Taslim, patuh dan taat hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, secara lahir dan bathin. Tidak menolak sesuatu dari al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih, dengan qiyas, perasaan, kasyf, ucapan seorang syaikh, ataupun pendapat imam-imam dan yang lainnya | Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah
Bab III.
Penjelasan Kaidah-kaidah dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil.
Penjelasan Kaidah Kelima.
"Berserah diri (taslim), patuh dan taat hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, secara lahir dan bathin. Tidak menolak sesuatu dari al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih, (baik menolaknya itu) dengan qiyas (analogi), perasaan, kasyf (iluminasi atau penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib), ucapan seorang syaikh, ataupun pendapat imam-imam dan yang lainnya."
Imam Muhammad bin Syihab az-Zuhri rahimahullah (wafat th. 124 H) berkata:
"Allah yang menganugerahkan risalah (mengutus para Rasul), kewajiban Rasul adalah menyampaikan risalah, dan kewajiban kita adalah tunduk dan taat." (66)
Kewajiban seorang Muslim, untuk tunduk dan taslim secara sempurna, serta tunduk kepada perintahnya, menerima berita yang datang dari beliau 'alaihish shalaatu was salaam dengan penerimaan yang penuh dengan pembenaran, tidak boleh menentang apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam dengan perkataan bathil, hal-hal yang syubhat atau ragu-ragu, dan tidak boleh juga dipertentangkan dengan perkataan seorang pun dari manusia.
Penyerahan diri, tunduk patuh dan taat kepada perintah Allah 'Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam adalah merupakan kewajiban seorang Muslim. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mutlak. Taat kepada Rasulullah 'alaihish shalaatu was salaam berarti taat kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka." (QS. An-Nisaa': 80)
Seorang hamba akan selamat dari siksa Allah Subhanahu wa Ta'ala bila ia mentauhidkan Allah 'Azza wa Jalla dengan ikhlas dan ittiba' kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak boleh mengambil kepada selain beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pemutus hukum dan tidak boleh ridha kepada hukum selain hukum beliau. Apa yang Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam putuskan tidak boleh ditolak dengan pendapat seorang guru, imam, qiyas dan lainnya.
Sesungguhnya seorang Muslim tidak akan selamat dunia dan akhirat, sebelum ia berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, dan menyerahkan ilmu yang belum jelas baginya kepada orang yang mengetahuinya. Hal tersebut artinya, berserah diri kepada nash-nash al-Qur-an dan as-Sunnah. Tidak menentangnya dengan pena'wilan yang rusak, syubhat, keragu-raguan dan pendapat orang.
Ada sebuah riwayat, yaitu ketika beberapa Shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk-duduk di dekat rumah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba di antara mereka ada yang menyebutkan salah satu dari ayat al-Qur-an, lantas mereka bertengkar sehingga semakin keras suara mereka, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dalam keadaan marah dan merah mukanya, sambil melemparkan debu seraya bersabda:
"Tenanglah wahai kaumku! Sesungguhnya cara seperti ini (bertengkar) telah membinasakan umat-umat sebelum kalian, yaitu mereka menyelisihi para Nabi mereka serta mereka berpendapat bahwa sebagian isi kitab itu bertentangan sebagian isi kitab yang lain. Ingat! Sesungguhnya al-Qur-an tidak turun untuk mendustakan sebagian dengan sebagian yang lainnya, bahkan ayat-ayat al-Qur-an sebagian membenarkan sebagian yang lainnya. Karena itu apa yang telah kalian ketahui, maka amalkanlah dan apa yang kalian tidak ketahui serahkanlah kepada yang paling alim." (67)
=====
Catatan Kaki:
66. Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam Kitabut Tauhid. Lihat kitab Fat-hul Baari (XIII/503).
67. HR. Ahmad (II/195-196), 'Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (no. 20367), Ibnu Majah (no. 85), Bukhari fii Af'alil 'Ibad (hal. 43), al-Baghawi (no. 121) sanadnya hasan. Dari Shahabat 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallahu 'anhum. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam Tahqiiq Musnad Imam Ahmad (no. 6702).
=====
Maraji'/ sumber:
Buku: Syarah 'Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Penulis: Ustadz Yazid bin 'Abdul Qadir Jawas hafizhahullaah, Penerbit: Pustaka at-Taqwa, Bogor - Indonesia, Cetakan Pertama, Jumadil Akhir 1425 H/ Agustus 2004 M.