Skip to main content

Surat Al-Baqarah Ayat 172-173 (4) | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

AL-MISHBAAHUL MUNIIRU FII TAHDZIIBI TAFSIIRI IBNU KATSIIR

SHAHIH TAFSIR IBNU KATSIR

JUZ 2

SURAT AL-BAQARAH

AL-BAQARAH, AYAT 172-173 (4)

Permasalahan

Jika orang yang benar-benar dalam keadaan terpaksa menemukan bangkai dan makanan milikorang lain yang tidak dapat dipastikan pemiliknya serta tidak membahayakan, maka tidak dihalalkan baginya memakan bangkai. Tetapi ia boleh memakan makanan milik orang lain tersebut. Dan tidak ada perbedaan pendapat tentang hal ini.

Dalam Sunan Ibni Majah disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari 'Abbad bin Syurahbil al-'Anzi, ia berkata, "Kami pernah ditimpa kelaparan setahun penuh. Lalu aku datang ke Madinah, maka aku pun memasuki sebuah kebun dan mengambil beberapa tangkai tanaman kemudian aku menggosok-gosokkannya dan setelah itu memakannya. Dan beberapa tangkai lagi aku letakkan di dalam bajuku. Lalu pemilik kebun itu datang memukulku serta mengambil bajuku. Selanjutnya aku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan hal itu kepada beliau."

Beliau pun bersabda kepada pemilik kebun itu:

"Mengapa engkau tidak memberinya makan, jika ia dalam keadaan lapar (atau berusaha mencari makanan), dan mengapa engkau tidak mengajarkan (ilmu) kepadanya jika ia tidak tahu."

Beliau pun memerintahkan agar baju itu dikembalikan kepada pemiliknya dan memerintahkan agar ia diberi satu atau setengah wasaq (60 sha') makanan. (630)

Sanad hadits di atas shahih, kuat dan jayyid, serta memiliki banyak syahid (hadits lain yang menguatkan), di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seseorang yang mengambil buah yang masih tergantung di pohon, maka beliau bersabda,

"Barangsiapa terpaksa mengambil sesuatu darinya (pohon itu) karena keperluan mendesak untuk dimakan langsung dengan tidak mengantonginya, maka tidak ada sesuatu (dosa) baginya." (631) Dan hadits selanjutnya.

Menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, "Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," Muqatil bin Hayyan mengatakan bahwa maksudnya ialah makanan yang dimakan dalam keadaan terpaksa. (632)

Sa'id bin Jubair mengatakan, "Allah Ta'ala Maha Pengampun atas makanan haram yang dimakan oleh orang itu, dan Dia Maha Penyayang karena Dia telah membolehkan baginya memakan makanan yang haram dalam keadaan terpaksa." (633)

Diriwayatkan dari Masruq, ia berkata, "Barangsiapa benar-benar dalam keadaan terpaksa, namun ia tidak makan dan minum, lalu ia meninggal dunia, maka ia masuk Neraka." (634)

Ini menunjukkan bahwa keringanan memakan bangkai bagi orang yang berada dalam keadaan terpaksa merupakan suatu 'azimah (keharusan) dan bukan sekedar rukhshah (keringanan).

===

Catatan Kaki:

630. Ibnu Majah (II/770). [Shahih: Ibnu Majah (no. 2298). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Shahiihul Jaami' (no. 5641)].

631. Tuhfatul Ahwadzi (IV/510). [Hasan: At-Tirmidzi (no. 1289). At-Tirmidzi menghasankannya, demikian juga Syaikh al-Albani dalam kitab Shahiihul Jaami' (no. 6038)].

632. Ibnu Abi Hatim (I/240), tahqiq: DR. AL-Ghamidi.

633. Ibnu Abi Hatim (I/240), tahqiq: DR. Al-Ghamidi.

634. Al-Baihaqi (IX/357).

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh – Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta – Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.