Skip to main content

Pengobatan Nabawi (Thibbun Nabawi) | Keajaiban Thibbun Nabawi

Bagian 3

Beberapa Pedoman Teori Pengobatan Nabawi

Tabib dan Metode Pengobatan

Pengobatan Nabawi (Thibbun Nabawi)

Pengobatan Nabawi adalah metode pengobatan yang dijelaskan oleh Nabi shollallohu'alaihi wa sallam kepada orang yang mengalami sakit tentang apa yang beliau ketahui berdasarkan wahyu. Metode pengobatan ini sangat meyakinkan untuk menjadi sebab kesembuhan, sedangkan pengobatan lain lebih banyak merupakan hipotesis (dugaan).

Pengobatan ini bersandar kuat kepada akidah Islamiyah yang menyatakan bahwa Alloh adalah pemilik alam semesta ini, bahwa di tangan Alloh terletak kesembuhan. Dia yang memberikan kesembuhan kepada manusia. Ketika Ibrohim mengatakan, "Jika aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku." (Asy-Syu'aro` [26]: 80), tidak lain pernyataan ini merupakan penegasan tentang hakikat dan akidah yang seyogyanya tidak hilang dari hati setiap muslim.

Jangan pula hilang dari pemikiran setiap muslim ingatan tentang hadits Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam, "Tidak ada penularan dan tidak ada thiyaroh." (39)

Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam membantah bahwa penularan penyakit dapat terjadi dengan sendirinya. Sakit dan sembuh tidak akan terjadi kecuali dengan izin dan takdir Alloh. Juga jangan lupa sabda beliau kepada seseorang yang menyatakan dirinya sebagai tabib, "Engkau adalah seorang rofiq, sedangkan Sang Tabib adalah Alloh." (40) Kesembuhan dan kesehatan adalah di tangan Alloh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Karena tawazun (keseimbangan) merupakan ciri khas Islam, maka dari sisi lain kita mendapati perintah Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam untuk berobat dan anjuran beliau untuk tidak berpangku tangan. (41)

Beliau juga menegaskan bahwa Alloh memberikan kesembuhan kepada siapa yang mengupayakan sebab-sebabnya, dengan syarat hendaklah ia meyakini bahwa obat merupakan sebab semata, obat sendiri tidak memiliki kemampuan alamiah untuk menyembuhkan kecuali bila Alloh menghendaki hal itu. Barangsiapa yang meyakini bahwa sebab-sebab itu bisa memberikan pengaruh dengan sendirinya, maka keyakinannya itu salah. Itulah keyakinan keliru yang terjadi pada kaum Nabi Ibrohim 'alaihis salam, ketika mereka meyakini bahwa api memiliki kekuatan substantif untuk membakar, tidak mungkin melewatkan Ibrohim dalam keadaan tidak terbakar. Maka, Alloh memperlihatkan kepada mereka sebuah contoh nyata dan mencabut sifat membakar yang ada pada api itu, sehingga jadilah api itu dingin dan selamatlah Ibrohim.

Mengupayakan sebab merupakan hal yang diperintahkan dalam syariat. Ada bermacam jenis sebab, ada yang bersifat ilahi seperti doa, ada yang bersifat alami seperti obat. Ada pula yang merupakan perpaduan dari keduanya, seperti doa yang disertai dengan obat. Alloh 'Azza wa Jalla adalah yang menciptakan doa dan obat, sebagaimana dalam hadits Usamah bin Syarik, ia berkata: Saya pernah datang kepada Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam dan para sahabat beliau, (keadaan hening) seolah-olah di atas kepala mereka ada burung. Saya pun mengucapkan salam, kemudian duduk. Tak lama kemudian, datanglah orang-orang Arab Badui dari sana dan sini. Mereka bertanya, "Wahai Rosululloh, apakah kami boleh berobat?" Beliau menjawab, "Berobatlah, sesungguhnya Alloh tidak menciptakan penyakit kecuali juga menciptakan obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua." (42)

Maka, kita berkewajiban mengupayakan sebab-sebab, karena Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam memerintahkan dan melaksanakannya. Ketika sakit, beliau berobat. Di samping itu, kita juga harus memiliki sifat sabar, karena bersabar terhadap penyakit berpahala surga, sebagaimana terdapat dalam hadits tentang seorang wanita yang terkena penyakit ayan. Ia menerima dan bersabar terhadap penyakit itu dengan harapan mendapat pahala surga.

=====

39) Sikap pesimis yang mencegah seseorang melakukan tindakan disebabkan melihat tanda-tanda tertentu, -penerj.

40) Dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohihul Jami`, (1252).

41) Ash-Shina'atuth Thibbiyyah, Ibnu Thorhan, pada bagian pengantar buku.

42) Sunan Abu Dawud, Syaikh Al-Albani berkata, "Shohih." Shohihul Jami' (2930).

=====

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Asy-Syifaa' min Wahyi Khaatamil Anbiyaa', Penulis: Aiman bin 'Abdul Fattah, Penerbit: Darush Shohifah, Cetakan I, 1425 H/ 2004 M, Judul Terjemahan: Keajaiban Thibbun Nabawi Bukti Ilmiah dan Rahasia Kesembuhan dalam Pengobatan Nabawi, Penerjemah: Hawin Murtadlo, Editor: Muhammad Albani, Editor Medis: dr. Wadda' A. Umar, Penerbit: al-Qowam, Solo - Indonesia, Cetakan VIII, Nopember 2012 M.

Popular posts from this blog