Kewajiban Ittiba' (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya (3) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah
Bab V
Kewajiban Ittiba' (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya (3)
B. Dalil-dalil dari As-Sunnah
'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat garis dengan tangannya kemudian bersabda: 'Ini jalan Allah yang lurus.' Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda: 'Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tak satupun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat syaitan yang menyeru kepadanya.' Selanjutnya beliau membaca firman Allah 'Azza wa Jalla: 'Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertakwa.'" (QS. Al-An'aam: 153) (143)
"Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Shahabat), kemudian yang sesudahnya, kemudian yang sesudahnya. Setelah itu akan datang suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya." (144)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan tentang kebaikan mereka, yang merupakan sebaik-baik manusia serta keutamaannya. Sedangkan perkataan 'sebaik-baik manusia' yaitu tentang 'aqidahnya, manhajnya, akhlaqnya, dakwahnya dan lain-lainnya. Oleh karena itu mereka dikatakan sebaik-baik manusia. (145) Dan dalam riwayat lain disebutkan dengan kata (khairu kum) 'sebaik-baik kalian' dan dalam riwayat yang lain disebutkan (khaira ummati) 'sebaik-baik umatku'.
Kata Shahabat Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu:
"Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya dan Allah mendapati hati Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebaik-baik hati manusia, maka Allah pilih Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai utusan-Nya. Allah memberikan kepadanya risalah kemudian Allah melihat dari seluruh hati hamba-hamba-Nya setelah Nabi-Nya, maka didapati bahwa hati para Shahabat merupakan hati yang paling baik sesudahnya, maka Allah jadikan mereka sebagai pendamping Nabi-Nya yang mereka berperang atas agama-Nya. Apa yang dipandang kaum Muslimin (para Shahabat Rasul) itu baik, maka itu baik pula di sisi Allah dan apa yang mereka (para Shahabat Rasul) pandang jelek, maka di sisi Allah itu jelek." (146)
=====
Catatan Kaki:
143. Hadits shahih riwayat Ahmad (I/435, 465), ad-Darimy (I/67-68), al-Hakim (II/318), Syarhus Sunnah lil Imam al-Baghawy (no. 97), dihasankan oleh Syaikh al-Albany dalam as-Sunnah libni Abi 'Ashim no. 17, Tafsir an-Nasa-i (no. 194). Adapun tambahan (mutafarriqatun) diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/435).
144. Muttafaq 'alaihi. HR. Al-Bukhari (no. 2652, 3651, 6429, 6658) dan Muslim (no. 2533 (211)) dan lainnya dari shahabat Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu. Hadits ini mutawatir sebagaimana telah ditegaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Ishaabah (I/12), al-Munawy dalam Faidhul Qadir (III/478) serta disetujui oleh al-Kattaany dalam kitab Nadhmul Mutanatsir (hal. 127). Lihat Limadza Ikhtartu al-Manhajas Salafy (hal. 87).
145. Limadza Ikhtartu al-Manhajas Salafy hal. 86-87.
146. HR. Ahmad (I/379), dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir (no. 3600). Lihat Majma'uz Zawaa-id (I/177-178).
=====
Maraji'/ sumber:
Buku: Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Penulis: Ustadz Yazid bin 'Abdul Qadir Jawas hafizhahullaah, Penerbit: Pustaka at-Taqwa, Bogor - Indonesia, Cetakan Pertama, Jumadil Akhir 1425 H/ Agustus 2004 M.