Skip to main content

Surat Al-Baqarah Ayat 180-182 (3) | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

AL-MISHBAAHUL MUNIIRU FII TAHDZIIBI TAFSIIRI IBNU KATSIIR

SHAHIH TAFSIR IBNU KATSIR

JUZ 2

SURAT AL-BAQARAH

AL-BAQARAH, AYAT 180-182 (3)

WASIAT DALAM PERKARA YANG MA'RUF

Yang dimaksud dengan ma'ruf (baik) adalah seseorang berwasiat kepada kaum kerabat tanpa menghancurkan masa depan ahli warisnya, tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir. Sebagaimana dinyatakan dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim, bahwa Sa'ad pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai harta kekayaan (yang cukup banyak) dan tidak ada yang mewarisiku kecuali seorang puteriku, apakah aku boleh mewasiatkan dua pertiga dari hartaku?" "Tidak," jawab Rasulullah. "Bolehkah setengahnya?" tanyanya lebih lanjut. Beliau menjawab, "Tidak." Ia bertanya lagi, "Bolehkah sepertiganya?" Beliau menjawab:

الثُّلُثُ، وَالثُّلُثُ كَثِيْرٌ إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُوْنَ النَّاسَ.

"(Ya) sepertiga, dan sepertiga itu banyak. Sesungguhnya, engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, meminta-minta kepada manusia." (680)

Sedangkan dalam kitab Shahiih al-Bukhari diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia mengatakan: "Seandainya saja orang-orang itu mengurangi dari sepertiga menjadi seperempat (maka itu sudah cukup), karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: '(Ya) sepertiga, dan sepertiga itu banyak.'" (681)

Allah Ta'ala berfirman, "Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu setelah ia mendengarnya, sesungguhnya dosanya itu bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Maknanya, barangsiapa menyelewengkan wasiat itu dan menyimpangkannya, lalu mengubah ketetapannya dengan menambah atau mengurangi, terutama dalam hal ini adalah menyembunyikannya, "Maka sesungguhnya dosanya itu bagi orang-orang yang mengubahnya."

Ibnu 'Abbas dan beberapa ulama lainnya mengatakan: "Pahala si mayit itu berada di sisi Allah, sedangkan dosanya (mengubah wasiat) ditanggung oleh orang-orang yang mengubahnya." (682) "Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Maksudnya, Allah Ta'ala mengawasi apa yang diwasiatkan oleh si mayit, dan Dia mengetahui hal itu serta perubahan yang dilakukan oleh penerima wasiat.

Dalam firman Allah, "(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu (akan) berlaku janaf atau berbuat dosa," Ibnu 'Abbas (683), Abul 'Aliyah, Mujahid, adh-Dhahhak, ar-Rabi' bin Anas dan as-Suddi mengatakan: "Janaf artinya kesalahan." (684)

Dan ini mencakup segala macam kesalahan, seperti mereka menambah bagian seorang ahli waris dengan berbagai perantara atau sarana. Misalnya seseorang berwasiat agar menjual suatu barang tertentu karena pilih kasih, atau seseorang berwasiat kepada anak dari puterinya dengan maksud agar bagian dari puterinya bertambah. Atau cara-cara yang semisal, baik karena keliru tanpa disengaja, disebabkan naluri dan rasa sayang tanpa disadari, atau karena sengaja berbuat dosa. Dalam keadaan seperti ini, orang yang diserahi wasiat boleh memperbaikinya dan melakukan perubahan dalam wasiat itu sesuai dengan aturan syari'at. Ia boleh melakukan perubahan wasiat yang disampaikan si mayit sehingga lebih mendekati dan sesuai, dengan tujuan untuk memadukan antara maksud pemberi wasiat dengan cara yang syar'i. Dan perbaikan serta pemaduan ini sama sekali bukanlah termasuk perubahan.

Oleh karena itu bersamaan dengan perintah ini disertakan dan dijelaskan pula larangan yang berkaitan dengan hal tersebut agar dapat diketahui bajwa tidak ada jalan untuk melakukannya. Wallahu a'lam.

===

Catatan Kaki:

680. Fat-hul Baari (V/724), Muslim (III/1250). [Al-Bukhari (no. 3936), Muslim (no. 1628)].

681. Al-Bukhari (no. 2743). [Juga Muslim (no. 1629)].

682. Ath-Thabari (II/397).

683. Ibnu Abi Hatim (I/310), tahqiq: DR. Al-Ghamidi.

684. Ibnu Abi Hatim (I/311), tahqiq: DR. Al-Ghamidi.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh – Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta – Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.

Popular posts from this blog