Skip to main content

Epilog: Hukum Safar ke Negeri-negeri Kafir | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Ketiga.

Ma'rifatun Nabi.
Mengenal Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam.

Epilog: Hukum Safar ke Negeri-negeri Kafir.

Safar (bepergian) ke negeri-negeri kaum kufar tidak dibolehkan, kecuali dengan tiga syarat:

Pertama: Harus punya ilmu untuk menolak syubhat (keraguan, kesamaran).

Kedua: Harus punya agama yang dapat membentengi diri dari "syahwat".

Ketiga: Jika memang diperlukan.

Jika ketiga syarat ini belum terpenuhi, maka tidak dibolehkan melakukan safar ke negeri-negeri kaum kufar. Mengingat dalam hal itu akan terjadi fitnah atau dikhawatirkan akan terjadi fitnah, di samping terjadi penghamburan harta. Sebab untuk melakukan safar ini, seseorang harus mengeluarkan biaya yang cukup banyak.

Adapun jika ada kepentingan untuk itu, dalam rangka berobat atau menimba ilmu yang tidak ada di negeri sendiri, sementara ada ilmu dan agama sebagaimana yang kami kriteriakan di atas, maka tidak mengapa melakukan safar ke negeri-negeri kaum kufar itu.

Sedangkan safar dengan tujuan wisata ke negeri-negeri kaum kufar, maka ini namanya bukan 'kepentingan', karena masih ada alternatif untuk berkunjung ke negeri-negeri Islam yang penduduknya masih memelihara syiar-syiar Islam. Negeri kita sekarang ini, alhamdulillah, sudah menjadi negeri wisata untuk beberapa wilayah. Maka tempat-tempat itu dapat dikunjungi untuk mengisi masa liburan.

Lebih-lebih bermukim di negeri-negeri kaum kufar, maka bahayanya akan lebih besar lagi terhadap agama seorang Muslim, juga terhadap akhlak, perilaku dan moralnya. Kami sendiri, dan juga yang lain, telah menyaksikan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh kebanyakan orang-orang yang tinggal di sana, dan ketika mereka kembali, keadaan mereka tidak sebagaimana ketika pergi. Mereka pulang ke tanah air dalam keadaan fasik, dan ada sebagian dari mereka yang kembali dalam keadaan murtad dari agamanya, mengkufuri agamanya dan juga mengkufuri seluruh agama yang ada -wal 'iyadzu billah-, sehingga mereka menjadi manusia atheis tulen dan suka memperolokkan agama dan para penganut agama, baik terhadap orang-orang terdahulu maupun terhadap orang-orang berikutnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya, bahkan harus dapat dipastikan keterpeliharaan dari hal itu, dan harus dibuat syarat-syarat yang dapat mencegah kecenderungan untuk terjerumus ke jurang kebinasaan itu. Bermukim di negeri-negeri kafir harus memenuhi dua syarat pokok:

Pertama: Pemukim harus dapat menjaga agamanya, di mana tentunya ia harus punya ilmu dan keimanan serta ketetapan hati yang kuat, yang dapat menjadikan dirinya tetap berpegang teguh terhadap agamanya serta dapat berhati-hati dari penyelewengan dan penyimpangan. Dia juga harus tetap menyimpan permusuhan dan rasa benci terhadap orang-orang kafir, serta tidak memberikan perwalian dan kecintaan terhadap mereka, karena hal itu dapat menafikan keimanan kepada Allah. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhir saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak mereka sendiri, atau anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka, atau keluarga mereka..." (Al-Mujadilah [58]: 22)

Allah 'Azza wa Jalla juga berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi wali(mu); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (yahudi dan nasrani), seraya berkata, 'Kami takut akan mendapat bencana.' Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka." (Al-Ma'idah [5]: 51-52)

Dalam sebuah hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam disebutkan:

"Bahwasanya barangsiapa yang mencintai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka. Dan bahwasanya seseorang itu beserta orang yang dicintainya." (58)

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

58. HR. Bukhari, Kitabul Adab, bab "Alamatu Hubbillah 'Azza wa Jalla"; dan Muslim, Kitabush Shilati, bab "Al-Mar'u Ma'a Man Ahabba".

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Popular posts from this blog