah mendengar ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang membuat aku merasa senang. Beliau bersabda,
'Tidak ada seseorang dari kaum muslimin yang ditimpa musibah, lalu ia mengucapkan 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun,' lalu ia berdo'a, 'Allaahumma' jurnii fii mushiibatii wa akhliflii khairan minhaa (Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini, dan berilah aku pengganti yang lebih baik darinya),' melainkan akan do'anya itu dikabulkan.'"
Ummu Salamah berkata, "Kemudian aku menghafal do'a dari beliau itu, dan ketika Abu Salamah wafat, maka aku pun mengucapkan, 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun,' dan berdo'a: 'Ya Allah, berikanlah pahala dalam musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih baik darinya.' Kemudian aku berkata kepada diriku sendiri: 'Dari mana aku akan memperoleh orang yang lebih baik dari Abu Salamah?' Setelah masa 'iddahku berakhir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meminta izin kepadaku. Ketika itu aku sedang menyamak kulit milikku, lalu aku mencuci tanganku dari qaradz (daun yang digunakan untuk menyamak). Lalu kuizinkan beliau masuk dan kusiapkan untuknya bantal tempat duduk yang berisi sabut. Maka beliau duduk di atasnya. Lalu beliau menyampaikan lamaran kepadaku. Setelah beliau berbicara, aku berkata, 'Ya Rasulullah, keadaanku akan membuatmu tak berminat. Aku ini seorang wanita yang sangat pencemburu, maka aku takut engkau mendapatkan dari diriku sesuatu yang karenanya Allah akan mengadzabku, sementara aku sendiri sudah tua dan mempunyai banyak anak.' Maka beliau bersabda,
'Adapun kecemburuanmu yang engkau sebutkan, maka semoga Allah 'Azza wa Jalla menghilangkannya darimu. Dan usia tua yang engkau sebutkan, maka aku pun mengalami apa yang engkau alami. Dan keluarga yang engkau sebutkan itu, maka sesungguhnya keluargamu adalah keluargaku juga.'
Maka Ummu Salamah menyerahkan diri kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kemudian beliau menikahinya. Setelah itu Ummu Salamah pun berkata, 'Allah telah memberikan ganti kepadaku yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.'" (595)
Hadits yang semisal dengan ini disebutkan dalam Shahiih Muslim secara ringkas. (596)
===
Catatan Kaki:
595. Ahmad (IV/27).
596. Muslim (II/633).[No. 918].
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh – Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta – Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.
SHAHIH TAFSIR IBNU KATSIR
JUZ 2
SURAT AL-BAQARAH
AL-BAQARAH, AYAT 155-157 (3)
KEUTAMAAN ISTIRJA SAAT TERTIMPA MUSIBAH
Keterangan tentang pahala istirja', yaitu ucapan, innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun ketika tertimpa musibah telah disebutkan dalam banyak hadits. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ummu Salamah, ia bercerita: "Pada suatu hari, setelah menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Salamah mendatangiku, lalu ia menceritakan bahwa ia telah mendengar ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang membuat aku merasa senang. Beliau bersabda,
'Tidak ada seseorang dari kaum muslimin yang ditimpa musibah, lalu ia mengucapkan 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun,' lalu ia berdo'a, 'Allaahumma' jurnii fii mushiibatii wa akhliflii khairan minhaa (Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini, dan berilah aku pengganti yang lebih baik darinya),' melainkan akan do'anya itu dikabulkan.'"
Ummu Salamah berkata, "Kemudian aku menghafal do'a dari beliau itu, dan ketika Abu Salamah wafat, maka aku pun mengucapkan, 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun,' dan berdo'a: 'Ya Allah, berikanlah pahala dalam musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih baik darinya.' Kemudian aku berkata kepada diriku sendiri: 'Dari mana aku akan memperoleh orang yang lebih baik dari Abu Salamah?' Setelah masa 'iddahku berakhir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meminta izin kepadaku. Ketika itu aku sedang menyamak kulit milikku, lalu aku mencuci tanganku dari qaradz (daun yang digunakan untuk menyamak). Lalu kuizinkan beliau masuk dan kusiapkan untuknya bantal tempat duduk yang berisi sabut. Maka beliau duduk di atasnya. Lalu beliau menyampaikan lamaran kepadaku. Setelah beliau berbicara, aku berkata, 'Ya Rasulullah, keadaanku akan membuatmu tak berminat. Aku ini seorang wanita yang sangat pencemburu, maka aku takut engkau mendapatkan dari diriku sesuatu yang karenanya Allah akan mengadzabku, sementara aku sendiri sudah tua dan mempunyai banyak anak.' Maka beliau bersabda,
'Adapun kecemburuanmu yang engkau sebutkan, maka semoga Allah 'Azza wa Jalla menghilangkannya darimu. Dan usia tua yang engkau sebutkan, maka aku pun mengalami apa yang engkau alami. Dan keluarga yang engkau sebutkan itu, maka sesungguhnya keluargamu adalah keluargaku juga.'
Maka Ummu Salamah menyerahkan diri kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kemudian beliau menikahinya. Setelah itu Ummu Salamah pun berkata, 'Allah telah memberikan ganti kepadaku yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.'" (595)
Hadits yang semisal dengan ini disebutkan dalam Shahiih Muslim secara ringkas. (596)
===
Catatan Kaki:
595. Ahmad (IV/27).
596. Muslim (II/633).[No. 918].
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh – Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta – Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.