Skip to main content

Pengantar Penyusun | Jawaban Penting Pertanyaan Seputar Shalat Jumat

Al-Ajwibatun Nafi'ah 'an Asilati Lajnati Masjidil Jami'ah.

Jawaban Penting Pertanyaan Seputar Shalat Jumat.

Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullaah.

Pengantar Penyusun.

Bismillahir rahmanir rahim.

Segala puji bagi Allah, Rabb sekalian makhluk. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Rasul-Nya, sanak keluarga beliau dan para Sahabat beliau seluruhnya.

Amma ba'du:

Salah seorang rekan kita, pada awal bulan Ramadhan tahun 1370 H telah menyerahkan kepada saya sebuah kertas berisi beberapa buah pertanyaan yang ditulis dengan mesin ketik. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak dibubuhi tanda tangan yang dapat menunjukkan sumber tulisan. Meskipun pertanyaan-pertanyaan itu sendiri sudah mengisyaratkan bahwa penyusunnya adalah para anggota panitia Masjid Jami'ah Suriyah.

Kemudian saya bertanya kepada salah seorang di antara mereka. Orang itu memberitahukan bahwa pertanyaan-pertanyaan itu memang berasal dari panitia tersebut.

Saya sudah mengetahui bahwa pertanyaan sejenis juga sudah dilontarkan kepada banyak Syaikh dan ulama, demi memperoleh jawaban dari mereka. Secara zhahir, tujuannya tidak lain adalah mencari kesimpulan kebenaran dan mengetahui dalil-dalil yang otomatis akan dilampirkan oleh para ulama dalam jawaban-jawaban mereka terhadap pertanyaan tersebut. Para anggota panitia itu kelak akan memperbandingkan jawaban-jawaban tersebut, lalu mencari mana yang paling kuat dalilnya, untuk kemudian dilaksanakan konsekuensinya di masjid yang menjadi tanggung jawab mereka, karena mereka sebagai pengelolanya. Mereka dituntut untuk menerapkan kebenaran dalam masjid tersebut. Dengan semua itu, mereka dapat menghilangkan kesimpangsiuran yang terjadi selama ini dalam masjid tersebut:

Karena terkadang dalam masjid tersebut dilakukan satu kali adzan di pintu masjid, sebagaimana dalam ajaran As-Sunah. Terkadang dilakukan dua kali adzan. Kemudian kadang-kadang juga dilakukan adzan pertama di pintu masjid, dan adzan kedua di hadapan khatib. Sementara pada kesempatan lain adzan pertama dilakukan di dalam masjid dekat pintu, terkadang dekat mihrab. Kadang-kadang juga dilakukan shalat yang disebut sebagai Shalat Qabliyah Jumat. Namun terkadang tidak dilakukan!

Demikianlah kondisi masjid tersebut sejak semula masjid itu dimakmurkan. Meski demikian, masjid itu adalah satu-satunya masjid di Damaskus, bahkan mungkin satu-satunya masjid di seluruh negeri Suria yang menegakkan As-Sunah, terbebas dari sejumlah besar bid'ah. Tak ada suara-suara dikumandangkan di masjid itu (selain adzan), tidak ada shalat zhuhur yang dilakukan setelah jumat, dan berbagai bid'ah lain yang menjejali masjid-masjid pada umumnya. Keutamaan itu kembali kepada panitia yang mengelolanya dari kalangan para pemuda yang berhasrat kuat mengikuti ajaran As-Sunah dan menghindari kebid'ahan dalam batas-batas yang diketahui dan dalam ilmu yang sampai kepada mereka. Hal itulah yang menimbulkan kekhawatiran mereka sehingga mereka melontarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada para ulama yang mulia.

Ketika saya teliti pertanyaan-pertanyaan itu, saya terdorong untuk memberikan jawabannya, sebagai upaya dari saya untuk turut andil dalam menjadikan masjid lebih dekat kepada As-Sunah dan lebih jauh dari bid'ah. Sehingga diharapkan akan hilang kesimpangsiuran tersebut, setelah jawaban itu diserahkan kepada panitia, dipelajari dan diambil kesimpulan, mana yang lebih dekat kepada kebenaran, tanpa berpihak kepada satu golongan atau mengikuti kebiasaan.

Usai menulis jawaban tersebut, saya menyerahkannya kepada panitia. Saya tidak tahu, apakah ulama lain yang disodorkan kepadanya pertanyaan serupa juga sudah menyerahkan jawaban mereka, dan bagaimana pula sikap panitia ilmiah itu terhadap jawaban kami.

Itu terjadi sepuluh tahun lalu. Sekarang, saya berkeinginan untuk menengok kembali jawaban tersebut dan menambahkan beberapa catatan baru yang tidak keluar dari tema pembahasan. Saya pun melaksanakan rencana itu, sehingga lahirlah risalah ini yang kini ada di hadapan pembaca.

Dan karena saya berkeyakinan bahwa saya telah meneliti pendapat saya dalam berbagai masalah yang hanya didapati oleh seorang thalibul ilmu (penuntut ilmu) dalam kandungan berbagai kitab fikih dan syarah-nya, tidak akan didapati terkumpul dan diteliti dalam sebuah buku khusus, maka saya berusaha menerbitkannya. Untuk menerangi pemikiran dan mengikuti tugas perbaikan yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang berghirah dan bertanggung-jawab terhadap berbagai masjid. Juga demi mengikuti langkah negara tetangga kita, Mesir, dengan berbagai upaya perbaikan yang dilakukan dengan bimbingan dari Departemen Pendidikan. (1)

Di antara yang mendorong saya untuk menerbitkan tulisan ini kepada para pembaca adalah bahwa para pembaca risalah dalam pembahasan ini harus disuguhi jawaban yang disertai dalil-dalil dari Kitabullah dan Sunah Rasul, dengan tambahan dalil dari atsar para Sahabat dan pendapat para ulama besar, yang dapat diambil fatwanya dan dijadikan sebagai panutan.

Lebih dari itu, banyak pembaca yang telah bertanya seputar persoalan-persoalan yang tercantum dalam risalah ini. Maka menerbitkan risalah ini dapat menggantikan pekerjaan yang membutuhkan banyak ucapan dan waktu yang panjang.

Demikian juga, karena saya secara pribadi berharap akan ada yang memperingatkan saya terhadap kekeliruan atau kesalahpahaman yang mungkin muncul dari saya, yang memang tidak akan lepas dari diri manusia. Bila pendapat saya disebarkan, para ulama akan berkesempatan menelaahnya dan mengetahui kemungkinan adanya kesalahpahaman dalam risalah ini, untuk kemudian mereka jelaskan secara tertulis atau secara lisan. Bila ada, saya akan berterima kasih kepada mereka dan memberi balasan yang baik kepada mereka.

Risalah ini saya namakan Al-Ajwibatun Nafi'ah 'an Asilati Lajnati Masjidil Jami'ah.

Saya memohon kepada Allah agar memberi manfaat dengan tulisan ini dan memberi penulis pahala karenanya, dengan keutamaan dan kemuliaan-Nya.

Damaskus, Jumadil Akhirah 1380 H.

Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

1. Lihat apa yang pernah saya tulis sehubungan dengan persoalan ini dalam koran Shautul 'Arab 1380, yang kemudian diterbitkan dalam risalah khusus berjudul Shautul 'Arab Tas-alu, Muhammad Nashirudin Yujibu (Shautul 'Arab Bertanya, Muhammad Nashirudin Menjawab).

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Al-Ajwibatun Nafi'ah 'an Asilati Lajnati Masjidil Jami'ah, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullaah, Penerbit: Maktabatul Islami Damsyik, Cetakan Pertama: 1382 H, Judul Terjemahan: Jawaban Penting Pertanyaan Seputar Shalat Jumat, Penerjemah: Abu Umar Basyir Al-Maidani, Editor: Hawin Murtadlo, Penerbit: Al-Qowam, Solo - Indonesia, Cetakan III: Februari 2004 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT