Skip to main content

Surat Al-Baqarah Ayat 172-173 (3) | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

AL-MISHBAAHUL MUNIIRU FII TAHDZIIBI TAFSIIRI IBNU KATSIIR

SHAHIH TAFSIR IBNU KATSIR

JUZ 2

SURAT AL-BAQARAH

AL-BAQARAH, AYAT 172-173 (3)

BOLEHNYA MEMAKAN MAKANAN YANG HARAM KARENA KONDISI DARURAT

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala membolehkan memakan makanan yang haram karena keadaan darurat dan sangat mendesak ketika tidak ada lagi makanan lainnya. Dia berfirman: "Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas." "Maka tidak ada dosa baginya," memakan makanan tersebut. "Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Menurut Mujahid, firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas," artinya tidak dalam keadaan merampok, atau keluar dari ketaatan imam atau bepergian dalam kemaksiatan kepada Allah, maka ia mendapatkan rukhshah (keringanan). Tetapi orang yang melampaui batas atau melanggar, atau berada dalam kemaksiatan kepada Allah, maka tidak ada keringanan baginya, meskipun terpaksa. Hal yang sama juga diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair radhiyallahu 'anhu.

Dalam salah satu riwayat Sa'id yang lain dan dari Muqatil bin Hayyan, ia mengatakan, "'Tanpa melampaui batas,' artinya tanpa menghalalkannya." (628)

Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma: "Tidak melampaui batas," yakni dalam memakan bangkai itu dan tidak mengulangi memakannya (jika telah hilang keterpaksaannya)."

Qatadah mengatakan, "Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya," maksudnya tidak berselera terhadap bangkai tersebut, yakni tidak berselera memakannya. Maksud tidak (pula) melampaui batas yaitu dengan melangkahi yang halal dan memilih yang haram, sementara ia masih memiliki alternatif lainnya." (629)

===

Catatan Kaki:

628. Ibnu Abi Hatim (I/236), tahqiq: DR. Al-Ghamidi.

629. Ath-Thabari (III/324).

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh – Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta – Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.