Skip to main content

Batilnya Sesembahan Selain Allah | Kitab Tauhid

Bab 15

Batilnya Sesembahan Selain Allah

Allah Ta'ala berfirman,

"Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tidak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. Berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan." (QS. Al A'raf: 191-192)

"Orang-orang yang kalian sembah selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu. Kalaupun mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaan kalian. Pada hari Kiamat, mereka akan mengingkari kemusyrikan kalian. Tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepada kalian seperti yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui." (QS. Fathir: 13-14)

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Anas radhiyallahu 'anhu, dia menuturkan bahwa pada perang Uhud,

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terluka pada bagian kepalanya dan gigi taringnya patah. Beliau lantas bersabda, "Bagaimana akan beruntung suatu kaum yang melukai Nabi mereka?" Lantas turunlah ayat, "Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu." (QS. Ali 'Imran: 128) (Bukhari meriwayatkan secara mu'allaq di kitab Al Maghazi bab Laisa laka minal amri syaiun. Muslim meriwayatkan secara maushul 1791 dari Tsabit dari Anas, Tirmidzi 3004, Nasa'i dalam kitab Al Kubra 11077, Ahmad 3/99, 20)

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Ibnu Umar (66), dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa tatkala mengangkat kepalanya dari ruku' pada rakaat terakhir shalat Subuh:

اَللَّهُمَّ الْعَنْ فُلَانًا وَفُلَانًا

Allaahummal 'an Fulaanan wa Fulaanan.
"Ya Allah, kutuklah si-A dan si-B." Yaitu setelah mengucapkan 'Sami'allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu'. Lantas turunlah ayat, "Tidak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu." (HR. Bukhari 4069)

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa beliau mendo'akan agar Shafwan bin Umayah, Suhail bin 'Amr dan Al Harits bin Hisyam (67) dijauhkan dari rahmat Allah. Lantas turunlah ayat,

"Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu." (Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari 4070, Tirmidzi secara maushul 3004, Ahmad 2/93)

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, dia menuturkan bahwa tatkala turun ayat,

"Berilah peringatan kepada kerabat kerabat terdekat." (QS. Asy Syu'ara': 214)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri dan bersabda,

"Wahai sekalian orang-orang Quraisy -atau dengan kalimat lain yang semisalnya- tebuslah diri kalian (dari siksa Allah dengan menyerahkan ibadah hanya kepada-Nya). Sesungguhnya sedikit pun aku tidak berguna bagi diri kalian di hadapan Allah. Wahai 'Abbas bin 'Abdil Muthalib, sedikit pun aku tidaklah berguna bagimu di hadapan Allah. Wahai Shafiyah bibi Rasulullah, sedikit pun aku tidak berguna bagi dirimu di hadapan Allah. Wahai Fatimah puteri Muhammad! Mintalah kepadaku harta yang engkau inginkan. Sedikit pun aku tidak berguna bagi dirimu di hadapan Allah." (HR. Bukhari 2753, 3527, 4771, Muslim 206 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Kandungan Bab

1. Tafsir kedua ayat di atas. (69)

2. Kisah perang Uhud.

3. Dalam shalat Subuh Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) sebagai pemimpin para Rasul telah melakukan qunut dan para sahabat pun yang makmum di belakang beliau mengaminkannya.

4. Orang-orang yang dido'akan oleh Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) agar dijauhkan dari rahmat-Nya adalah orang-orang yang masih kafir.

5. Orang orang kafir itu telah melakukan hal-hal yang tidak dilakukan oleh orang-orang kafir pada umumnya. Mereka berani melukai kepala Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) dan sangat berambisi untuk membunuh beliau. Bahkan mereka merusak tubuh korban yang terbunuh padahal para korban itu adalah anak famili mereka sendiri.

6. Tentang perbuatan itu Allah telah menurunkan firman-Nya kepada beliau, "Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu."

7. Allah Ta'ala berfirman, "Atau Allah menerima taubat mereka atau mengazab mereka." Allah lantas menerima taubat mereka lantaran mereka kemudian beriman.

8. Qunut Nazilah. (70)

9. Diperbolehkannya menyebutkan nama-nama orang tertentu beserta nama-nama orang tua mereka ketika mendo'akan kejelekan kepada mereka dalam shalat.(71)

10. Boleh melaknat orang kafir tertentu (dengan tunjuk hidung) dalam qunut. (72)

11. Kisah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala turun ayat, "Berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat."

12. Kesungguhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mendakwahkan hal ini. Beliau telah melakukan sesuatu yang bisa menyebabkan dirinya dituduh gila. Begitu pula kalau hal itu didakwahkan oleh orang sekarang ini.

13. Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) mengingatkan kerabatnya baik yang paling jauh maupun yang paling dekat dengan bersabda, "Sedikit pun aku tidak berguna bagimu di hadapan Allah." sampai beliau, "Wahai Fatimah puteri Muhammad, sedikit pun aku tidak berguna bagimu di hadapan Allah." Rasulullah sebagai pemimpin para rasul saja mengatakan dengan terang-terangan bahwa dirinya tidak berguna bagi Fatimah, pemimpin para wanita di alam ini. Padahal orang-orang pun percaya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan perkataan kecuali yang benar. Jika kita memperhatikan fenomena yang terjadi pada kaum khawash (73) dewasa ini, maka akan jelas bagi kita bahwa orang-orang telah meninggalkan ajaran tauhid dan tuntunan agama ini telah menjadi asing.

=====

Catatan Kaki:

66. Beliau adalah 'Abdullah bin 'Umar bin Al Khathab radhiyallahu 'anhuma. Beliau adalah seorang sahabat yang paling taat mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah sahabat yang paling akhir yang wafat di kota Mekkah pada tahun 73 H.

67. Akan tetapi kemudian Ketiga orang ini ternyata masuk Islam dengan hidayah Allah. (Lihat Al Jadiid fi Syarh Kitab At Tauhid hlm. 143)

68. Beliau adalah 'Abdurrahman bin Shakhr Ad Dausi. Beliau adalah seorang sahabat terkemuka dan banyak menghafal hadits Nabi. Beliau wafat pada tahun 57 H.

69. Kalau Nabi saja yang sebagai pemimpin para Rasul sedikit pun tidak berguna bagi kerabatnya di hadapan Allah apalagi orang selain beliau. Dia tidak akan mampu menolak mara bahaya yang menimpanya maupun mendatangkan kemanfaatan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. (Lihat catatan kaki Fathul Majid Syarhu Kitab Tauhid hlm. 201)

70. Qunut Nazilah adalah qunut yang dilakukan ketika ada kaum muslim yang ditimpa mara bahaya. Oleh karena itu, dianjurkan bagi kita untuk mendo'akan Mereka hingga mara bahaya itu hilang dari mereka. Qunut ini dilakukan pada setiap shalat. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. (Lihat Al Qaulul Mufid 'ala Kitab At Tauhid: I/237)

71. Hal ini diperbolehkan jika memang penyebutan itu memiliki maslahat tertentu. Penyebutan nama tersebut dalam shalat tidak membatalkan shalat karena hal ini merupakan bagian dari do'a kita kepada Allah. Perbuatan Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) yang kemudian dilarang oleh Allah Ta'ala adalah melaknat orang kafir tertentu, tidak secara umum. (Diringkas Al Qaulul Mufid 'ala Kitab At Tauhid: I/238)

72. Ini adalah pendapat yang aneh. Kalau yang dimaksudkan penulis rahimahullah bahwa hal ini adalah suatu hal yang pernah terjadi akan tetapi kemudian perbuatan itu dilarang Allah, maka tidak ada lagi permasalahan dalam hal ini. Akan tetapi kalau beliau memetik pelajaran dari hadits di atas bahwa kita boleh melaknat orang tertentu untuk selama-lamanya dalam qunut maka ini adalah perkara yang perlu ditinjau ulang karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah dilarang Allah untuk melakukan perbuatan tersebut. (Lihat Al Qaulul Mufid 'ala Kitab At Tauhid: I/239)

73. Khawash adalah orang-orang yang mengaku-aku sebagai ulama atau diangkat oleh orang-orang di sekitarnya sebagai ulama dan pantas untuk diikuti padahal sebenarnya mereka bukan ulama. Mereka berdo'a kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melenyapkan mara bahaya dan mendatangkan manfaat.

=====

Maraji'/ Sumber:

Kitab: At Tauhid, Alladzi Huwa Haqqullah 'alal 'Abid, Penulis: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullaah, Penerbit: Darul Aqidah, Kairo - Mesir, Tanpa Keterangan Cetakan, Tahun 1422 H/ 2002 M, Judul Terjemahan: Kitab Tauhid, Memurnikan La Ilaha Illallah, Penerjemah: Eko Haryono, Editor, Taqdir, Hidayati, Penerbit: Media Hidayah - Indonesia, Cetakan Pertama, Sya'ban 1425 H/ Oktober 2004 M.