Skip to main content

Taslim, patuh dan taat hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, secara lahir dan bathin. Tidak menolak sesuatu dari al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih, dengan qiyas, perasaan, kasyf, ucapan seorang syaikh, ataupun pendapat imam-imam dan yang lainnya (3) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab III.

Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil.

Penjelasan Kaidah Kelima (3).

"Berserah diri (taslim), patuh dan taat hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, secara lahir dan bathin. Tidak menolak sesuatu dari al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih, (baik menolaknya itu) dengan qiyas (analogi), perasaan, kasyf (iluminasi atau penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib), ucapan seoranv syaikh, ataupun pendapat imam-imam dan yang lainnya."

Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang anak-anak kaum musyrikin yang meninggal dunia, beliau menjawab:

"Allah-lah Yang Mahatahu apa yang telah mereka kerjakan." (70)

Dari Abu Umamah al-Baahili radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah suatu kaum akan tersesat setelah mendapat hidayah kecuali apabila di kalangan mereka diberi kebiasaan berdebat." Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan firman Allah 'Azza wa Jalla:

"... Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja..." (QS. Az-Zukhruf: 58) (71)

Dari Aisyah (72) radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

'Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang keras hati lagi suka membantah.'" (73)

Tidak diragukan lagi bahwa orang yang tidak taslim kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka telah berkurang tauhidnya. Dan orang berkata dengan ra'yunya (logikanya), hawa nafsunya atau taqlid kepada orang yang mempunyai ra'yu dan mengikuti hawa nafsu tanpa petunjuk dari Allah, maka berkuranglah tauhidnya menurut kadar keluarnya dia dari ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya dia telah menjadikan sesembahan selain Allah 'Azza wa Jalla.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka, siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. Al-Jaatsiyah: 23) (74)

=====

Catatan Kaki:

70. HR. Al-Bukhari no. 1384 dan Muslim no. 2659, dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.

71. HR. At-Tirmidzi (no. 3253), Ibnu Majah (no. 48), Ahmad (V/252, 256), ath-Thabrani dalam Mu'jamul Kabir dan al-Hakim (II/447, 448), dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi. Menurut Syaikh al-Albani hadits ini hasan sebagaimana perkataan Imam at-Tirmidzi, lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib no. 141.

72. Beliau adalah Ummul Mukminin. Nama lengkapnya 'Aisyah bintu Abi Bakar ash-Shiddiq, isteri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang dinikahi di Makkah pada waktu berusia enam tahun. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hidup bersamanya di Madinah ketika dia berusia sembilan tahun pada tahun kedua Hijriyah dan tidak menikah dengan perawan selainnya. Dia adalah isteri yang paling dicintainya di antara isteri-isteri lainnya. Dia banyak menghafal hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan wanita yang paling cerdas dan paling 'alim.

Lihat al-Ishaabah fii Tamyiiz ash-Shahaabah karya Ibnu Hajar al-Asqalani (IV/359 no. 704, cet. Daarul Fikr).

73. HR. Al-Bukhari (no. 2457), Muslim (no. 2668), at-Tirmidzi (no. 2976), an-Nasa-i (VIII/248) dan Ahmad (VI/55, 62, 205).

74. Lihat penjelasannya di dalam kitab Syarah 'Aqiidah Thahawiyyah, takhrij dan ta'liq oleh Syu'aib al-Arnauth dan 'Abdullah bin 'Abdil Muhsin at-Turki (hal. 228-235).

=====

Maraji'/ sumber:

Buku: Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Penulis: Ustadz Yazid bin 'Abdul Qadir Jawas hafizhahullaah, Penerbit: Pustaka at-Taqwa, Bogor - Indonesia, Cetakan Pertama, Jumadil Akhir 1425 H/ Agustus 2004 M.