Skip to main content

Pembagian Talak; Kepada Sunni dan Bid'i (2) | Tafsir Wanita

Tafsir Wanita

Surat Al-Baqarah

Hukum-hukum Puasa

Pembagian Talak; Kepada Sunni dan Bid'i

Disyariatkannya Khulu' (2)

Ibnu Taimiyah melanjutkan; Jika seorang istri sangat marah padanya dan dia memilih untuk berpisah dengannya, maka hendaknya dia menebus dirinya dengan cara mengembalikan kepada suaminya apa yang dia ambil darinya yang berupa mahar, dan dia berlepas diri dari tanggung jawabnya. Dan sang suami hendaknya melepaskannya, demikian sebagaimana yang ada di dalam Al-Qur'an dan sunnah dan sebagaimana yang disepakati oleh para ulama. Wallahu a'lam.

Namun bagaimana halnya jika khulu' telah jatuh, apakah itu disebut dengan fasakh atau disebut talak?

Dalam hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab tatkala ditanya tentang khulu'; Apakah itu dianggap sebagai talak tiga? Dan apakah disyariatkan hendaknya dia dilakukan dengan lafazh selain lafazh talak dan niat talak?

Ibnu Taimiyah menjawab; (1) Dalam masalah ini ada perselisihan yang sangat terkenal baik di antara ulama salaf maupun khalaf.

Sedangkan madzhab Imam Ahmad dan para sahabatnya mengatakan; bahwa itu adalah perceraian selamanya (ba'in) dan merupakan fasakh nikah dan bukan merupakan bagian talak tiga. Oleh karena itu, andaikata dia telah mengkhulu'nya sebanyak sepuluh kali, namun kemudian jika dia mau menjadikannya lagi sebagai istrinya, dia bisa melakukannya dengan pernikahan baru walaupun belum ada orang lain yang pernah nikah dengannya. Ini juga merupakan salah satu dari pendapat Imam Asy-Syafi'i dan menjadi pilihan sekelompok muridnya dan orang-orang yang menjadi pembela madzhabnya. Ada pula sebagian di antara mereka yang mendukungnya namun tidak menjadikannya sebagai pilihan madzhabnya. Ini juga merupakan pendapat jumhur ahli hadits seperti Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsaur, Daud, Ibnul Mundzir dan Ibnu Khuzaimah. Ini diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas dan sahabat-sahabatnya, seperti Thawus dan Ikrimah.

Sedangkan pendapat kedua adalah pendapat yang mengatakan; bahwa ini merupakan talak ba'in dan masuk dalam talak tiga. Demikian ini adalah pendapat sebagian besar ulama salaf. Ini jugalah yang menjadi madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Asy-Syafi'i dalam satu pendapat yang lain. Dikatakan bahwa pendapat ini adalah pendapat barunya Imam Asy-Syafi'i. Ini juga merupakan riwayat lain dari Ahmad, dinukil dari Umar, Utsman, Ali dan Ibnu Mas'ud. Namun riwayat ini dilemahkan oleh Imam Ahmad dan ulama-ulama hadits yang lain. Seperti Ibnul Mundzir, Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi dan juga selain mereka. Mereka tidak menyatakan benar, kecuali apa yang dinukil dari Abdullah bin Abbas. Bahwa sesungguhnya yang demikian itu adalah fasakh dan bukan talak. Sedangkan Imam Asy-Syafi'i dan yang lainnya berkata, "Kami tidak tahu tentang orang yang meriwayatkan ini, dari Utsman; Apakah dia kredibel (tsiqah) atau tidak kredibel. Mereka tidak menyatakan shahih terhadap apa yang dinukil dari sahabat, mereka hanya mengakui bahwa mereka tidak tahu keshahihannya."

Saya tidak tahu, ternyata ada dari salah seorang ahli ilmu yang meriwayatkan bahwa hadits yang menyatakan shahih terhadap apa yang dinukil dari sahabat, bahwa itu adalah talak ba'in yang dianggap bagian dari talak tiga. Bahkan yang paling baik dalam masalah ini yang dinukil dari mereka adalah apa yang diriwayatkan dari Utsman bin Affan. Dan telah dinukil Utsman dengan sanad yang shahih; bahwa dia memerintahkan pada wanita yang dikhulu' untuk membersihkan rahimnya dari haidh. Kemudian dia mengatakan; Tidak ada bagimu 'iddah. Hal ini memberikan konsekwensi bahwa menurut pandangannya ini, hal itu berarti merupakan perpisahan selamanya (ba'in) dan bukan merupakan talak. Sebab talak setelah bercampur itu mengharuskan adanya hitungan iddah dengan tiga quru' sesuai dengan teks yang ada di dalam Al-Qur'an dan sesuai dengan kesepakatan seluruh kaum Muslimin. Ini tentu saja berbeda dengan khulu'. Sebab telah disebutkan dalam sunnah dan atsar para sahabat bahwa iddah baginya adalah hanya satu kali haidh. Ini adalah madzhab Ishaq, Ibnul Mundzir, dan selain mereka berdua, dan dalam satu riwayat dari dua riwayat yang datang dari Ahmad.

=====

Catatan Kaki:

1. Majmu' Al-Fatawa: 32/289.

=====

Maraji'/ Sumber: 
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun. Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Editor: Farida Muslich Taman, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.