Syarh Al-Muqaddimah Al-Ajurramiyyah (1)
قالَ المُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ:
Pengarang -semoga Allah merahmatinya- berkata:
بِسمِ اللَّهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
الكَلامُ هو اللَّفظُ المُرَكَّبُ المُفيدُ بِالوَضعِ
Kalam adalah lafazh yang tersusun yang berfaidah dengan bahasa Arab
قالَ الشّارِحُ وَفَّقَهُ اللَّهُ
Pensyarah -semoga Allah memberinya taufiq- berkata:
لَمّا كانَ مُتَعَلَّقُ عِلمِ النَّحوِ هو الكَلامَ؛ دَرَجَ النُّحاةُ على استِفتاحِ مُصَنَّفاتِهِم بِبَيانِ مَعناهُ
Ketika pembahasan yang berkaitan dengan ilmu nahwu adalah kalam, maka para ahli nahwu memulai kitab karangan mereka dengan menjelaskan maknanya.
وَقَد عَرَّفَهُ المُصَنِّفُ مُريدًا مَعناهُ الِاصطِلاحِيَّ بِقَولِهِ:
(الكَلامُ هو اللَّفظُ المُرَكَّبُ المُفيدُ بِالوَضعِ)
Dan pengarang sudah mendefiniskan maknanya secara istilah, dengan perkataannya:
Kalam adalah lafazh yang tersusun yang berfaidah dengan bahasa Arab
فَلَهُ عِندَهُم أربَعَةُ شُروطٍ:
Maka kalam itu menurut mereka (para ahli nahwu) memiliki empat syarat:
أوَّلُها: أن يَكونَ لَفظًا؛
Yang pertama, kalam itu harus lafazh
وَهو: الصَّوتُ المُشتَمِلُ على حَرفٍ فَأكثَرَ مِن الحُروفِ الهِجائِيَّةِ
Yaitu suara yang meliputi satu huruf atau lebih dari huruf-huruf hijaiyyah
وَخَصّوهُ بِالمُستَعمَلِ مِنها؛
Dan mereka mengkhususkan lafazh dengan sesuatu yang musta'mal (yang dapat digunakan) darinya
وَهو: الدّالُّ على مَعنًى؛ نَحوُ/نَحوَ: زَيدٍ،
دونَ المُهمَلِ مِمّا لا مَعنَى لَهُ؛ نَحوُ/نَحوَ: دَيزٍ، وَهو مَقلوبٌ (زَيدٍ)
Yaitu yang menunjukkan suatu makna, contohnya زَيدٌ "Zaid".
Bukan sesuatu yang muhmal (yang tidak digunakan) yang tidak mempunyai makna sama sekali, contohnya دَيزٌ, yaitu kebalikan dari زَيدٌ
فَـ(أل) في قَولِ المُصَنِّفِ (اللَّفظُ)؛ عَهدِيَّةٌ
Maka "Al" yang ada pada perkataan Pengarang (اللَّفظُ) adalah 'ahdiyyah (1)
يُريدُ بِها ما كانَ مُستَعمَلًا مِن الألفاظِ دونَ المُهمَلِ،
Yang dimaksud dengan lafazh di sini adalah lafazh yang musta'mal bukan lafazh yang muhmal.
وَيُسَمَّى اللَّفظُ المُستَعمَلُ: (قَولًا)
Dan lafazh yang musta'mal dinamakan juga dengan qaul (perkataan)
Bersambung... Insya Allah
===
Penjelasan Ustadz Abu Razin Khairul Umam hafizhahullah - Yayasan BISA:
(1) "Al" 'ahdiyyah maksudnya adalah "Al" yang berfungsi menjadikan kata yang nakirah menjadi ma'rifah, contoh رَجُلٌ (berbentuk nakirah) ketika ada "Al" menjadi الرَّجُلُ berbentuk ma'rifah.
Yang awalnya umum menjadi khusus.
Dan "Al" ada bermacam-macam, ada "Al" 'ahdiyyah dan ada "Al" jinsiyyah.
> "Al" jinsiyyah biasanya digunakan untuk mema'rifahkan isim dari jenis tertentu, misalnya dalam Al-Qur'an ada ayat:
وخلق الإنسان ضعيفا
Manusia diciptakan dalam keadaan lemah.
Kata الإنسان maka maknanya adalah "seluruh manusia".
Seluruhy jenis manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah.
Inilah yang disebut "Al" jinsiyyah.
> Kalau "Al" 'ahdiyyah itu tidak satu jenis, tidak secara keseluruhan tapi secara sebagian, bagian dari jenis tertentu, misalnya kita mengatakan:
جاءَ الرَّجُلُ
Laki-laki itu telah datang.
Maka tidak dipahami dari kalimat ini bahwa الرجل adalah semua laki-laki.
Tapi الرجل di sini, antara yang berbicara dengan lawan bicaranya telah memahami siapa yang dimaksud الرجل.
Jadi kita tidak memaknai الرجل di sini seluruh jenis laki-laki.
Inilah yang dinamakan "Al" 'ahdiyyah.
===
Rujukan:
Kitab:
شرح المقدّمة الآجرّاميّة
Syarh Al-Muqaddimah Al-Ajurramiyyah
Pengarang matan:
محمّد بن محمّد بن آجرّام الصّنهاجيٌ
Imam Muhammad bin Muhammad bin Ajurram Ash-Shinhajiy
Pensyarah:
صالح بن عبد الله بن حمد العصيميّ
Syaikh Shalih bin 'Abdillah bin Hamad Al-'Ushaimiy
===
YouTube: @aryambary