Skip to main content

Penjelasan Tentang Kebenaran Naskh dan Bantahan Terhadap Orang-orang yahudi yang Menganggap Hal itu Mustahil (2) | Al-Baqarah, Ayat 106-107 | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

Al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullaah.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Al-Baqarah, Ayat 106-107.

Penjelasan Tentang Kebenaran Naskh dan Bantahan Terhadap Orang-orang yahudi yang Menganggap Hal itu Mustahil (2).

(Aku (Ibnu Katsir) katakan) Yang mendorong orang-orang yahudi membahas masalah naskh ini semata-mata karena kekufuran dan keingkaran mereka atas adanya naskh tersebut. Bukan tidak masuk akal, bahwa tidak ada satu hal pun yang dapat menolak adanya naskh dalam hukum-hukum Allah Ta'ala, karena memang Dia-lah yang memutuskan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Sebagaimana Dia melakukan apa yang Dia kehendaki. Dan hal itu pun telah terjadi dalam Kitab-kitab dan syari'at-syari'at-Nya yang terdahulu. Sebagai contoh, dahulu Allah membolehkan Nabi Adam ('alaihis salaam) menikahkan puterinya dengan puteranya sendiri, kemudian setelah itu Allah mengharamkannya. Allah juga pernah membolehkan Nabi Nuh ('alaihis salaam) memakan segala jenis hewan setelah ia keluar dari kapal, kemudian Allah menghapus penghalalan sebagiannya. Selain itu, Allah juga pernah membolehkan Israil (Nabi Ya'qub ('alaihis salaam)) dan anak-anaknya menikahi dua wanita yang bersaudara (bersamaan), tetapi hal itu diharamkan dalam syari'at Taurat dan Kitab-kitab setelahnya. Allah juga pernah memerintahkan Nabi Ibrahim 'alaihis salaam agar menyembelih puteranya, kemudian Dia menaskhnya sebelum beliau melaksanakannya. Allah juga memerintahkan kebanyakan Bani Israil untuk membunuh orang-orang yang menyembah anak sapi di antara mereka, kemudian Dia menarik kembali perintah tersebut agar tidak membinasakan mereka.

Dan masih banyak lagi hal-hal yang berkaitan dengan masalah ini. Orang-orang yahudi sendiri mengakui dan membenarkannya. Dan jawaban-jawaban yang diberikan berkenaan dengan dalil-dalil ini tidak dapat memalingkan maknanya, karena itulah yang dimaksudkan. Dan sebagaimana yang masyhur tertulis dalam Kitab-kitab mereka tentang kabar gembira akan datangnya Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam dan perintah untuk mengikuti beliau. Hal itu memberi pengertian yang mewajibkan untuk mengikuti beliau 'alaihish shalaatu was salaam, dan suatu amalan (ibadah) tidak akan diterima kecuali jika sesuai dengan syari'atnya. Sama saja, dikatakan bahwasanya syari'at terdahulu itu terbatas sampai pengutusan Rasulullah 'alaihish shalaatu was salaam, maka yang demikian itu tidak disebut sebagai naskh, berdasarkan firman-Nya, "Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam." (QS. Al-Baqarah: 187). Maupun pendapat lain yang mengatakan bahwa syari'at itu bersifat mutlak, dan sesungguhnya syari'at Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam menaskhnya. Bagaimanapun kondisinya, mengikuti beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah keharusan, karena beliau datang dengan membawa satu Kitab yang merupakan Kitab terakhir dari Allah Tabaaraka wa Ta'aala.

Di tempat ini Allah Ta'ala menjelaskan bolehnya naskh sebagai bantahan terhadap orang-orang yahudi -la'natullaah 'alaihim-, di mana Allah Ta'ala berfirman, "Tidakkah engkau mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu? Tidakkah engkau mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah?" dan ayat seterusnya.

Sebagaimana Allah memiliki kekuasaan tanpa ada yang menandinginya, demikian pula hanya Dia yang berhak memutuskan hukum sesuai dengan kehendak-Nya, "Ketahuilah, menciptakan dan memerintah hanyalah milik (hak) Allah." (QS. Al-A'raaf: 54)

Dan dalam surat Ali 'Imran yang kalimat pada awal-awal surat tersebut ditujukan kepada Ahlul Kitab juga terdapat naskh, yaitu firman-Nya, "Seluruh makanan adalah halal untuk Bani Israil kecuali makanan yang diharamkan Israil (Nabi Ya'qub) untuk dirinya sendiri," dan ayat seterusnya. (QS. Ali 'Imran: 93). Sebagaimana penafsirannya akan kami sampaikan berikutnya.

Seluruh kaum Muslimin sepakat membolehkan naskh dalam hukum-hukum Allah Ta'ala, karena di dalamnya terdapat hikmah yang sangat agung. Dan mereka semua mengakui telah terjadinya naskh tersebut.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Edit Isi: Abu Ahsan Sirojuddin Hasan Bashri Lc, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Cetakan Keempat Belas, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.

===

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT