Skip to main content

Meninggalkan sebagian pendapat para imam demi mengikuti Sunnah

Meninggalkan sebagian pendapat para imam demi mengikuti Sunnah

Sebagaimana keterangan tersebut di atas bahwa pengikut para imam (banyak dipraktekkan orang-orang dahulu tetapi sedikit dilakukan orang-orang kemudian), tidak mengikuti seluruh pendapat imam mereka, bahkan mereka meninggalkan sebagian besar pendapat imamnya bila mereka mengetahui hal itu bertentangan dengan hadits yaang shahih. Bahkan kedua orang imam, yaitu Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf telah menyalahi gurunya, Abu Hanifah rahimahullaah, sampai sepertiga dari pendapat gurunya (36) dan beliau menulis kitab Furu' yang penuh dengan keterangan-keterangan semacam ini. Begitu pula dengan imam Muzani (37) dan murid-murid imam Syafi'i lainnya. Kalau kami berikan contohnya di sini, kiranya akan memerlukan pembahasan yang panjang. Oleh karena itu, kami cukupkan contoh pembahasannya saja secara singkat dengan menampilkan dua contoh.

1. Imam Muhammad dalam kitab al-Muwaththa'-nya (38) halaman 158 berkata: "Adapun Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam meminta hujan tidak perlu shalat. Akan tetapi, menurut pendapat kami, ada imam yang memimpin shalat dua raka'at berjama'ah kemudian berdo'a, lalu mengubh posisi selendangnya, sehingga ujung yang di sebelah kiri menjadi di sebelah kanaan, dan sebaliknya.

2. Isham bin Yusuf al-Balkhi, salah seorang murid imam Muhammad (39), dan salah seorang yang nyantri kepada imam Abu Yusuf (40), fatwanya banyak yang berbeda dengan fatwa Abu Hanifah, karena sebelumny Abu Hanifah tidak mengetahui adanya hadits tetapi beliau ini tahu ada hadits pada orang lain, kemudian dipergunakannya untuk berfatwa (41). Oleh karena itu, dia mengangkat kedua tangannya saat hendak ruku' dan bangkit dari ruku' (42), seperti yang secara mutawatir tersebut dalam hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Walaupun beliau tahu bahwa perbuatan tersebut menyalahi pendapat tiga imam madzhab, beliau tidak segan-segan untuk mempraktekkan hadits tersebut. Demikianlah hendaknya setiap orang muslim mengambil sikapnya sebagaimana pesan-pesan para imam madzhab yang empat dan lain-lainnya seperti tersebut di atas.

Ringkasnya, aku benar-benar berharap hendaklah setiap orang yang bertaqlid tidak terburu-buru mengecam orang yang berpegang pada al-Qur-an dan tergesa-gesa meninggalkan petunjuk hadits-hadits Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan alasan hal itu bertentangan dengan madzhabnya. Aku berharap hendaknya pendapat-pendapat para imam yang telah menyatakan wajibnya berpegang pada Sunnah di atas diingat dengan baik dan semua pendapat mereka yang bertentangan dengan Sunnah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ditinggalkan. Hendaklah para pengecam mengetahui bahwa dengan mengecam orang yang mengambil al-Qur-an dan Sunnah, itu berarti mengecam pribadi imam yang mereka taqlidi, sebab yang kami lakukan adalah mengikuti jejak mereka sebagaimana telah disebutkan di atas. Orang yang mengabaikan petunjuk mereka dalam menempuh jalan ini sesungguhnya menghadapi bahaya yang besar. Hal itu berarti mereka telah meninggalkan Sunnah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, padahal kita mendapatkan perintah dari beliau untuk kembali kepada al-Qur-an dan Sunnah bila menghadapi perselisihan pendapat, sebagaimana firman Allah:

"Demi Rabbmu, mereka itu tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam menyelesaikan sengketa di antara mereka, kemudian mereka tidak berkeberatan terhadap keputusanmu dan menerimanya dengan sepenuh ketulusan hati."
(Qur-an Surah an-Nisa' (4): ayat 65)

Aku memohon kepada Allah agar kita masuk ke dalam golongan orang-orang yang menyatakan:

"Ucapan orang-orang mukmin bila diseru kepada Allah dan Rasul-Nya untuk mencari hukum bagi persoalan mereka hanyalah: 'Kami mendengar dan kami taat.' Mereka itulah orang-orang yang berbahagia. Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut dan bertaqwa kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang jaya."
(Qur-an Surah an-Nur (24): ayat 51-52)

Damaskus, 13 Jumadil Akhir 1370 H

===

(36) Ibnu 'Abidin dalam kitab Hasyiyah-nya 1/2, dan Luknawi menisbatkannya kepadanya kepada Ghazali dalam kitab an-Nafi' al-Kabir halaman 93.

(37) Beliau yang mengucapkan hal ini pada bagian awal kitab Mukhtashar Fiqhu asy-Syafi'i, pada catatan kaki kitab al-Umm, karya Imam Syafi'i, yang kalimatnya berbunyi: "Aku ringkaskan kitab ini dari karya Muhammad bin Idris asy-Syafi'i rahimahullaah dan maksud kandungannya agar orang yang mempelajarinya mudah memahami. Di samping itu, hendaklah ia mengetahui bahwa beliau melarang taqlid kepadanya dan kepada yang lain-lain. Hendaklah setiap orang memperhatikan masalah agamanya dan berlaku hati-hati dalam urusan agamanya."

(38) Secara terus terang beliau menyatakan berbeda pendapat dengan imamnya kurang lebih dalam dua puluh masalah. Hal ini telah kami tunjukkan, di antaranya pada halaman: 42, 44, 103, 120, 158, 169, 172, 173, 228, 230, 240, 244, 274, 275, 284, 314, 331, 338, 355 dan 356 dalam kitab Ta'liq al-Mumajjad 'ala Muwaththa' Muhammad.

(39) Ibnu 'Abidin telah memasukkan dia ke dalam kelompok murid imam Muhammad, baca kitab Hasyiyah 1/74, Rasmul Mufti 1/17, dan disebutkan oleh Qurashiyyi pada kitab al-Jawahil al-Madhiyyah fi Thabaqati al-Hanafiyyah halaman 347. Beliau berkata: "Dia adalah ahli hadits yang dapat dipercaya. Beliau dan saudaranya, Ibrahim, adalah seorang Syaikh yang menjadi panutan pada zamannya."

(40) Kitab al-Fawaid al-Bahiyah fi Tarajim al-Hanafiyah halaman 116.

(41) Kitab al-Bahru ar-Raiq 6/93, dan kitab Rasmul Mufti 1/28.

(42) Kitab al-Fawaid halaman 116. Selanjutnya, beliau berkomentar:
"Dari sini diketahui bathilnya riwayat Makhul dari Abu Hanifah yang menyatakan: 'Orang yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat berarti shalatnya batal.'"
Pernyataan ini membuat penulis kitab at-Ittiqani telah tertipu seperti yang telah disebutkan dalam kitab Tarajim-nya di atas, sebab Isham bin Yusuf, orang yang nyantri kepada Abu Yusuf, ternyata mengangkat tangan. Sekiranya riwayat tersebut benar-benar ada sumbernya, tentu Abu Yusuf dan Isham mengetahuinya. Ia berujar: "Memang sudah dikenal seorang bahwa bila pengikut Hanafi mendapatkan hadits yang bertentangan dengan madzhabnya lalu dia tinggalkan madzhabnya untuk mengikuti hadits, sikapnya tidak berarti keluar sebagai pengikut Hanafi. Karena pengikut yang sebenarnya dalam madzhab Hanafi adalah siapa yang mau meninggalkan pendapat yang berlawanan dengan hadits. Ketahuilah bahwa Isham bin Yusuf menyalahi madzhab Abu Hanifah bahwa dalam mengangkat tangan ternyata dia tidak dianggap keluar dari madzhab Hanafi." Ujarnya: "Hanya kepada Allah tempat mengadu dari segala kebodohan zaman kita ini. Mereka mencela orang-orang yang meninggalkan taqlid kepada imamnya karena ada dalil yang kuat pada dirinya dan mereka menyingkirkan orang ini dari lingkungan madzhabnya. Hal itu tidak mengherankan jika dilakukan oleh orang awam, tetapi sungguh sangat mengherankan jika dilakukan oleh orang-orang yang mengaku menjadi 'ulama tetapi bertingkah laku seperti hewan."

===

Maroji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shalaati an-Nabiyyi Shallallaahu 'alaihi wa Sallama min at-Takbiiri ilaa at-Tasliimi Ka-annaka Taraaha, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, Penerbit: Maktabah al-Ma'aarif Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan kedua, Edisi revisi, Tahun 1417 H/ 1996 M. Judul terjemahan: Sifat Shalat Nabi shallaLLAAHU 'alay-hi wa sallam, Penerjemah: Muhammad Thalib, Penerbit: Media Hidayah Yogyakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Desember 2000 M.

===

Layanan gratis estimasi biaya rangka atap baja ringan, genteng metal, dan plafon gypsum:
http://www.bajaringantangerang.com

===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog