AL-MISHBAAHUL MUNIIRU FII TAHDZIIBI TAFSIIRI IBNU KATSIIR
SHAHIH TAFSIR IBNU KATSIR
JUZ 2
SURAT AL-BAQARAH
AL-BAQARAH, AYAT 185 (4)
MASALAH-MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN PUASA KETIKA DALAM PERJALANAN
Dalam Sunnah telah ditegaskan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar di bulan Ramadhan untuk perang pembebasan kota Makkah. Beliau berjalan hingga tiba di al-Kadid (280 km sebelah selatan kota Madinah), lalu beliau berbuka dan memerintahkan orang-orang untuk berbuka. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahiih keduanya. (697)
Pendapat yang benar adalah pendapat jumhur ulama, yang menyatakan bahwa berbuka puasa ketika itu bersifat pilihan, bukan keharusan. Alasannya, mereka pernah pergi bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan seperti yang diceritakan oleh Abu Sa'id al-Khudri (radhiyallahu 'anhu), ia berkata: "Di antara kami ada yang berpuasa dan ada juga yang tidak." Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan sebaliknya orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa. Seandainya berbuka itu merupakan suatu hal yang wajib, niscaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengecam sebagian dari mereka yang berpuasa. Bahkan ditegaskan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berpuasa dalam keadaan demikian, berdasarkan hadits yang tercantum dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim yang diriwayatkan dari Abud Darda' (radhiyallahu 'anhu), ia mengatakan: "Kami pernah bepergian bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan ketika musim panas yang sangat, sampai salah seorang di antara kami meletakkan tangannya di atas kepalanya karena panas yang sangat menyengat. Tidak ada di antara kami yang berpuasa kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan 'Abdullah bin Rawahah." (698)
Berbuka puasa ketika berada dalam perjalanan itu lebih utama. Alasannya sebagai pengamalan rukhshah (keringanan) dari-Nya dan berdasarkan hadits bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa dalam perjalanan, maka beliau pun menjawab:
من أفطر فحسن، ومن صام فلا جناح عليه.
"Barangsiapa berbuka, maka ia telah berbuat baik. Dan barangsiapa tetap berpuasa, maka tidak ada dosa baginya." (699)
Dalam hadits yang lain beliau bersabda:
عليكم برخصة اللّه الّتي رخّص لكم.
"Pergunakanlah rukhshah (keringanan) yang diberikan Allah kepada kalian." (700)
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa antara keduanya sama saja. Hal itu didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari 'Aisyah (radhiyallahu 'anhuma), bahwa Hamzah bin 'Amr al-Aslami pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, sungguh aku sering berpuasa, apakah aku boleh berpuasa dalam perjalanan?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun menjawab:
إن شئت فصم، وأن شئت فأفطر.
"Jika engkau mau berpuasalah, dan jika mau berbukalah."
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (701)
Dan ada pula yang berpendapat bahwa apabila ia merasa berat untuk melaksanakan puasa, maka berbuka baginya lebih utama. Hal ini berdasarkan hadits Jabir (radhiyallahu 'anhu), bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjumpai seorang laki-laki yang dipayungi, maka beliau bertanya: "Ada apa dengannya?" Orang-orang menjawab: "Dia sedang berpuasa." Lalu beliau bersabda:
ليس من البرّ الصّيام في السّفر.
"Berpuasa ketika dalam perjalanan bukan termasuk kebajikan."
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (702)
Adapun jika ia membenci Sunnah (dalam hal ini rukhshah untuk berbuka) dan berpendapat bahwa berbuka adalah makruh, maka ia wajib berbuka dan berpuasa menjadi haram baginya.
===
Catatan Kaki:
697. Fat-hul Baari (III/213) dan Muslim (II/784). [Al-Bukhari (no. 1944), Muslim (no. 1113)].
698. Fat-hul Baari (IV/210) dan Muslim (II/790). [Al-Bukhari (no. 1945), Muslim (no. 1122)].
699. Muslim (II/790). [Diriwayatkan oleh Muslim dengan lafazh yang sedikit berbeda (no. 1116)].
700. Muslim (II/786). [No. 1115].
701. Fat-hul Baari (IV/211) dan Muslim (II/789). [Al-Bukhari (no. 1943), Muslim (no. 1121)].
702. Fat-hul Baari (IV/216) dan Muslim (II/786). [Al-Bukhari (no. 1946), Muslim (no. 1115)].
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh – Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta – Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.