Mengimani Asma` dan Sifat-Nya | Rukun Pertama: Iman Kepada Allah | Rukun Iman yang Enam | Tingkatan Kedua: Iman | Tingkatan-tingkatan Din | Syarah Tsalatsatul Ushul
Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.
Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.
Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.
Syarah Tsalatsatul Ushul.
Kedua.
Ma'rifatud Din.
Mengenal Dinul Islam.
Kedua: Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat--Nya.
Artinya, menetapkan apa saja yang telah ditetapkan oleh Allah 'Azza wa Jalla bagi diri-Nya yang tersebut dalam Kitab-Nya atau Sunah Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa Sallam tentang nama-nama (asma`) dan sifat-sifat yang sesuai dengan kelayakan bagi-Nya, tanpa (melakukan) tahrif, ta`thil, takyif, dan tamtsil. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
"Hanya milik Allah nama-nama yang baik, maka serulah Dia dengan (menggunakan) nama-nama baik itu. Tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran berkenaan dengan nama-nama-Nya itu. Nanti mereka akan mendapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Al-A'raf [7]: 180)
Hanya milik-Nya sifat Yang Maha Tinggi di langit maupun di bumi. Firman Allah 'Azza wa Jalla, "Tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Dia Maha Mendengar dan Melihat." (Asy-Syu'ara [26]: 11)
Dalam masalah ini ada dua golongan yang tersesat:
Pertama: Golongan mu`athilah.
Mereka adalah golongan yang mengingkari seluruh asma` dan sifat Allah, atau mengingkari sebagiannya, dengan anggapan (alasan) bahwa penetapan asma` dan sifat-sifat itu berarti menuntut adanya penyerupaan (tasybih); yaitu penyerupaan Allah 'Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya. Anggapan semacam ini adalah batil ditinjau dari berbagai sudut; di antaranya:
* Hal itu akan melahirkan konsekuensi-konsekuensi yang batil, seperti kontradiksi mengenai firman-firman Allah. Sebab, Allah 'Azza wa Jalla telah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi diri-Nya serta telah menyatakan tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Jika penetapan asma` dan sifat itu menuntut adanya penyerupaan (tasybih), tentu hal ini menuntut adanya kontradiksi dalam firman Allah serta adanya satu firman yang mendustakan firman lainnya.
* Adanya kesesuaian (kesamaan) antara dua hal mengenai nama atau sifat, tidak mengharuskan keduanya sama. Anda dapat melihat adanya dua orang yang sama-sama sebagai manusia yang mendengar, melihat dan dapat berbicara. Namun kesamaan itu tidak mengharuskan adanya kesamaan di antara keduanya mengenai makna-makna kemanusiaan, pendengaran, penglihatan dan pembicaraan. Anda juga melihat berbagai binatang yang sama-sama mempunyai tangan, kaki dan mata. Namun kesamaan seperti itu tidak mengharuskan kesamaan (persis) mengenai tangan, kaki dan mata seluruh macam binatang tersebut.
Jika telah jelas adanya perbedaan antara berbagai makhluk dalam hal yang terdapat kesamaannya mengenai nama atau sifatnya, maka perbedaan antara Khaliq dengan makhluk tentunya jauh lebih jelas dan lebih besar.
Kedua: Golongan Musyabihah.
Mereka adalah orang-orang yang menetapkan asma` dan sifat, namun mereka menyerupakan Allah 'Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya. Mereka beranggapan bahwa ini merupakan konsekuensi dan petunjuk nash-nash yang ada, karena Allah 'Azza wa Jalla mengatakan kepada para hamba-Nya dengan ungkapan yang dapat mereka pahami. Anggapan ini adalah batil ditinjau dari berbagai sudut; di antaranya:
* Keserupaan Allah 'Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya merupakan perkara yang batil, yang dibatilkan oleh akal maupun syara'. Dan tidak mungkin bila konsekuensi dari nash-nash Kitab dan Sunnah itu merupakan hal yang batil.
* Allah 'Azza wa Jalla memang mengatakan kepada para hamba-Nya dengan ungkapan yang dapat mereka pahami dari segi asal maknanya. Adapun hakikat yang dikandung oleh makna tersebut termasuk perkara yang hanya diketahui oleh Allah 'Azza wa Jalla, termasuk mengenai sesuatu yang berkaitan dengan Dzat dan sifat-sifat-Nya.
Jika Allah 'Azza wa Jalla telah menetapkan bagi diri-Nya bahwa Dia Maha Mendengar, maka pendengaran itu dapat kita ketahui bersama dari segi asal maknanya, yaitu penangkapan terhadap suara. Akan tetapi hakikat dari hal itu, jika dinisbatkan kepada pendengaran Allah 'Azza wa Jalla, maka hal itu tidak kita ketahui. Karena hakikat pendengaran itu berbeda-beda, sekalipun antara sesama makhluk, apalagi antara Khaliq dengan makhluk; tentunya perbedaannya lebih jelas dan lebih besar.
Baca selanjutnya:
Daftar Isi Buku Ini.
Daftar Buku Perpustakaan Ini.
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.
===
Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.
===
Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!