Skip to main content

Tingkatan Kedua: Ihsan (3) | Tingkatan-tingkatan Din | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Kedua.

Ma'rifatud Din.
Mengenal Dinul Islam.

Sedangkan yang dimaksud dengan ihsan bila dinisbatkan kepada peribadahan kepada Allah, adalah Engkau mengibadahi Allah seakan engkau melihat-Nya, seperti yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Peribadahan manusia kepada Rabbnya yang dilakukan seakan ia melihat-Nya ini adalah ibadah thalab (tuntutan) dan syauq (kerinduan). Ibadah thalab dan syauq akan menjadikan seseorang mendapatkan pendorong dalam dirinya untuk melakukan peribadahan itu, karena ia menuntut sesuatu yang dicintainya ini. Ia mengibadahi-Nya seakan melihat-Nya, sehingga ia akan menuju-Nya, kembali bertaubat kepada-Nya serta mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya. "Jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." Ini adalah ibadah harb (pelarian diri) dan khauf (kekhawatiran). Karenanya, yang ini merupakan tingkatan ihsan yang kedua. Jika engkau belum bisa mengibadahi Allah 'Azza wa Jalla seakan engkau melihat-Nya dan menuntut-Nya serta mendorong jiwa untuk sampai kepada-Nya, maka ibadahilah Dia seakan Dialah yang senantiasa melihatmu, sehingga engkau mengibadahi-Nya dalam bentuk peribadahan orang yang takut kepada-Nya serta lari dari adzab dan balasan-Nya. Tingkatan yang ini, menurut para ahli suluk, lebih rendah daripada tingkatan yang pertama tadi.

Mengibadahi Allah 'Azza wa Jalla adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah:

"Mengibadahi Ar-Rahman adalah kecintaan yang optimal kepada-Nya disertai ketundukan penyembah-Nya, keduanya adalah rukun."

Jadi, ibadah itu dibangun di atas dua hal ini; kecintaan dan ketundukan yang optimal. Dalam kecintaan terdapat tuntutan, sedangkan di dalam ketundukan terdapat kekhawatiran dan ketakutan. Ini adalah ihsan dalam mengibadahi Allah 'Azza wa Jalla.

Jika seorang manusia mengibadahi Allah dalam bentuk seperti ini, maka ia akan menjadi seorang yang ikhlas (mukhlis) demi Allah 'Azza wa Jalla. Dalam mengibadahi-Nya tidak ingin riya' maupun sum'ah ataupun karena pujian dari manusia lain; entah manusia lain melihatnya atau tidak, semuanya sama saja baginya. Dia berarti mengihsankan ibadahnya. Bahkan di antara bentuk sempurnanya keikhlasan adalah keinginan seseorang agar tidak dilihat oleh seorang pun dalam melakukan ibadah dan agar supaya ibadahnya kepada Rabbnya itu terahasiakan, kecuali apabila keterbukaan ibadahnya itu membawa kemaslahatan bagi kaum Muslimin atau bagi Islam itu sendiri. Misalnya, bila seseorang itu punya pengikut yang mencontoh perlakuannya dan ia ingin menjelaskan ibadahnya kepada manusia lainnya agar mereka dapat mengambil 'lentera' yang dapat menerangi jalan mereka, atau bila ia ingin menampakkan ibadah agar diikuti pula oleh teman-teman atau sahabat-sahabatnya. Dalam hal yang demikian ini jelas terdapat kebaikan. Kemaslahatan semacam ini terkadang lebih utama dan lebih tinggi ketimbang kemaslahatan ibadah yang disembunyikan. Karena Allah 'Azza wa Jalla memberikan pujian terhadap orang-orang yang menginfakkan harta mereka secara rahasia maupun terang-terangan. Bilamana secara rahasia itu lebih bermaslahat dan lebih bermanfaat bagi hati, lebih khusyuk, serta lebih menghadirkan diri kepada Allah, maka mereka melakukannya secara rahasia atau sembunyi-sembunyi. Dan jika secara terbuka dan terang-terangan itu membawa maslahat bagi Islam dengan tampaknya syariat-syariatnya, serta bagi kaum Muslimin yang akhirnya dapat mencontoh dan meneladani orang yang melakukan ibadah ini, maka mereka melakukan hal itu secara terang-terangan.

Seorang mukmin akan memperhatikan mana yang lebih bermaslahat. Manakala suatu ibadah lebih bermaslahat dan lebih membawa manfaat, maka ibadah itu jelas lebih sempurna dan lebih utama.

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Popular posts from this blog