Skip to main content

Hukum Ngalap Berkah dari Pohon, Batu, dan Sejenisnya | Kitab Tauhid

Bab 9

Hukum Ngalap Berkah dari Pohon, Batu, dan Sejenisnya

Allah Ta'ala berfirman,

"Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata, Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak-anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kalian (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Mereka adalah nama-nama yang diada-adakan oleh kalian dan bapak-bapak kalian. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan dan apa yang diinginkan hawa nafsu mereka. Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka." (QS. An Najm: 19-23)

Abu Waqid Al Laitsi (44) radhiyallahu 'anhu berkata, "Kami pergi keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menuju Hunain. Waktu itu kami baru saja masuk Islam. Ketika itu, orang-orang musyrik memiliki sebatang pohon untuk bersemedi dan menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu dinamakan dengan dzatu anwath. Tatkala kami melewati pohon tersebut, kami mengatakan, 'Wahai Rasulullah, buatkanlah dzatu anwath untuk kami seperti mereka.'"

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Allahu Akbar, itu adalah tradisi orang-orang sebelum kalian. Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, ucapan kalian itu seperti ucapan bani Israil kepada Nabi Musa, 'Buatkanlah sesembahan-sesembahan untuk kami sebagaimana mereka juga memiliki sesembahan yang banyak." (QS. Al A'raf: 138) Kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian." (Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi 2180, Nasa'i dalam Al Kubra 11185, Ahmad 5/218, Ibnu Hibban 6702, Abu Ya'la 1441, Ibnu Abi Syaibah 15/101, Thabrani dalam Al Kabir 3290)

Kandungan Bab

1. Tafsir surat An Najm ayat: 19-23. (45)

2. Mengetahui bentuk permintaan para sahabat yang baru masuk Islam yang tersebut dalam hadits di atas. (46)

3. Para sahabat yang baru masuk Islam belum mengerjakan perbuatan seperti yang dilakukan orang-orang musyrik di atas.

4. Maksud para sahabat yang baru masuk Islam dalam hadits di atas dengan perbuatan itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka beranggapan bahwa Allah mencintai perbuatan tersebut.

5. Jika para sahabat yang baru masuk Islam saja tidak mengetahui perkara ini maka terlebih lagi orang selain mereka (selain para sahabat).

6. Para sahabat memiliki banyak kebaikan. Bahkan mereka dijanjikan akan mendapatkan ampunan, berbeda dengan selain mereka.

7. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menerima alasan mereka bahkan membantah dengan bersabda, "Allahu Akbar, itu adalah tradisi orang-orang sebelum kalian. Kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian." Beliau bersikap keras terhadap permintaan mereka menggunakan ketiga kalimat di atas.

8. Permasalahan penting dan inilah yang dimaksud, yaitu penjelasan Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) bahwa permintaan para sahabat yang baru masuk Islam di atas ternyata sama dengan permintaan bani Israil tatkala memohon kepada Nabi Musa ('alaihis salam) dengan mengatakan, "Buatkanlah untuk kami sesembahan."

9. Pengingkaran terhadap permintaan itu merupakan perwujudan makna kalimat la ilaha illallah. Perkara ini masih belum dimengerti dan dipahami oleh para sahabat yang baru masuk Islam tersebut.

10. Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersumpah dalam memberikan fatwanya. Beliau tidaklah bersumpah kecuali untuk sesuatu yang mengandung maslahat.

11. Syirik terbagi menjadi syirik besar dan syirik kecil. (Ditarik kesimpulan demikian itu karena ternyata) para sahabat yang baru masuk Islam itu tidaklah menjadi kafir lantaran mengucapkan permintaan itu.

12. Perkataan Abu Waqid Al Laitsi, "...waktu itu kami baru saja masuk Islam..." menunjukkan bahwa para sahabat yang lain mengetahui bahwa perbuatan itu adalah syirik.

13. Disyariatkan bertakbir ketika merasa heran dengan sesuatu. Hal ini menyelisihi ulama lain yang menganggap bahwa hukumnya makruh.

14. Menutup pintu-pintu yang bisa mengantarkan kepada perbuatan syirik.

15. Dilarang meniru-niru perbuatan orang-orang jahiliyah.

16. Diperbolehkan marah ketika menyampaikan pelajaran.

17. Kaidah umum (47). Hal ini dipetik dari sabda beliau, "Itu adalah tradisi orang-orang sebelum kalian."

18. Pernyataan di atas termasuk tanda kenabian Muhammad (shallallahu 'alaihi wa sallam), karena benar-benar terjadi sesuai yang beliau kabarkan.

19. Celaan yang ditujukan Allah kepada orang-orang yahudi dalam Al Qur'an juga ditujukan kepada kita.

20. Sudah menjadi ketentuan para sahabat bahwa ibadah itu harus dilandaskan pada perintah (Allah dan Rasul-Nya). Ini mengingatkan pada hal-hal yang akan ditanyakan kepada manusia di liang kubur. Tentang pertanyaan, "Siapakah Rabbmu?", sudah jelas (bahwa tidak ada Rabb yang hakiki kecuali Allah Ta'ala, -pent). Sedangkan pertanyaan, "Siapakah Nabimu?" didasarkan kepada pemberitahuan Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) tentang perkara ghaib. Sedangkan pertanyaan, "Apakah agamamu?", dipetik dari perkataan bani Israil, "Buatkanlah untuk kami sesembahan..."

21. Tradisi orang-orang ahli kitab itu tercela seperti halnya tradisi orang-orang musyrik.

22. Orang yang baru saja pindah dari adat yang batil, tidak bisa dipastikan secara mutlak bahwa dirinya terbebas dari sisa-sisa tradisi jahiliyah tersebut. Hal ini dipetik dari perkataan para sahabat yang baru masuk Islam yang mengucapkan, " Kami baru saja masuk Islam..."

=====

Catatan Kaki:

44. Beliau adalah Al Harits bin 'Auf. Beliau adalah seorang sahabat yang terkenal dan wafat pada tahun 68 H.

45. Dalam ayat ini, Allah menyangkal orang-orang yang menyembah Lata dan Uza. Allah mengungkapkan ayat di atas dengan bentuk pertanyaan untuk merendahkan dan meremehkan berhala-berhala tersebut. (Lihat Al Qaulul Mufid 'ala Kitab At Tauhid hlm. 159)

46. Mereka meminta Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk membuatkan dzatu anwath seperti yang dimiliki orang-orang musyrik. Mereka hanya ingin ngalap berkah dari pohon tersebut bukan untuk menyembahnya. Dari uraian ini menunjukkan bahwa ngalap berkah kepada pohon adalah perbuatan terlarang. Perbuatan ini adalah tradisi orang-orang terdahulu yang sesat. (Lihat Al Qaulul Mufid 'ala Kitab At Tauhid hlm. 159)

47. Maksudnya adalah umat ini akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum mereka. Pernyataan ini tidak berarti diperbolehkannya melakukan hal itu akan tetapi ini adalah dalam rangka memberikan peringatan agar menghindarinya. (Lihat Al Qaulul Mufid 'ala Kitab At Tauhid hlm. 164)

=====

Maraji'/ Sumber:

Kitab: At Tauhid, Alladzi Huwa Haqqullah 'alal 'Abid, Penulis: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullaah, Penerbit: Darul Aqidah, Kairo - Mesir, Tanpa Keterangan Cetakan, Tahun 1422 H/ 2002 M, Judul Terjemahan: Kitab Tauhid, Memurnikan La Ilaha Illallah, Penerjemah: Eko Haryono, Editor, Taqdir, Hidayati, Penerbit: Media Hidayah - Indonesia, Cetakan Pertama, Sya'ban 1425 H/ Oktober 2004 M.