Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2018

Kewajiban Ittiba' (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya (3) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab V Kewajiban Ittiba' (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya (3) B. Dalil-dalil dari As-Sunnah 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat garis dengan tangannya kemudian bersabda: 'Ini jalan Allah yang lurus.' Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda: 'Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat) tak satupun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat syaitan yang menyeru kepadanya.' Selanjutnya beliau membaca firman Allah 'Azza wa Jalla: 'Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertakwa.'" (QS. Al-An'aam: 153) (143) "Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Shahabat), k...

Pembagian Talak; Kepada Sunni dan Bid'i (2) | Tafsir Wanita

Tafsir Wanita Surat Al-Baqarah Hukum-hukum Puasa Pembagian Talak; Kepada Sunni dan Bid'i Disyariatkannya Khulu' (2) Ibnu Taimiyah melanjutkan; Jika seorang istri sangat marah padanya dan dia memilih untuk berpisah dengannya, maka hendaknya dia menebus dirinya dengan cara mengembalikan kepada suaminya apa yang dia ambil darinya yang berupa mahar, dan dia berlepas diri dari tanggung jawabnya. Dan sang suami hendaknya melepaskannya, demikian sebagaimana yang ada di dalam Al-Qur'an dan sunnah dan sebagaimana yang disepakati oleh para ulama. Wallahu a'lam. Namun bagaimana halnya jika khulu' telah jatuh, apakah itu disebut dengan fasakh atau disebut talak? Dalam hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab tatkala ditanya tentang khulu'; Apakah itu dianggap sebagai talak tiga? Dan apakah disyariatkan hendaknya dia dilakukan dengan lafazh selain lafazh talak dan niat talak? Ibnu Taimiyah menjawab; (1) Dalam masalah ini ada perselisihan yang sangat terkenal baik di ant...

Kewajiban Ittiba' (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya (2) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab V Kewajiban Ittiba' (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya (2) Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisaa': 115) Ayat ini menunjukkan bahwa menyalahi jalannya kaum Mukminin sebagai sebab akan terjatuh ke dalam jalan-jalan kesesatan dan diancam dengan masuk Neraka Jahannam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebesar-besar prinsip dalam Islam yang mempunyai konsekuensi wajibnya umat Islam untuk mengikuti jalannya kaum Mu'minin dan jalannya kaum Mu'minin adalah perkataan dan perbuatan para Shahabat radhiyallahu 'anhum. Karena, ketika turunnya wahyu tidak ada orang yang beriman kecu...

Pembagian Talak; Kepada Sunni dan Bid'i | Tafsir Wanita

Tafsir Wanita Surat Al-Baqarah Hukum-hukum Puasa Pembagian Talak; Kepada Sunni dan Bid'i Talak dibagi menjadi dua bagian. Talak sunnah dan talak bid'ah. Talak sunnah adalah talak yang jatuh sesuai dengan apa yang ada di dalam syariat, yakni menjatuhkan talak kepada seorang istri, dalam keadaan suci dan dia tidak mencampurinya, atau dia berada dalam keadaan hamil yang jelas kehamilannya, dan talak tidak terjadi kecuali dengan satu lafazh. Sedangkan talak bid'ah adalah talak yang terjadi dengan sebaliknya. Yakni jika dia mentalak istrinya dalam keadaan haidh, nifas atau menganggapnya terjadi talak tiga dengan satu lafazh. Jika ini dilakukan, maka talak telah jatuh. Disyariatkannya Khulu' (1) Allah berfirman, "Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Alla...

Kewajiban Ittiba' (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab V Kewajiban Ittiba' (Mengikuti Jejak) Salafush Shalih dan Menetapkan Manhajnya Mengikuti manhaj/jalan Salafush Shalih (yaitu para Shahabat) adalah kewajiban bagi setiap individu Muslim. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai berikut: A. Dalil-dalil dari al-Qur-an. Allah berfirman: "Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui." (QS. Al-Baqarah: 137) Al-Imam Ibnu Qayyim al Jauziyah rahimahullah (wafat tahun 751 H) berkata: "Ayat ini Allah menjadikan Iman para Shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai timbangan/tolok ukur untuk membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara kebenaran dan kebatilan. Apabila ahlul Kitab beriman sebagaimana berimannya para Shahabat, maka sungguh merek...

Jumlah Talak | Sebab Turunnya Ayat Ini | Tafsir Wanita

Tafsir Wanita Surat Al-Baqarah Hukum-hukum Puasa Bolehnya Ruju' dalam Talak Raj'i (3) Jumlah Talak Allah berfirman, "Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh dirujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik..." (Al-Baqarah: 229) Sebab Turunnya Ayat Ini Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya (1) mengenai Firman Allah Ta'ala; "Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali" yaitu disebutkan secara jelas bahwa dulu orang-orang jahiliyah dalam aturan mereka tidak ada jumlah tertentu dalam talak. Sedangkan iddah di tengah-tengah mereka itu ada ukurannya yang diketahui. Hal seperti ini terjadi pada masa awal-awal turunnya Islam. Dimana seorang suami menceraikan istrinya semau dia. Dan jika telah hampir habis masa halalnya, maka suami akan kembali meruju'nya. Lelaki itu akan mengatakan kepada istrinya pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam; "Aku tidak akan memberi perlindungan padamu, ...

Beberapa Karakteristik 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah (3) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab IV Beberapa Karakteristik 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah (3) 7. 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah Merupakan Faktor Utama bagi Kemenangan dan Kebahagiaan Abadi di Dunia dan Akhirat. 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah merupakan faktor utama bagi terealisasinya kesuksesan, kemenangan dan keteguhan bagi siapa saja yang menganutnya dan menyerukannya kepada umat manusia dengan penuh ketulusan, kesungguhan dan kesabaran. Golongan yang berpegang teguh kepada 'aqidah ini yaitu Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah golongan yang diberikan kemenangan dan pertolongan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Akan tetap ada satu golongan dari umatku yang berdiri tegak di atas al-haq (kebenaran), tidak akan membahayakan bagi mereka siapa yang tidak menghiraukannya hingga datang perintah Allah (hari Kiamat) tiba dan mereka tetap seperti itu." (134) 8. 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah 'Aqidah yang Dapat Mempersatuka...

Bolehnya Ruju' dalam Talak Raj'i (2) | Tafsir Wanita

Tafsir Wanita Surat Al-Baqarah Hukum-hukum Puasa Bolehnya Ruju' dalam Talak Raj'i (2) Abu Hanifah dan murid-murid utamanya tidak berbeda pendapat; Bahwa dia boleh berhias untuknya, boleh memakai minyak wangi dan memakai perhiasan. Dari Said bin Al-Musayyab, dia berkata, "Jika seorang lelaki mentalak istrinya satu kali talak, maka hendaknya dia minta izin jika hendak masuk menemuinya. Boleh bagi si wanita untuk berhias dan memakai pakaian apa saja yang dia mau serta perhiasan apa saja yang dia suka. Jika keduanya tidak memiliki selain satu rumah, hendaknya dibuatkan untuk keduanya satu hijab dan hendaknya dia mengucapkan salam jika hendak masuk menemuinya." Pendapat semisal ini juga diucapkan oleh Qatadah. Dan hendaknya dia diberi isyarat jika akan masuk, dengan bersenandung atau dengan berdehem. Imam Asy-Syafi'i berkata, "Seorang wanita yang ditalak oleh suaminya, haram baginya dihubungi hingga lelaki yang mentalak itu meruju'nya kembali dan tidakla...

Beberapa Karakteristik 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah (2) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab IV Beberapa Karakteristik 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah (2) 4. Mata Rantai Sanadnya Sampai Kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Para Shahabatnya dan Para Tabi'in serta Para Imam yang Mendapatkan Petunjuk. Tidak ada satu dasar pun dari dasar-dasar 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang tidak mempunyai dasar atau sanad atas qudwah (contoh) dari para Shahabat, Tabi'in dan para Imam yang mendapatkan petunjuk hingga Hari Kiamat. Hal ini sangat berbeda dengan 'aqidah kaum mubtadi'ah (ahli bid'ah) yang menyalahi kaum Salaf di dalam ber-'aqidah. 'Aqidah mereka merupakan hal yang baru (bid'ah) tidak mempunyai sandaran dari al-Qur-an dan as-Sunnah, ataupun dari para Shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Tabi'in. Oleh karena itu, maka mereka berpegang kepada kebid'ahan sedangkan setiap bid'ah adalah kesesatan. (131) 5. Jelas dan Gamblang. 'Aqidah Ahlus Sunnah mempunyai ciri khas yaitu gamblang...

Bolehnya Ruju' dalam Talak Raj'i | Tafsir Wanita

Tafsir Wanita Surat Al-Baqarah Hukum-hukum Puasa Bolehnya Ruju' dalam Talak Raj'i Allah berfirman, "Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (Al-Baqarah: 228) Penulis buku Jami' Ahkaam An-Nisaa' (4/245) berkata, "Arti yang dimaksud adalah; bahwa suami-suami wanita yang ditalak adalah orang yang paling berhak untuk kembali lagi kepada wanita itu selama mereka berada dalam masa iddah, dan tidak ada kewajiban apapun atasnya dari hukum-hukum nikah. Dan hendaklah dia jadikan tujuan dari ruju'nya itu benar-benar sebagai usaha ishlah. Sedangkan ruju' yang hanya bermaksud untuk mendatangkan kemudharatan, maka yang demikian itu tidaklah boleh. Sebagaimana yang Allah Subha...

Beberapa Karakteristik 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab IV Beberapa Karakteristik 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah Sesungguhnya orang yang mau berpikir obyektif, jika ia mau melakukan perbandingan antara berbagai keyakinan yang ada di antara umat manusia saat ini, niscaya ia menemukan beberapa karakteristik dan ciri-ciri dari 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang merupakan 'aqidah Islamiyah yang haq (benar) berbeda dengan lainnya. Karakter dan ciri-ciri itu di antaranya: 1. Keotentikan Sumbernya. Hal ini karena 'aqidah Ahlus Sunnah semata-mata hanya bersandarkan kepada al-Qur-an, hadits dan ijma' para ulama Salaf serta penjelasan dari mereka. Ciri ini tidak terdapat pada aliran-aliran mutakalimin, ahli bid'ah dan kaum sufi yang selalu bersandar kepada akal dan pemikiran atau kepada kasyaf, ilham, wujud dan sumber-sumber lain yang berasal dari manusia yang lemah. Mereka jadikan hal tersebut sebagai patokan atau sandaran di dalam masalah-masalah yang ghaib. Padahal 'aqidah itu semuanya ghaib. Seda...

Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama adalah Bid'ah. Setiap Bid'ah adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka (4) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab III. Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil. Penjelasan Kaidah Kesepuluh (4). "Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama adalah Bid'ah. Setiap Bid'ah adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka." C. Hukum Bid'ah Dalam Agama Islam. Sesungguhnya agama Islam sudah sempurna dengan wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maa-idah: 3) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyampaikan semua risalah, tidak ada satupun yang ditinggalkan. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam telah menunaikan amanah dan menasehati umatnya. Kewajiban seluruh umat mengikuti petunjuk Nabi Muhammad 'alahish shalaatu was salaam, karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad shallal...

Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama adalah Bid'ah. Setiap Bid'ah adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka (3) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab III. Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil. Penjelasan Kaidah Kesepuluh (3). "Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama adalah Bid'ah. Setiap Bid'ah adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka." B. Pembagian Bid'ah. (114) 1. Bid'ah Haqiqiyah. Yakni bid'ah yang tidak memiliki indikasi dari syar'i baik dari Kitabullah, dari Sunnah dan Ijma'. Dan juga tidak ada dalil yang digunakan oleh para ulama baik secara global maupun rinci. Oleh sebab itu, disebut sebagai bid'ah karena ia merupakan hal yang dibuat-buat dalam perkara agama tanpa contoh sebelumnya. (115) Di antara contohnya adalah bid'ahnya perkataan jahmiyah yang menafikan Sifat-sifat Allah, bid'ahnya qadariyah, bid'ahnya murji'ah dan lainnya yang mereka mengatakan apa-apa yang tidak dikatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya radhiyallahu 'anhum. Contoh lain adalah m...

Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama adalah Bid'ah. Setiap Bid'ah adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka (2) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab III. Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil. Penjelasan Kaidah Kesepuluh (2). "Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama adalah Bid'ah. Setiap Bid'ah adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka." Ungkapan 'menyerupai syari'at' sebagai penegasan bahwa sesuatu yang diada-adakan dalam agama itu pada hakekatnya tidak ada dalam syariat, bahkan bertentangan dengan syari'at dari beberapa sisi, seperti mengharuskan cara dan bentuk tertentu yang tidak ada dalam syari'at. Juga mengharuskan ibadah-ibadah tertentu yang dalam syari'at tidak ada ketentuannya. Ungkapan 'untuk melebih-lebihkan dalam beribadah kepada Allah', adalah pelengkap makna bid'ah. Sebab demikian itulah tujuan para pelaku bid'ah. Yaitu menganjurkan untuk tekun beribadah, karena manusia diciptakan Allah hanya untuk beribadah kepadaNya seperti disebutkan dalam firmanNya: "Dan Aku tidak menciptakan jin da...

Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama adalah Bid'ah. Setiap Bid'ah adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab III. Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil. Penjelasan Kaidah Kesepuluh. "Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama adalah Bid'ah. Setiap Bid'ah adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan Tempatnya di Neraka." A. Pengertian Bid'ah. Bid'ah berasal dari kata al-ikhtira' yaitu yang baru yang diciptakan tanpa ada contoh sebelumnya.(99) Bid'ah secara bahasa adalah hal yang baru dalam agama setelah agama ini sempurna. (100) Atau sesuatu yang dibuat-buat setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berupa kemauan nafsu dan amal perbuatan. (101) Bila dikatakan: "Aku membuat bid'ah, artinya melakukan satu ucapan atau perbuatan tanpa adanya contoh sebelumnya..." Asal kata bid'ah berarti menciptakan tanpa contoh sebelumnya. (102) Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Allah Pencipta langit dan bumi..." (QS. Al-Baqarah: 117) Yakni, bahwa Allah menciptakan ...

Penjelasan Sikap Ahlus Sunnah wal Jama'ah Terhadap Ilmu Kalam | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab III. Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil. Penjelasan Sikap Ahlus Sunnah wal Jama'ah Terhadap Ilmu Kalam Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata: "Aku telah menjumpai para ahli ilmu kalam. Hati mereka keras, jiwanya kasar, tidak peduli jika mereka bertentangan dengan al-Qur-an dan as-Sunnah. Mereka tidak memiliki sifat wara' dan tidak juga takwa." (90) Imam Abu Hanifah rahimahullah juga berkata saat ditanya tentang pembahasan dalam ilmu kalam dari sosok dan bentuk, ia berkata: "Hendaklah engkau berpegang teguh kepada as-Sunnah dan jalan yang telah ditempuh oleh Salafush Shalih. Jauhi olehmu setiap hal baru, karena ia adalah bid'ah." (91) Al-Qadhi Abu Yusuf (wafat th. 182 H) rahimahullah (92), murid dari Abu Hanifah rahimahullah, berkata kepada Bisyr bin Ghiyaats al-Mariisi (93): "Ilmu kalam adalah suatu ilmu. Seseorang, manakala menjadi pemuka agama atau tokoh ilmu kalam, maka ia adalah zindiq atau dicurigai sebagai ...

Dalil 'aqli yang benar akan sesuai dengan dalil naqli yang shahih (3) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab III. Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil. Penjelasan Kaidah Keenam (3). "Dalil 'aqli (akal) yang benar akan sesuai dengan dalil naqli/nash yang shahih." Mendahulukan dalil naqli atas dalil akal bukan berarti Ahlus Sunnah tidak menggunakan akal. Tetapi maksudnya adalah dalam menetapkan 'aqidah mereka tidak menempuh cara seperti yang ditempuh para ahli kalam yang menggunakan rasio semata untuk memahami masalah-masalah yang sebenarnya tidak dapat dijangkau oleh akal dan menolak dalil naqli (dalil syar'i) yang bertentangan dengan akal mereka atau rasio mereka. Imam Abul Muzhaffar as-Sam'ani rahimahullah (wafat th. 489 H) (87) berkata: "Ketahuilah, bahwa madzhab Ahlus Sunnah mengatakan bahwa akal tidak mewajibkan sesuatu bagi seseorang dan tidak melarang sesuatu darinya, serta tidak ada hak baginya untuk menghalalkan atau mengharamkan sesuatu, sebagaimana juga tidak ada wewenang baginya untuk menilai ini baik atau buruk. Sea...

Dalil 'aqli yang benar akan sesuai dengan dalil naqli yang shahih (2) | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab III. Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil. Penjelasan Kaidah Keenam (2). "Dalil 'aqli (akal) yang benar akan sesuai dengan dalil naqli/nash yang shahih." Perbedaan antara taqlid dan ittiba' adalah sebagaimana telah dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, "Ittiba' adalah seseorang mengikuti apa-apa yang datang dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." (82) Ibnu 'Abdil Barr (wafat th. 463 H) dalam kitabnya, Jaami'ul Bayanil 'Ilmi wa Fadhlihi (83) menerangkan perbedaan antara ittiba' (mengikuti) dan taqlid yaitu terletak pada adanya dalil-dalil qath'i yang jelas. Bahwa ittiba' yaitu penerimaan riwayat berdasarkan diterimanya hujjah sedangkan taqlid adalah penerimaan yang berdasarkan pemikiran logika semata. Berkata Ibnu Khuwaiz Mindad al-Maliki (namanya adalah Muhammad bin Ahmad bin 'Abdillah, wafat th. 390 H): "Makna taqlid secara syar'i adalah merujuk kepada perkataan yang ti...

Dalil 'aqli yang benar akan sesuai dengan dalil naqli yang shahih | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Bab III. Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil. Penjelasan Kaidah Keenam. "Dalil 'aqli (akal) yang benar akan sesuai dengan dalil naqli/nash yang shahih." Kata 'Aql dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti, (75) di antaranya: Ad-diyah (denda), al-hikmah (kebijakan), husnut ta-sharruf (tindakan yang baik atau tepat). Secara terminologi, 'aql (selanjutnya ditulis akal) digunakan untuk dua pengertian: 1. Aksioma-aksioma rasional dan pengetahuan-pengetahuan dasar yang ada pada setiap manusia. 2. Kesiapan bawaan yang bersifat instinktif dan kemampuan yang matang. Akal merupakan 'ardh atau bagian dari indera yang ada dalam diri manusia yang bisa ada dan bisa hilang. Sifat ini dijelaskan oleh Rasulullah 'alaihish shalaatu was salaam dalam salah satu sabdanya: "...dan termasuk orang gila sampai ia kembali berakal." (76) Akal adalah insting yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta'ala kemudian diberi muatan tertentu ber...