Skip to main content

Hak pengasuhan anak dalam Islam, demi kebaikan anak (2)

Baituna
Menghidupkan Sunnah di rumah

Hak pengasuhan anak dalam Islam, demi kebaikan anak (2)

Ibu adalah pihak yang paling berhak

Ibu, adalah yang paling berhak menggenggam hak asuh anak dibandingkan pihak-pihak lainnya. Al-Imam Muwaffaquddin Ibnu Qudamah rohimahuLLOOH mengatakan, "Jika suami isteri mengalami perceraian dengan meninggalkan seorang anak (anak yang masih kecil atau anak cacat), maka ibunyalah yang paling berhak menerima hak hadhonah (mengasuh) daripada orang lain. Kami tidak mengetahui adanya seorang 'Ulama yang berbeda pendapat dalam masalah inim"

Diutamakan ibu dalam mengasuh anak, lantaran ia orang yang paling terlihat sayang dan paling dekat dengannya. Tidak ada yang menyamai kedekatannya dengan si anak selain bapaknya. Adapun tentang kasih sayang, tidak ada seorangpun yang mempunyai tingkatan seperti ibunya. Suami (ayahnya) tidak boleh mencoba menanganinya sendiri, akan tetapi perlu menyerahkannya kepada ibunya (isterinya). Begitu pula ibu kandung sang isteri, ia lebih berhak dibandingkan isteri ayahnya (suaminya).

Ibnu 'Abbas ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma membuat satu ungkapan yang indah: "Aromanya, kasurnya, dan pangkuannya lebih baik daripada engkau, sampai ia menginjak remaja dan telah memilih keputusannya sendiri (untuk mengikuti ayah atau ibunya)."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahuLLOOH mempunyai alasan, mengapa ibu lebih berhak dalam mengasuh anaknya, dikarenakan ibu lebih baik daripada ayah si anak. Sebab, jalinan ikatan dengan si anak sangat kuat dan lebih mengetahui kebutuhan makanan bagi anak, cara menggendong, menidurkan dan mengasuh. Dia lebih pengalaman dan lebih sayang. Dalam konteks ini, ia lebih mampu, lebih tahu dan lebih tahan mental. Sehingga dialah orang yang mesti mengasuh seorang anak yang belum memasuki usia tamyiz berdasarkan syari'at. (1)

Dari 'Abdulloh bin 'Amr ro-dhiyaLLOOHU 'anhu, bahwasanya ada seorang wanita pernah mendatangi Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam untuk mengadukan masalahnya. Wanita itu berkata, "Wahai Rosululloh, anakku ini dahulu, akulah yang mengandungnya. Akulah yang menyusui dan memangkunya. Dan sesungguhnya ayahnya telah menceraikan aku dan ingin mengambilnya dariku."

Mendengar pengaduan wanita itu, Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam pun menjawab, "Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah." (2)

Hadits ini menunjukkan, bahwa seorang ibu paling berhak mengasuh anaknya ketika ia diceraikan oleh suaminya (ayah si anak) dan ingin merebut hak asuhnya.

Bersambung...

===

(1) Kitab Majmu' al-Fatawa 17/216-218.

(2) Hadits Riwayat Imam Ahmad 2/182, Imam Abu Dawud 2276, dan Imam al-Hakim 2/247, Imam al-Albani menilainya sebagai hadits hasan.

===

Sumber:
Majalah as-Sunnah, Upaya menghidupkan Sunnah, Edisi 01/ Tahun XI/ 1428 H/ 2007 M.

===

Layanan gratis estimasi biaya rangka atap baja ringan, genteng metal, dan plafon gypsum:
http://www.bajaringantangerang.com

===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog